14. Pantai

2.1K 242 51
                                    

Dewasanya seseorang bisa dilihat, dari cara dia bertahan dengan satu orang
-YONA-

••••

Kita udah nyampe.” Keynal memakirkan mobilnya di tebing pantai. Mereka menuruni undakan kayu yang langsung menjorok ke laut lepas.

Ve, apa kamu pernah ke pantai? Keynal membayangi langkah Veranda, keduanya bergerak menuju pesisir pantai.

Waktu kecil pernah, tapi cuma sekali seumur hidup.”

Debur ombak menyanyi dalam satu paduan suara, layaknya kidung seorang penyanyi gemulai. Angin turut bercengkerama, mengiringi hentakkan ombak yang menghantam karang.

Semilir angin pun membelai sayang, helai demi helai rambut Veranda yang tergerai. Gadis itu melengkungkan bibirnya, menatap tiap lekuk ombak yang menari di matanya.

Tak jauh di sampingnya Keynal berdiri tegap menghadap hamparan laut biru. Gempuran ombak pada tebing pantai merupakan bagian yang paling ditunggu olehnya. Di dalam air, Keynal menyaksikan kilau rembulan yang tampak seperti pecahan kaca.

Keynal menuntun Veranda bergerak ke sisi selatan. Hati Veranda berdesir hangat ketika Keynal menggenggam tangganya. Dan sesuatu yang aneh mulai merasuki tubuhnya.

Veranda tersenyum tanpa menghiraukan lajur runcing karang yang menusuk kaki. Percikan air laut membasuh kaki mereka, bak pasukan lebah yang siap menyerang.

Awas, pelan-pelan!

Keynal merentangkan tangan kirinya menjadi pegangan Veranda untuk menuruni karang. Ombak mendadak menghampiri keduanya di bibir pantai. Menyisakan jejak pasir basah dan kaki yang tergenang.

Kita ke sana, yuk! Keynal menarik Veranda menyusuri dermaga.

Mereka berbelok ke jalan kayu tepi pantai, tempat untuk berjalan-jalan. Dan merasakan derasnya embusan angin laut yang dingin menusuk—sambil menikmati gumpalan awan yang berarak.

Musim dingin tahun ini akan sangat panjang. Setiap orang berkata, bahwa mereka amat merindukan udara yang hangat, tetapi tidak Keynal—baginya tempat itu menenangkan hatinya saat musim hujan tiba.

Ketika itu orang orang akan mengunci rumah-rumah peristrirahatan mereka, dan tak takkan berkunjung lagi ke pantai—hingga tiba musim panas selanjutnya.

Alas kaki keduanya beradu dengan derit lantai kayu dermaga yang begitu kokoh, kendati terus ditempa gelombang laut yang kadang terafeksi oleh cuaca badai.

Sesekali, sang angin menerbangkan untaian kain yang mereka kenakan. Menuai sensasi dingin yang menusuk kulit. Hanya hening beradu dengan empas udara yang berderu.

Tarikan napas dalam, mengiringi pejam mata dengan bulu lentik. Lantas bibir mungil ranum Veranda pun berucap, makasih, ya Key, kamu udah ngajak aku ke tempat ini.”

Sama-sama, Ve. Lain kali aku bakal ngajak kamu keliling ke banyak tempat.” Keynal berdiri di pagar pinggir pantai yang menghadap langsung pada singgasana raja langit kelam yang bertaburan bintang.

Aku pegang janji kamu, Key.” Veranda meniru posisi Keynal, dia melipat kedua tangan dan menopangkannya beserta badan bagian depan pada pagar kayu. Jadi kamu sering ke sini, ya?

Keynal tersenyum dan mengangguk. Iya ini salah satu spot favorit aku.”

Ombak menghantam pantai dengan nyaring sementara matahari sudah mencapai tiga perempat dari bentuk sempurnanya yang tenggelam di ufuk barat. Cahaya di sekitar mereka mulai meredup, tapi hal itu tidak kunjung mengurungkan niat mereka untuk tetap bercengkerama di bawah naungan angkasa yang terlihat tegar.

BIDADARI TERAKHIR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang