Benarkah cinta datang secepat itu, dan akankah cinta itu juga berakhir secepat kedatangannya?
-VERANDA-••••
“Total belanjaannya seratus dua puluh lima ribu rupiah. Ini kembaliannya lima ribu rupiah. Terima kasih. Silakan datang kembali.”
Veranda menghela napas. Pembeli terakhir sudah berlalu hingga dia akhirnya bisa duduk di lantai bawah mesin kasir. Lalu mengurut betisnya yang terasa mati rasa karena berdiri selama dua jam.
Dia bersyukur karena semakin banyak pembeli, pemasukan juga kian meningkat. Dan bonus untuk para pegawai seperti dirinya jelas akan bertambah. Walau untuk itu selalu ada konsekuensi, yakni kakinya serasa dikerubungi semut.
Setelah beberapa menit, tidak ada tanda-tanda pembeli lain akan singgah. Veranda segera berdiri dan merasa senang, ketika menemukan Shania mendatangi meja kasir.
“Ve, Lo, nggak makan siang? Udah sana istirahat, biar gue yang gantiin jaga.”
Veranda melirik jam tangan putih yang tersemat di pergelangan kirinya, waktu menunjukkan pukul satu siang. Lewat satu jam dari waktu makan siang.
“Thanks ya, Shan!” Veranda lalu meraih ponsel dan kotak bekal berwarna biru di dalam tasnya. Shania hanya mengacungkan jempol ke udara. Shania mengisi meja kasir dan menyambut pelanggan yang baru menjejakkan kakinya untuk berbelanja.
Veranda berjalan perlahan di antara lorong barisan mie instan dan minyak sayur. Sebelum melewati pintu yang terhubung dengan bagian tengah minimarket. Di sanalah tempat beristirahat ataupun ruang meeting bagi seluruh pegawai.
Veranda duduk di salah satu kursi dan meletakkan kotak bekal di atas meja plastik yang ada di hadapan.
“Sendiri aja Mba, boleh saya temanin?”
Seorang pemuda berdiri di depan mata Veranda sembari tersenyum. Pemuda itu dengan segera menarik lalu duduk di samping Veranda, dengan sandaran kursi yang menahan dada dan perutnya.
“Keynal, ngapainya kamu disini?”
“Emang salah, aku nemenin pacar sendiri, buat makan siang?”
“Bukan gitu, aku cuma....” Veranda celinguk ke kiri dan ke kanan.
Seolah mengerti Keynal lalu berkata, “tenang Ve, kamu ga perlu panik gitu, aku udah izin sama pak meneger, jadi kamu ga usah takut.”
Veranda akhirnya mengangguk dan bernapas lega. Dia lalu membuka kotak bekalnya yang berisikan segepal nasi putih, dua potong tahu, tempe goreng, dan satu sendok sambal terasi sebagai menu makan siangnya hari ini.
“Kamu makan ini aja, ya.” Keynal menarik kotak bekal biru di tangan Veranda, lalu mengganti dengan kotak nasi berwarna merah. Yang Keynal sembunyikan di balik punggungnya.
“Makasih.” Veranda menerima kotak bekal itu dengan malu-malu kucing. Baru kemarin Veranda menerima Keynal sebagai kekasihnya, tapi sudah dibuat panas-dingin karenanya.
Veranda membuka kotak bekal yang berisi nasi goreng berwarna merah dengan campuran wortel, jagung manis, potongan cumi yang berbentuk cincin, serta garnis berupa suwiran ayam kampung, potongan tomat yang iris tipis, metimun dan taburan kacang polong di atasnya.
“Ini siapa yang masak?”
“Aku dong.”
“Serius?”
KAMU SEDANG MEMBACA
BIDADARI TERAKHIR [END]
Mystery / Thriller17+ Gιмαηα Rαѕαηуα Jιкα Kαмυ Cιηтα Sαмα Cσωσк Sιмραηαη Tαηтє-Tαηтє Dan itu dialami langsung oleh Veranda. Bidadari tak bersayap yang berprofesi sebagai kasir minimarket di kota Jakarta. Ve, begitu sapaan akrabnya jatuh hati sama seorang pemuda yang...