19

16.5K 1.4K 87
                                    

             **selamat membaca**


Dokter berlari ke arah leon yang tengah mencoba menyadarkan jian yg sudah kehilangan kesadarannya. Tangannya terus saja menggenggam tangan jian, bahkan ketika dokter masuk. Matanya tak terlepas dari muka pucat pasi sang adik yang mulai dihiasi kabel yang sama sekali tak leon kenali.

"Maaf, kamu bisa keluar sebentar?" Dokter yang sedang bertugas itu bertanya pelan ke arah leon.

"Tapi.. Tapi-"

"Kami akan menyelamatkan adik kamu. Jangan khawatir." Jawab dokter itu sambil menunjukkan senyum ketulusannya.

Tak ada pilihan lain, leon mulai menjauh dari jian yang masih belum sadar itu. Pintu kamar itupun leon tutup perlahan. Kini ia dudukkan dirinya di kursi yang ada didepan ruang rawat jian itu. Merenung semua kesalahan yg membuat jian kembali merasakan sakit. Kesalahannya yang membuat tetesan darah itu kembali keluar.

"Sorry, gua lalai." Ujarnya sambil menundukkan kepalanya.

Ia sadar bahwa ini semua jelas kesalahnnya. Padahal anak itu sudah mengeluh pusing kepadanya. Namun leon justru memarahinya dan tak mendengarkan keluh sang adik.
Setelah menunggu 20 menit, dokter beserta perawat keluar dari ruangan jian.

"Gimana? Adik saya kenapa dok?" Tanya leon dengan sedikit bergetar.

"Kamu bisa ikut ke ruangan saya? Ada sesuatu yg ingin disampaikan." Tanya dokter yang menangani jian tadi.

"Ngga ada hal yang burukkan dok?" Leon meneliti raut wajah dokter itu. Sudah jelas ada ketakutan di matanya.

"Mari! Kita bicarakan diruangan saya." Jawabnya lalu melangkah menjauh dari hadapan leon.

Perasaan itu semakin membuat leon percaya bahwa ada sesuatu yang  tak baik baik saja dari jian. Ia membuka pintu itu perlahan, menampilkan jian yang masih terlelap dengan bertelanjang dada. Kabel memenuhi dadanya dan wajahnya kini.

Leon mulai mendekat dengan hati hati. Baru saja jian merasakan bebas dari sakit, namun semuanya kembali seperti semula. Bahkan berlebih kali lipat.

"Lo berhasil. Lo berhasil bikin jantung gua copot tau ngga?" Leon terkekeh palsu.

"Denger jian! Gua ngga mau liat lo kayak tadi lagi. Gua mau itu jadi yang terakhir." Ujarnya sambil menunduk.

"Jangan lakuin itu didepan gua."

                                  🍁

Leon tengah duduk didepan meja kaca itu sekarang. Banyak kertas serta scan yang sama sekali leon tak ketahui.

"Dokter ngga perlu keluarin surat surat ngga jelas kayak gini. Saya cuma mau tau keadaan jian." Ujar leon sarkas.

"Saya akan jelaskan satu satu leon. Tapi saya harap kamu sabar." Jawab dokter bername tag Evan itu.

"Gimana mau sabar, dari tadi dokter cuma ngeluarin kertas ngga penting gini." Leon kembali membalasnya dengan sedikit lebih keras.

"Baik, kita mulai dari scannya ya? Kamu bisa liatkan, ini kanker jian. Dan itu udah nyebar sampai ke paru parunya." Jelas dokter Evan dengan suara lembutnya.

Leon terdiam mendengar itu. Apa lagi ini tuhan?

"Terus?" Tanya leon.

"Akan ada komplikasi. Tapi belum pasti rumah sakit ini mampu menangani ini semua. Mungkin pihak rumah sakit akan mendatangkan dokter dari Singapura untuk menangani jian."

Tepat saat itu, air mata leon tumpah dihadapan dokter evan. Ia lalu berlari keluar tanpa berpamitan. Dokter muda itu tau bahwa hubungan mereka tak sebaik kakak adik pada umumnya, namun bila sudah menyangkut nyawa akan ada saatnya orang itu akan sadar bahwa sesal akan datang.

                                 🍁

Leon berlari sekencang mungkin ke tempatia biasa menenangkan dirnya. Ia jatuh bersimpuh, air mata itu ia keluarkan tanpa ada penghalang. Apa ini rasanya ketika kita akan kehilangan sesuatu yg berarti? Ia tundukkan kepalanya ke bawah sambil mengepalkan tangannya hingga memerah.

"ARRRHH!! GUA BODOOOHH!!" Teriaknya seorang diri disana.

Ia bahkan memukul kepalanya. Jujur ia belum ingin jian berhenti berjuang. Pikirannya seketika melayang ke sang adik yang slalu mengucapkan kata "jian capek". Apa ini akan menjadi akhir hidup jian? TIDAK.

"GUA HARUS GIMANA TUHAAAN!!" Teriakan itu kembali leon layangkan.

"Siapa bilang kamu bodoh?" Seseorang datang dengan membawa sebotol minuman dan memberinya ke leon.

"Lo?" Leon tercengang melihat sosok perempuan yang tlah lama ia tak lihat.

"Kamu udah jauh berubah ya?" Ujarnya sambil duduk disamping leon yang masih mengeluarkan air matanya.

"Ngga." Hanya itu jawaban yg ia sampaikan. Leonpun memalingkan wajahnya.

"Saya udah tau, keadaan jian lagi ngga baik. Tapi saya bangga sama kamu. Dokter evan bilang kamu bukan leon yg dulu lagi." Jelasnya sambil tersenyum ke arah leon.

Leon mencoba untuk diam. Mendengarkan segala yang wanita itu katakan tentangnya. Tiba tiba sepi mendatangi mereka berdua. Tak ada satupun yg berbicara sekarang. Namun kata yg menyakitkan itu mulai muncul.

"Jian itu kuat, kuat banget malah. Saya ngga pernah dengerin dia ngeluh sakit. Dia slalu senyum, dia slalu nunjukin kalau dia kuat." Perempuan itu menahan tangisnya mati matian.

"TAPI HARI ITU DIA NGELUH SAMA GUA!" entah apa maksud leon membentak perempuan berbaju putih dengan rok biru muda itu.

"Itu tandanya jian lagi benar benar down." Jawabnya sambil menyeka air mata yg turun.

"Gua ngga suka denger dia bilang begituan." Ujar leon tanpa kebohongan.

"Ngga ada yang mau leon. Saya yakin kamu juga sakit dengernya."

    Kring..kring..

Suara telepon memecah perbincangan tak berujung mereka berdua. Itu telepon genggam milik leon. Ia lantas mengeluarkan handphonenya itu dari saku celana kanannya.

Dokter Evan calling....

Deg

"Halo Leon?" Dokter evan mulai bersuara.

"Halo." Jawab leon sambil mengusap air mata dipipinya.

"Jian koma." Tanpa pikir panjang dokter itu mengatakan apa yg terjadi.

Tidak. Jangan lagi.

"NGGA! NGGA MUNGKIN!" leon lantas berlari dan kembali ke rumah sakit meninggalkan perempuan yang masih bingung atas apa yg terjadi.
















































[TBC]

THANKS FOR READING EVERYONE!

Belum end kok tenang aja. Tapi lagi otw nih endingnya, pokoknya siap siap aja😊

Makasih yg udah baca, udah vote dan komen. Love you guys💜✨✨

MAKASIH BANYAAAK💜😍

Aku Disini Kak! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang