15

13.8K 1.3K 91
                                    

Maaf lama upnya. Sumpah moodku dibawa chimon ntah kemana😅

Happy reading yaa!!💜




















Hari ini, dokter masuk ke ruangan jian dan memberitahunya untuk melakukan check up rutin yang biasa ia lakukan dulu bersama velly. Tapi kini berbeda, tak ada lagi yang menungguinya dan menemaninya check up maupun kemo. Ia hanya dijemput oleh dokter lalu membawanya ke ruangan check up.

"Kamu udah siap?" Tanya dokter tersebut dan hanya anggukan jian sebagai balasan.

"Yasudah, sebentar ya. Dokter ambil selangnya dulu." Dokter itu berlalu ke ruangan lain dan hanya menyisakan ia sendiri diruangan tersebut.

Matanya meneliti sekeliling ruang tempatnya berada, biasanya ia tak sebdiri disini. Banyak anak lain yang juga sama dengan dirinya. Tapi hari ini tak tampak.

"Kita mulai kemonya ya?" Dokter itu langsung memulai kemoterapinya.

"Hmm..dok, anak yg kemo lainnya mana?" Tanya jian.

"Oh..hari ini ada pemindahan ruangan kemo." Jawabnya dengan senyum manis yg ditujukan dokter itu ke jian.

"Pindah? Pindah Kemana?" Tanya jian lagi.

"Ke lantai bawah."

"Terus ruang kemo ini ngga dipake gitu." Ujar jian dengan sedikit kaget.

"Ini bakal jadi ruangan kamu." Dokter itu membuat jian terbengong mendengar tuturan dokter tersebut.

"R.r..ruangan saya? T..t..tapikan udah ada." Jawabnya dgn gagap karena masih terkejut.

"Pihak rumah sakit udah putusin buat bikin ruang kemo buat pasien tetap dirumah sakit ini." Jawab dokter itu lalu sedikit mengusap kening jian.

"Dokter keluar dulu ya sebentar. Nanti kita makan bareng." Ujar dokter itu seraya beranjak dari sana.

"Makan apa dok? Seblak? Bakso? Atau ceker pedes? Wah... Ayok deh." Jian menjawab dengan girang. Karena jujur semenjak ia dirumah sakit ia tak diperbolehkan untuk memakan makanan tak sehat seperti itu.

"Bubur." Dokter itu lalu keluar dengan sedikit terkekeh.

Jian hanya bisa mendengus kesal. Bubur bubur bubur. Itulah yang membuatnya kesal. Apa salahnya sih makan makanan enak sekali aja?

                                  🍁

Leon akhirnya kembali ke rumah besar yg ia ingin tinggalkan kemarin. Ntah angin darimana yg membuatnya membatalkan itu semua. Ia taruh kembali baju serta barang yg ia susun didalam koper besar miliknya. Setelah itu ia baringkan badannya di atas kasur. Pikirannya melayang pada ucapan velly dulu.

"Yang punya hak buat jaga jian itu kamu, karena kamu kakaknya leon."

Ia memijat pangkal hidungnya. Mencoba menjernihkan pikiran, namun bayangan jian slalu hadir di otaknya. Setelah melamun beberapa saat, leon akhirnya bangkit dan kembali ke rumah sakit untuk menjumpai jian.

Sesampainya di rumah sakit...

Ia terdiam saat melihat jian tengah terduduk sendirian di atas brankarnya. Anak itu tampak menunduk sambil memegang perutnya. Belum lagi keringat yang turun dari pelipisnya membuat leon sadar adiknya tengah kesakitan.
Namun kakinya belum siap untuk masuk ke dalam. Ia masih setia menatap jian dari kejauhan.

Jian, anak itu akhirnya menyelesaikan kemonya setelah kurang lebih satu jam di ruang kemo. Ia melawan mati matian rasa mual yg bahkan rasanya lebih dari dulu. Mungkin karena kankernya yg sudah mulai naik stadium.

"Huek..huek..akh.." Jian memuntahkan cairan bening itu ke baskom yg ada disampingnya. Air mata itu juga lolos pada saat itu. Benar benar sakit.

Leon, laki laki itu tak beranjak seincipun. Namun kini hatinya menyuruhnya untuk masuk ke dalam dan merengkuh jian. Hingga saat jian tampak oleng, barulah lekn berlari ke dalam lalu merengkuh tubuh lemah itu.

"Jian! Woii buka matal lo bangs*t!! JIAN!" Panggilnya seraya menyadarkan jian yg tampak setengah sadar.

Leon tak tinggal diam, ia memencet tombol merah yg ada disamping brankar jian guna memanggil suster atau dokter. Tak lama sekelompok suster datang sambil membawa peralatan yg diperlukan.

"Maaf, masnya tunggu di luar sebentar ya." Ujar seorang perawat laki laki.

Leon hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan keluar, lalu pintu itu ditutup perawat tadi. Ia lalu duduk di kursi tunggu yg ada didepan ruang rawat jian sambil mengotak-atik handphonenya. Tapi jujur pikirannya tak mengarah kesana. Melihat jian seperti tadi membuat pikirannya tak fokus.

Setelah menunggu kurang lebih 20 menit, suster itu keluar dan berlari ke arah ruangan dokter spesialis kanker. Leon berdiri dan sedikit melihat ke celah pintu yang sedikit terbuka.

Disana tampak jian yang sedang dipasangkan berbagai alat, belum lagi masker oksigen yang menutup hidungnya. Tak lama suster itu kembali dengan dokter dibelakangnya.

15 menit kemudian..

"Dengan keluarga pasien?" Dokter itu bertanya kepada leon yang sedang melamun.

"I..i.iya." Jawab leon dengan sedikit gugup.

"Bisa ikut saya sebentar. Ada yang ingin saya sampaikan terkait kondisi jian." Ujar dokter itu yang hanya diangguki leon. Mereka berdua lalu berjalan berdampingan ke ruangan pribadi doker tadi.

"Baik silakan duduk, sebelum itu perkenalkan nama saya dokter naldi." Dokter itu menyodorkan tangan kanannya, leonpun membalasnya.

"Ada apa ya dok?"

"Saya yakin kamu sudah tau bahwa kondisi jian tak bisa dikatakan membaik. Saat saya mengecek kondisinya tadi saya yakin sedang ada sesuatu yg ia tutupi." Jelas dokter tersebut.

"Maksudnya?"

"Jian itu orangnya tertutup. Kalau memang jian dekat dengan kamu, tolong ajak dia untuk bicara dan buat dia nyaman. Dia belum bisa banyak pikiran. Takutnya kondisi jian makin parah." Dokter bernama naldi itu bahkan lebih banyak tau dari pada dirinya.

"Emang itu berpengaruh ya?"

"Ya jelas dong. Kanker itu ngga sembarang penyakit. Lengah sedikit nyawa taruhannya." Leon langsung terdiam.

"Iya, saya bakal usahain." Jawab leon. lalu ia pun berpamitan dan kembali ke ruangan jian.

Adiknya tampak pucat dibanding kemarin. Tangan yg semakin mengecil, pipi yang juga semakin tirus. Banyak yang leon sudah lewati.

"Lemah."


































[TBC]

Astaga!! Maaf ya ngga up cepat. Sumpah ngga ada mood buat nulis yaampun😭😭 maaf.

Pokonya makasih sudah setia ama cerita aku, udah vote dan ngekomen💜💜😭 STAY HERE!!

MAKASIH BANYAAAAKK😘

Aku Disini Kak! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang