9

14.1K 1.5K 66
                                    


Happy reading everyone!!!🙋






Dokter kembali keluar dari ruangan itu. Leon yang menunggu di kursi tunggu pun langsung menghampiri pria berjas putih itu.

"Gimana? Dia baik baik ajakan?" Tanya leon.

"Syukur, jian sudah sadar. Tolong perhatikan keadaannya ya? Jangan buat dia kepikiran sesuatu dulu, oh ya buat sementara jian di ICU dulu, karena keadaanya belum pasti." Ujar dokter itu sambil tersenyum hangat pada leon.

"Hah...makasih dok." Leon menghela nafas lalu mengaggukkan kepalanya.

"Baik, kami permisi dulu." Dokter itu berlalu pergi diiringi perawat dibelakangnya.

"Eh..sus!" Panggil leon pada perawat yang ia bentak tadi.

"Iya. Ada apa?" Tanyanya.

"Mm...yang tadi..sorry." Ujarnya dengan gagap.

"Udah biasa kok mas, namanya panik. Gak pp." Jawab perawat itu sambil terkekeh melihat leon lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Tinggallah leon sendiri di lorong sepi itu. Ia masih ragu untuk menemui jian didalam. Ia putuskan untuk duduk saja dikursi yang ia tempati tadi. Namun tak lama kemudian, ia kembali berdiri.

"Gua kenapa sih?! Apa masuk aja kali ya? Itung-itung bisa tiduran didalem." Ujarnya sambil menggaruk tengkuknya.

Perlahan ia genggam gagang pintu itu lalu membukanya dengan pelan. Saat membukanya pertama kali, yang leon lihat adalah adiknya yang tengah tertidur lelap. Leon mendekat ke arah jian. Menatap tubuh sang adik yang semakin kurus.

"Lo ngga dikasih makan ya sama nih rumah sakit? Kurus banget." Ungkap leon dengan sedikit kesal.

Tepat setelah leon berkata begitu, mata indah itu akhirnya terbuka. Leon hanya diam, dan mempertahankan sikap dinginnya.

"Eungh...hah.." Jian mengedipkan matanya berkali kali dan menyesuaikan cahaya yang masuk.

Hingga pandangannya terhenti ke wajah yang selama ini ia rindukan. Leon. Lelaki itu masih menatapnya dengan tatapan yang menikam. Namun ia tau, bagaimana pun juga leon masih punya hubungan ikatan dengannya.

"Kak?" Panggilnya pada leon yang menatap jian jengah.

"Karena lo udah sadar, gua mau pulang. Bye." Ujar leon dengan sarkas lalu melangkahkan kakinya keluar.

"Kak?" Panggilnya.

"Apaan?!" Jawab leon dengan ketus.

Jian terdiam sejenak. Ia menatap iris mata tajam sang kakak. Benar benar tak ada kehangatan didalam sana.

"Apa jian harus ngga sadar dulu, supaya mau kakak nemenin jian disini?!"  Pertanyaan itu sontak membuat leon meringis perih mendengarnya.

"Jian ngga minta apa-apa kak...hiks..Jian cuma mau kakak.." Lirihnya dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya.

Leon membalikkan badannya menghadap sang adik. Menatap wajah yang penuh luka itu semakin membuat dirinya merasa bersalah karena tak bisa membahagiakan jian.
Perlahan ia dekati kembali sang adik. Tatapan itu kini tak sedingin tadi.

"Gua bakal nemenin lo, tapi buat malam ini aja."

Jian memalingkan wajahnya ke arah jendela. Ia tak menanggapi omongan leon. Ntah mengapa begitu menyakitkan ketika jian mendengar omong kosong sang kakak.

"Buat apa kakak nemenin jian kalau terpaksa?"

Leon menatap penuh tanya pada jian. Ia tak mengerti apa yanga adiknya ucapkan.

"Kalau kakak mau pergi, pergi aja. Tadi jian bercanda." Ujar jian bohong lalu memalingkan wajahnya dari leon.

"LO NGOMONG APAAN SIH HAH?! GUA UDAH BAIK LO MALAH KAYA BEGINI!" Bentakan itu akhirnya keluar juga dari mulut leon.

"Jian tanya satu hal sama kakak. Apa Kakak nyaman deket sama jian? Sama orang yg slalu nyusahin kakak, orang  yang bikin kakak malu? Nggakan kak?"

Perkataan itu menusuk hati leon. Ia sadar ia sudah terlalu jauh menyakiti hati jian. Di tambah lagi keadaan jian saat ini. Anak itu mungkin sedikit sensitiv.

"Gua punya tanggung jawab. Yang lo bilang itu semua bener. gua ngga nyaman deket sama orang lemah kaya lo, Tapi gimanapun juga, ada darah gua yang ngalir di darah lo." Ucap leon dengan serius.

Detik itu juga, jian menatap penuh haru ke sang kakak. Ini bahkan pertama kalinya semenjak ia sakit mendengar kata yang penuh makna dari leon.

"Sekarang lo percayakan? Gua bakal disini." Leon membawa langkahnya ke arah sofa yang ada disisi Ruangan ICU itu.

Jian masih tak bersuara. Namun matanya tetap memperhatikan leon yang menidurkan diri di atas sofa. Andai ia bisa melihat pemandangan ini lebih lama.

"Ngapain natap gua?! Mau nyuruh gua pergi lagi?!" Tanya leon pada jian yang terus menatapnya itu.

Jian menggelengkan kepala layaknya anak kecil. Mata sendu itu kini beralih menatap atap ruangan itu. Mencoba untuk tidur walau tak bisa. Mata itu lalu kembali menatap leon yang sudah tidur dengan tangan yang ia lipat diatas dada.

"Jian sayang kakak." Ujarnya sambil melirik leon.

Jian tak tau bila mata yang ia tatap kini belum masuk ke alam mimpi. Leon mendengar apa yang jian katakan, dan itu membuat hatinya menghangat.

"Jian bakal buktiin sama kakak, kalau jian itu kuat. Jian bakal sembuh." Ujarnya dengan tegas.

"Semoga aja."

























[TBC]

Makasih yang udah baca vote dan komen💜💜💜

Semoga suka ya!!! Seneng banget bisa nyenengin kalian lewat semua cerita yang aku buat.

Makasih banyak juga buat yang udah ucapin HBD buat aku💜💜 kalian terdebest pokoknya👍😘

MAKASIH BANYAAAAK💜😊

Aku Disini Kak! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang