S&M 9

201 22 0
                                    

Naava berjalan di lorong sekolah tanpa tenaga. Pikirannya sangat kacau. Membuatnya malas melakukan sesuatu ataupun mengerjakan sesuatu. Hingga pagitadi, Novi. Mamanya sudah mengomel karena ia yang malas. Di suruh ini itu lambat.

"Lo kenapa dah? Udah kayak mayat hidup aja." Ujar Vera. Saat Naava sampai di bangkunya.

Kemudian ia menidurkan kepalanya beralaskan kedua tangannya. "Lo mikirin masalah kemarin?" Naava tidak merespon. "Va, mikirin boleh. Tapi jangan berlebihan gini."

Vera masih tidak mendapat jawaban atau respon apapun. Membuat ia geleng-geleng kepala dengan sikap Naava.

Bel masuk sudah berbunyi. Bu Indy yang merupakan guru matematika masuk tepat setelah bel berbunyi. Benar-benar definisi disiplin yang sesungguhnya. Naava terpaksa mengangkat kepalanya. Berusaha sekuat tenaga agar matanya tetap terbuka selama jam pelaran.

"kita ulangan hari ini ya." Ucapan Bu Indy sontak membuat mata Naava terbuka lebar.

"Anjir. Kenapa ulangan mendadak sih?"

"Enggak ah, Va. Bu Indy kemarin lusa bilang kok kalau hari ini mau ulangan." Jelas Vera. Membuat Naava semakin merasa payah.

Kemarin dia memikirkan rasa bersalahnya pada Dimas dan Oji. Tadi pagi di omeli Mamanya. Sekarang, dia harus ulangan matematika tanpa persiapan. Cobaan apalagi tuhan?

Naava tidak siap. Benar-benar tidak siap dengan ulangan ini. Jangankan memperlajari materi, jadwal hari ini saja dia menyiapkannya mendadak tadi pagi. Sebisa mungkin Naava mengerjakannya. Entah itu benar atau salah, dibantu Vera dengan rumus awalnya juga.

Saat dikantin Naava semakin lemas. Bagaimana nanti hasil ulangannya? Bisa dia pastikan nilainya hancur. "Lo tunggu disini aja. Biar gue yang pesenin makan." Suruh Vera.

Naava mengangguk. Lalu Vera pergi ke arah penjual kantin. Vera kembali membawa dua mangkuk bakso dan diletakkan nya satu pada Naava. "Makan. Awas sampai lo gak mau makan juga."

Naava menghembuskan nafas kasar. Berapa orang lagi yang akan mengomelinya begini? Tuhan kenapa hari-hari ini berat sekali.

Vera berdecak melihat Naava hanya mengaduk mangkuk bakso tanpa memakannya. "Va, jujur ya gue gak suka liat lo yang kayak gini." Ujar Vera. "gue gak suka liat Naava yang seperti ini. Naava yang biasanya bar-bar. Naava yang suka ngatain gue. Naava yang suka jitak kepala gue. Tiba-tiba jadi pendiem gini gue gak suka. Lo boleh pikirin masalah lo. Tapi, jangan berlebihan kayak gini juga. Lo kayak orang hidup segan mati tak mau. Tau gak?" omel Vera. Membuat senyum Naava terbit sedikit. Hanya sedikit.

"makasih, Ver. Lo udah peduli sama gue. Tapi gue emang lagi gak mood ngapa-ngapain"

"tapi hasilnya apa? Masalah lo selesai dengan cara ini? Lo bisa dapat jawaban dengan cara ini? Enggak. Yang ada itu merugikan diri lo sendiri." Vera sudah kepalang emosi melihat sikap Naava seperti ini.

Naava menunduk dalam. "maaf, Ver"

"ngapain minta maaf?" Naava mengangkat pandang nya. "ngapain lo minta maaf ke gue? Minta maaf ke diri lo sendiri. Karena lo udah sakitin batin lo sendiri." Sarkas nya.

Vera ini memang asalnya ceroboh, lola, dan konyol. Tapi jangan remehkan dia kalau sudah begini.

Naava menarik nafasnya dalam-dalam. Satu senyumnya terbit. "Iya. Naava maafin diri sendiri ya? Jangan sakiti batin sendiri. Kita cari jalan keluarnya dengan otak dan hati. Hati kalau lelah gapapa nangis, tapi cepat selesai. Karena otak juga harus berfikir banyak hal, termasuk pelajaran. Kalau waktu dihabiskan untuk menangis. Kapan kita berfikir logis?" ucap Naava pada dirinya sendiri.

Vera geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya. "gitu kan, Ver?"

"terserah lo."

🕊️🕊️🕊️

Perjodohan (S&M) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang