Yuhuuuuu extra part nihhh!!!!! Semoga kalian suka ya😇
HAPPY READING!!!
Sayup-sayup suara adzan shubuh terdengar menyapa telinga Naava membuat perlahan matanya terbuka hingga menampakkan dada bidang seorang pria yang terbalut piyama tidur biru tua nya. Siapa lagi kalau bukan suaminya sendiri-Dimas Samudra.
Naava sedikit mendongak, terlihat rahang tegas suaminya dari bawah sini yang membuat kesan gentle semakin melekat pada seorang Dimas.
Ya, semenjak menjadi istri Dimas dua bulan terakhir ini pemandangan seperti inilah yang Naava lihat setiap bangun dan hendak tidur. Dimas tidak pernah ingin melepas Naava dari pelukannya selama tidur, jadi ya beginilah.
Naava mencoba membangunkan Dimas untuk sholat shubuh. "Dimas..."
Suaminya itu masih diam.
"Dimas bangun..."
Sekarang lelaki itu hanya menggumam.
Naava mulai sebal sekarang. Ada hal lain lagi yang Naava tahu semenjak jadi istri Dimas. Lelaki ini sangat susah dibangunkan. "Dimas ih! Bangun."
"Ngapain sih sayang..." lelaki itu malah semakin mengeratkan pelukannya pada Naava. Sementara Naava mencoba melepaskan diri dari tangan kekar itu.
"Kok ngapain? Ya sholat shubuh lah! Ayo."
Pelukan Dimas melonggar dan Naava langsung melepaskan diri dari lelaki itu. Tapi lagi-lagi Dimas memegang tangannya dan bergelayut manja.
"kiss dulu tapi..."
Naava mencebikkan bibirnya. Dimas ini ada-ada saja! Mau sholat saja masih minta yang aneh-aneh. Tapi Naava tidak akan menurutinya sekarang.
"Gak ah, ayo bangun!" Naava menghentakkan tangan Dimas.
"Kalau gitu kiss nya habis sholat ya..." Dimas masih terus merengek pada istrinya.
"Nggak! Gak boleh tau menggantungkan niat sholat ke hal yang lain."
Dimas mendengus. Sudah kalah debat dengan istirnya sekarang. "Yaudah, kamu wudhu dulu sana. Nanti aku nyusul,"
Setelah Naava selesai wudhu giliran Dimas yang wudhu. Sementara Naava sibuk memakai mukenanya Dimas sudah keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan air wudhu yang sesekali menetes dari dagunya.
Seketika Naava menyadari betapa tampan suaminya ini. Ia mengelus perutnya sambil berbicara dalam hati. "Kalau kamu cowok, semoga kamu nanti tumbuh seperti Ayah kamu,"
"Gantengnya imam ku,"
"Baru sadar kalau ada imam seganteng aku?"
🕊️🕊️🕊️
Setelah sholat shubuh Dimas langsung merebahkan tubuhnya lagi di kasur dengan masih menggunakan bawahan kain sarung. Sementara Naava yang melipat mukena sudah greget sendiri.
Tanpa aba-aba Dimas menarik Naava, tapi segera di tepis olehnya. "Mau ngapain?"
"Mau rebahan disini sama kamu,"
"Gak bisa, emangnya kamu gak kerja?"
"Ngapain kerja? Kan hari minggu,"
Oh iya, Naava lupa kalau sekarang sudah hari minggu.
"Meski ini hari minggu tetap aja gak boleh malas-malasan. Apalagi aku, masih harus masak buat kita, bersihin rumah, nyuci, nyiram tanaman, masih banyak Dimas tugasku. Dan itu gak libur meski hari minggu." Oceh Naava panjang lebar.
"Makanya, biar pekerjaan kamu gak terlalu banyak kamu cari pembantu aja. Nanti biar kamu bisa nyantai-nyantai sama aku,"
"Nggak Dimas, aku masih bisa handle ini semua. Aku mau jadi istri yang serba bisa,"
Ini sudah berulang kali mereka bahas. Dimas menyuruh Naava untuk mencari pembantu saja supaya tidak terlalu kerepotan. Tapi gadis itu menolak dan memilih mengerjakannya sendiri.
Sekarang yang bisa Dimas lakukan hanya satu, membantu Naava dalam pekerjaannya. Setidaknya di hari minggu Dimas bisa meringankan beban istrinya ini meski sedikit.
"Yaudah, aku bantuin aja ya. Aku siram tanaman di luar," ujar Dimas dan dibalas anggukan Naava.
🕊️🕊️🕊️
Naava baru selesai mandi. Dan saat keluar ia bisa melihat suaminya yang sedang menyisir rambut di depan cermin.
Dalam genggaman tangan Naava ada sebuah benda yang sudah beberapa hari ini ia simpan. Ingin menunjukkan pada Dimas tapi mencoba mencari waktu yang tepat.
Mungkin sekarang waktunya untuk Dimas tahu. Naava perlahan berjalan mendekat pada Dimas, ia menggigit bibir bawahnya karena merasa gugup. Entah bagaimana respon suaminya nanti.
Naava sudah berdiri tepat dibelakang Dimas. Dan ia juga yakin kalau suaminya itu bisa melihatnya dengan jelas dari pantulan cermin.
"Jangan berbalik!" cegah Naava saat berhasil menangkap aba-aba kalau lelaki ini akan membalikkan tubuhnya.
"Kenapa sayang?"
"T-tutup mata kamu,"
"Buat apa?"
"Tutup aja!!"
"Iya iya," Dimas pun akhirnya menuruti. Daripada kena sembur Naava lagi pagi-pagi.
Kalau dihitung-hitung sudah berapa kali istrinya ini mengomelinya pagi ini?
"Buka mata kamu,"
Perlahan Dimas membuka matanya, perlahan ia melihat sebuah benda panjang di depan matanya. Ia seperti mengenali benda itu tapi ia ragu. Saat pandangannya sudah lebih jelas Dimas bisa melihat sebuah testpack didepan matanya dan... ada dua garis disana.
Dimas meneguk ludahnya kasar, perasaannya campur aduk, antara senang, terharu dan tidak menyangka. Apakah ini sungguhan?
Dengan gerakan cepat Dimas membalikkan badannya sehingga berhadapan dengan istrinya yang nampak sudah malu dengan wajah memerah.
Sejujurnya Dimas tidak bisa berkat-kata lagi. Ia sudah terlalu bahagia dengan kabar ini. Tapi kurang afdhal kalau belum mendengar langsung dari istrinya sendiri.
Dimas menangkup wajah istrinya dengan kedua telapak tangannya. "Apakah ini benar?" tanya Dimas dengan suara yang begitu lembut bahkan melirih.
Perlahan namun pasti Naava mengangguk.
Setelahnya Dimas langsung memeluk istirnya sambil mengucap syukur sebanyak-banyaknya. Tidak segan pula ia menciumi puncak kepala Naava saking bahagianya, bahkan tanpa sadar pula air matanya bisa menetes. Bukan air mata sedih, tapi air mata kebahagiaannya.
🕊️🕊️🕊️
Kira-kira kalau nanti S&M ini ada sequel nya kalian setuju gak?
Pastinya cerita tentang anaknya Naava dan Dimas nanti.
Kalau mau insyaallah aku buatkan dan aku atur alurnya mau yang bagaimana.😁
![](https://img.wattpad.com/cover/236004284-288-k777189.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan (S&M) END
Roman pour AdolescentsSaat luas nya kesabaran Samudra menerima keegoisan Maheswari yang menolak perjodohan mereka. Siapa yang akan menang, luasnya kesabaran Samudra atau tingginya keegoisan Maheswari? Aku mengajak kalian menjadi saksi, bagaimana kisah ini terjadi. Naava...