÷
Pukul 12 malam di korea terkadang masih menjadi jam bekerja para manusia berambisi. Namun tak bisa dihindari, sebagian besar penduduk tetap menganggap tengah malam sebagai waktu istirahat mereka.
Kesempatan kali ini, Joy memutuskan untuk menurunkan target lantas berjalan memasuki rumah dengan perasaan sedikit ragu.
Hatinya seketika mencelos di detik Ia memasuko kamar Irene dan mendapati wanita tersebut terbaring menghadap jendela; menunggungi pintu. Tubuh kecilnya tampak lebih kurus dari yang terakhir Ia lihat beberapa hari lalu.
Mengingat niatnya sejak awal adalah untuk memperbaiki hubungan, Joy lalu perlahan meletakkan tas serta mantelnya di sofa sudut ruangan lantas memposisikan diri dibelakang Irene. Tidak terlalu jauh namun juga tak terlalu dekat. Joy hanya berbaring disana mengamati punggung Irene dengan tatapan sendu; menyesal.
Atau mungkin Ia menunggu seluruh pertahanannya hancur sepenuhnya lebih dulu sebab ketika Ia merasa memperhatikan diam - diam tidak lagi cukup, Joy mulai bergeser lantas melingkarkan tangan di perut Irene secara begitu pelan dan lembut, takut membangungkan wanita yang cintai selama bertahan - tahun itu.
Tapi tak ada yang menyayangka. Bahkan Joy pun tidak mengira, bila Irene ternyata masih total sadar kemudian detik demi detik berlalu, Irene mulai menggerakkan lengan untuk mengusap punggung tangan Joy yang ada di perutnya.
"Sudah pulang?"
Sesaat membiarkan keheningan malam yang menjawab pertanyaan Irene, Joy malah mendorong wajahnya agar tenggelam lebih dalam di tengkuk sang istri.
"Maaf aku berbohong."
Rasa pesimis Joy nan terus–menerus menyuntikkan bayangan Irene yang tak bisa memaafkannya, mendadak bertumbuh semakin besar kala Ia merasa usapan jari Irene berhenti.
Keduanya kini malah mengijinkan diri mereka sendiri semakin masuk dalam pikiran masing - masing; bimbang akan langkah apa nan harus mereka ambil selanjutnya. Takut jika segala pilihan hanya akan membawa mereka ke memori buruk nan pernah meregangkan mereka.
Tapi Irene sepertinya sudah selesai dengan pergulatan batin.
Masa bodoh dengan masalah - masalah yang ada. Saat ini Ia hanya perlu —ingin memeluk Joy seperti biasanya. Tertawa dan menghabiskan waktu secara romantis layaknya pasangan baru.
Maka tanpa pikir panjang, Irene mengangkat tangan Joy kemudian memutar tubuh agar bisa berhadapan seutuhnya dengan wanita semampai tersebut.
"Maaf aku sempat meragukanmu, Soo."
Dan kejadian selanjutnya sama sekali tak terpikirkan sebelumnya. Sementara Joy mulai tersedu - sedu, Irene malah tertawa melihat istrinya bertingkah layaknya balita kehilangan mainan.
"Yah~ kenapa menangis?"
"Ri —rindu."
Gelak tawa Irene makin pecah menyaksikan fenomena langka dimana Joy sampai tersengal nafasnya sendiri akibat isakan nan jarang sekali Irene lihat.
"Ahahaha, sudah, jangan menangis. Aku juga merindukanmu, babe."
Ditutup dengan ciuman seperti biasa, leher Irene berakhir menjadi tempat wajah Joy menyembunyikan penampilan kacaunya.
÷
Regards
- C