Yang ini lumayan explicit + panjang (banget) momennya. Hampir 2000an words isinya begitu semua. Kalo ada yang nggak nyaman bacanya, aku saranin di lewatin sekalian aja. 😌😌✊🏼
Oh iya, sekedar peringatan sebelum baca aja, aku bikin alur di part ini lambat banget biar kalian frustasi + greget bacanya. 😌😌✊🏼✊🏼
~🐇🐥~
Senyuman lebar tak pernah meninggalkan wajah Joy barang sedetikpun saat otaknya terus memutar kejadian sore tadi dimana setelah Ia dan Irene berbaikan, istrinya itu langsung menciumnya amat dalam sebagai upaya menyampaikan rasa bersalah. Lantas berakhir menjadi hasrat tak tertahankan nan mengharuskan mereka menyeret tubuh ke mobil yang Irene bawa sendiri karena tak ingin tertangkap basah, mengingat break room bukan hanya milik Joy seorang.
Kemudian di waktu Joy mendorong papan abu - abu familiar, Ia tidak mengira akan melihat Irene berada dibalik counter dapur, sibuk dengan sayuran - sayuran tergeletak di depannya. Meman Joy secara tdak langsung menyuruh Irene kembali pulang ke apartemen di akhir kegiatan panas mereka sebelumnya, tapi tetap saja Ia tak menduga bila sang istri akan benar - benar mengambil langkah balik secepat ini.
Tak ingin menyia - nyiakan kesempatan, Joy mengedap masuk untuk mengarah ke tubuh kecil nan sedang membelakangi pintu utama. Didekapnya langsung pinggang Irene, menjadikan tubuh mungil tersebut sedikit melonjak terkejut.
"Hai, sudah pulang?"
"Mm–hmm.."
Masih ingat akan janjinya beberapa jam lalu, Joy tak merasa ragu untuk cepat menciumi sisi kepala Irene. Seiring kecupan - kecupan singkat semakin turun hingga mencapai daun telinga nan mencuat dari balik surai hitam nan harum, Joy juga mulai menggunakan tangannya untuk ditelusupkan ke balik kaus hitam yang dikenakan istrinya; mengusap kulit halus perut yang tersembunyi dibaliknya.
"Soo, aku sedang memasak. Berbahaya. Lagipula, apa kau tidak lapar, hmm?"
Mencengkeram dua pergelangan Joy memang cukup berhasil menjeda usapan telapak Joy diatas perutnya, namun tidak cukup kuat untuk menghentikan gigitan ringan di telinga kanannya.
"Seharusnya kau tidak usah memasak, sayang. Aku punya menu lain yang ingin ku makan."
"Apa maksud—Sooyoung!!"
Irene tidak bodoh. Tentu Ia tahu maksudnya. Hanya saja Ia butuh pengalihan supaya istri jangkungnya bisa benar - benar mengisi perutnya lebih dahulu daripada mementingkan nafsu.
Nyatanya rencana dalam kepala Irene gagal total bahkan sebelum Ia mencoba, karena Joy tiba - tiba tak tahan lagi sehingga cepat - cepat mematikan kompor di depan Irene disusul mengangkat paha bawah Irene untuk didudukkan disebuah sela kosong sebelah kiri wastafel. Itu belum ada apa - apanya dibanding bibir tebal Joy nan menghujani rahang serta lehernya dibantu oleh dua tangan yang telah menarik paksa kaus Irene sampai pundak kirinya terpajang bebas.
"Ugh... Soo, pelan - pelan. J–joon ada di kamar."
"Wait, aku kira dia masih bersama eommoni."
Seketika Joy menarik kembali wajahnya hanya demi menatap wajah memerah Irene menggunakan sorot kebingungan.
"Sooyoung, percayalah. Aku ingin melakukan ini sebanyak kau menginginkannya. Tapi beberapa hari terakhir aku merasa terlalu jauh dengan Joon saat kita menghabiskan waktu berdua saja. Maaf, aku—"
Cup.
"Aku mengerti, okay? Jadi bisakah kau berhenti meminta maaf dan kita lanjutkan saja?"