36. Dikuasai Gengsi

10.5K 978 431
                                    

tinggalkan jejak dan ramaikan commentnya yukk 🌟💙

***

Harusnya jam olahraga di kelas XI IPA 1 berada pada hari kamis. Tapi karena ada pertukaran pelajaran yang entah apa penyebabnya untuk minggu ini ditukar menjadi hari senin. Sekarang sudah jamnya tiba, suasana kelas memekik kegirangan seketika.

Emang ya rata-rata orang menyukai pelajaran olahraga, karena satu-satunya pelajaran terwenak dan gak bikin bosen. Apalagi kalo gurunya santuy parah.

Echa dan Hana bergegas menuju ruang ganti untuk mengganti bajunya. Echa menggulung celananya sekitar dua lipatan karena terlalu panjang sedangkan Hana melipat lengan bajunya. Setalah selesai Echa mencepol rambut coklat panjangnya dan menyisakan beberapa helaian anak rambut yang tidak dapat diikat, sama halnya dengan Hana. Mereka terlihat sederhana tapi tetap cantik.

"Hana kayaknya lagi seneng nih. Dari tadi senyam-senyum." ujar Echa sembari berjalan menuju kelas untuk menaruh segaramnya.

"Jelas dong. Bersyukur banget gue pelajaran olahraga dituker jadi bareng kelasnya kak Jovan." gadis itu terkekeh senang sendiri. Membayangkan wajah tampan Jovan membuatnya hampir gila.

Echa mencibir, sahabatnya sekarang sudah lebih dari kata bucin akut melebihi dirinya. "Eh kita olahraga bareng kelasnya kak Jovan? Berarti ada kak Gio juga dong?!" tanyanya ngegas.

Kekehan Hana langsung pudar. Menepuk keningnya sendiri dengan pelan merasa geram, "Ya iyalah pinter!" melihat Echa yang malah terdiam ia kembali angkat suara. "Lo seneng juga dong harusnya. Secara mau liat doi. Nanti dia keringetan, ngucur lewat rahang terus kita elapin. Anjir lah!!" Hana mengumpat seraya menerawang.

Echa meringis mendengar ucapan Hana. Bagaimana mau senang jika hubungan dirinya dengan Gio bisa dikatakan kurang baik. Sepertinya laki-laki itu benar-benar marah dengannya. Biasanya sesibuk apapun Gio sebelum tidur selalu menyempatkan memberinya pesan sedekar mengucapkan selamat tidur ataupun berkata jangan tidur terlalu malam. Tapi nyatanya semalam nihil, tak ada pesan apapun darinya.

"Sebenernya kak Gio lagi marah sama Echa." cicitnya kecil tapi mampu Hana dengar dengan jelas.

"Gimana bisa? Setau gue kak Gio bucin banget sama lo." kata Hana.

Echa menggaruk tenguknya yang tak gatal. Kemudian sambil berjalan kearah lapangan gadis itu menceritakan semuanya. Mulai dari dirinya jogging tak sengaja bertemu dengan Devin sampai Gio dan Zahra kebetulan juga berada di satu tempat yang sama dan menghampirinya.

"Ya menurut gue si kalian sama-sama salah, di tambah situasinya yang gak tepat. Kak Gio gak tau kan kalo lo cuma gak sengaja ketemu sama si Devin itu. Begitu pun sebaliknya, lo gak tau kan sebenernya kak Gio sama Zahra itu emang jogging bareng apa sekedar ketemu kayak lo?" cerocos Hana panjang lebar sambil merangkul Echa. Gini ya enaknya punya sahabat yang lebih pendek dari kita, gampang buat dirangkul.

Echa mengangguk ada benarnya juga. "Tapi kak Gio jawab hm pas ditanya jogging bareng sama kak Zahra. Berarti harusnya Echa dong yang marah?"

"Sekarang gue tanya emang lo bisa marah?" kekeh Hana mengalun dengan nada ejekan. Pasalnya dia tau hati Echa yang selembut kain surta itu tidak dapat membuatnya marah pada orang. Bahkan kepada orang yang pernah menyakitinya sekali pun.

"Y—ya bisa lah!" jawab nya setelah terdiam beberapa detik karena termenung memikirkan.

"Jawaban lo aja gak yakin gitu. Udah deh gak usah sok marah, nanti kangen ujung-ujungnya mewek sama gue."

Echa bergelayut manja pada Hana dengan kepala yang menyender di bahunya sambil merengek, "Ih Hana terus Echa harus gimana?" Hana mendengus seraya memutar bola matanya malas. "Yaudah nanti samperin. Lo jelasin semuanya biar kak Gio gak salah paham." sarannya.

Erlangga [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang