03

142 26 10
                                    

Katanya, orang yang terlalu banyak berpikir cenderung lelah lebih cepat. Hari ini rumor itu terbukti. Setidaknya untuk Caitlin.

Poninya terpotong terlalu pendek semalam. Sial sekali. Saran dari Katy seharusnya tidak ia dengarkan. Potong rambut sendiri adalah kunci untuk membuka gerbang mimpi buruk.

Sudah nyaris setengah jam Caitlin memandangi pantulan tubuhnya di cermin. Terlalu serius ia meneliti letak poninya yang terlalu ke atas. Sepersekon kemudian ia berteriak tertahan, frustasi sekali.

Gadis berwajah dingin itu pasti sudah menendang manifestasi lain dirinya saat itu juga kalau ia tidak ingat kuliah pagi menanti. Selama beberapa detik mematung, nge-hang sebentar, Caitlin tersadar ia akan telat masuk kelas lima menit lagi.

Dengan tergesa ia memakai sepatunya sembari mengestimasi waktu yang diperlukan untuk sampai kelas kalau ia berjalan seperti biasanya.

Sepuluh menit.

Caitlin mendesah sebal. Dirinya harus lari, dari sekarang juga. Dengan kesadaran itu, Caitlin membuka pintu kamar kosnya agak kencang, mengeluarkan dirinya dari sana, kemudian mengunci kembali pintu itu--dengan tergesa tapi harus teliti.

Caitlin berlari menuruni tangga darurat--lift kosannya sedang direnovasi. Napasnya terengah sampai lantai dasar. Ia memacu tubuhnya agar bergerak lebih kencang. Halte bus dekat kampusnya tidak terlalu jauh--kecuali kalau terlambat dan harus berpindah ke halte yang lain.

Nyatanya, Caitlin di ambang terlambat. Ia hampir saja terpeleset genangan air di lantai halte kalau saja tidak ada yang menyangga tubuhnya. Klise memang, tapi percayalah. Seseorang itu bukannya menyangga tapi menahan lengannya--nyaris terasa seperti menarik tubuhnya ke belakang dengan paksa.

"Hati-hati, Mbak," ujar seseorang membuat Caitlin malu sekali.

"Maaf, Kak," Caitlin sesegera mungkin meminta maaf. Pun padahal dia jatuh juga tidak masalah, bukan urusan manusia satu itu. Tapi Jaket BEM membuat Caitlin ciut. Caitlin kenal sekali dengan jaket ini. Jaket Ketua BEM... fakultasnya.

Maksud hati ingin merasa biasa saja dengan Ketua BEM tadi, kelihatannya mantannya punya kontribusi banyak untuk membuatnya merasa canggung dengan pengurus inti BEM, padahal yang lalu sudah tidak semuanya bertugas.

Busnya datang, menyapa beberapa helai daun yang berserakan, menerbangkannya ke mana-mana. Gadis bersepatu converse kuning yang sepertinya lupa dengan eksistensi poninya itu melangkahkan kaki menaiki bus seraya berusaha sekuat mungkin tidak menoleh ke Ketua BEM fakultasnya tadi.

Ada lagu terdengar. Lantunan milik Dewa yang paling terkenal, Pupus.

Apes banget lagunya...

Merutuk lagi Caitlin. Dari kemarin perasannya jelek. Mood-nya apalagi. Pikirannya berjejalan tugas, uang bulanan, tiket open concert pianis favoritnya, manajemen waktunya, hingga kompetisi piano yang akan dia ikuti tiga minggu lagi.

Ah, ruwet banget. Belum lagi poni gu--

Caitlin melongo. Ia berpaling ke arah kaca jendela, menelaah pantulannya.

ARGH MALU BANGET... Ketua BEM pasti lihat. AAAAAAAAAAAAA BUNDAAA

Gadis berponi tidak rata itu diam-diam melirik ke penjuru yang diyakini tempat Si Sosok-Paling-Ia-Hindari-Saat-Ini berada. Ia menangkap seseorang itu sedang duduk diam--mungkin tertidur. Di situlah Caitlin menyadari sesuatu.

Gile, ganteng bener...

***

Seharian ini Caitlin bertengkar dengan Katy. Adu argumen antara keduanya sudah di mulai sejak mereka berdua duduk di selasar setelah jam pertama mereka--kebetulan mereka dapat kelas yang sama--selesai. Dan masih berlanjut bahkan setelah mereka sampai di kantin.

retreatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang