"Hidup udah susah, gak usah buru-buru,"
Untaian kata dari leader Harienam itu terngiang-ngiang di benak Caitlin. Menyadari dengan sangat bahwa dirinya berada di dalam lintasan tanpa akhir dan tanpa penerangan, memaksanya bergerak terus ke depan tanpa tahu apa yang ada di depannya. Semua orang berlari, padahal nyatanya hidup bukanlah ajang siapa yang tercepat melalui garis akhir. Toh, tidak ada garis akhirnya.
Mikir apa gue...
"Kak Alin, ini gimana? Gak paham,"
Caitlin menoleh. Ia dapat melihat bocah laki-laki berumur sekitar sembilan tahunan.
"Oh, ini dipasang-pasangin aja antara barangnya sama nama barangnya," jawab Caitlin.
"Digaris?"
"Garis boleh, ditulis angka juga boleh. Terserah kamu,"
Bocah cilik itu mengangguk. Gemas deh.
Ketika Caitlin sedang mengecek ponselnya, seseorang bertubuh mungil tiba-tiba duduk di pangkuannya.
"Mbak Aliiiiiiiiin," ucapnya sambil ikut memandangi ponselnya. Caitlin otomatis melingkarkan lengannya ke perut anak kecil itu.
"Shafaaa gemes banget anak siapa sih kamuuuuuu?"
"Bu Jamilah sama Pak Liyantoo," jawab bocah cadel itu.
Caitlin menggelitiki Shafa membuat gadis kecil itu terkikik geli. "Kalau ketemu Bapak sama Ibu, bilang apa?"
"Ai...lopyu," jawab Shafa.
Gemes banget :(
"Artinya apah?"
"Aku... apa ya?" jawab Shafa kebingungan. "Gak tau,"
Saat dilihatnya Shafa mulai ngambek, Caitlin menggelitiknya lagi. Bocah itu terkikik.
Caitlin mengelus rambut keriting Shafa. Dalam hatinya ia ingin sekali mempunyai adik seperti Shafa. Caitlin merasa Shafa mirip dengannya di satu dan beberapa hal. Salah satunya adalah kecengengan mereka yang terpendam.
Bodoamat gue mikir apa..
Tiba-tiba Caitlin merasakan tubuhnya didorong. Ramai di belakangnya membuatnya tergelak.
"Jangan keras-keras dong dorongnya!" protes Caitlin setelah tawanya reda. "Kalian udah selesai?"
"Udah dong!!!"
Caitlin terbahak. "Santai ngab,"
"Udah selesai. Udah selesai. Udah selesai!"
Anak-anak kecil itu menyodorkan kertas-kertas lembar kerja mereka.
Caitlin tersenyum sabar. "Dikumpul ke siapa kalau udah?"
"Kak Dian!"
"Ya udah kenapa kalian ke aku?"
"Yok balik baliiiiik,"
Caitlin kembali memusatkan fokusnya ke Shafa yang sedang memainkan pita baju hitam Caitlin. Gadis dengan air muka tenang itu menghentikan tangan cilik milik Shafa.
"Ampun, nanti lepas bajuku,"
"Gapapa!"
"Eh, ampun, ampun. Mainan ini aja," Caitlin menyodorkan jepit poninya.
"Gak tuka item," ujar Shafa.
"Nih yang biru,"
Satu entitas manusia sekonyong-konyong memeluk lehernya--headlock. Duh ini pasti kerjaan Yuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
retreat
Fanfictionft. christopher chandra bayuaji ───── "hierarki tertinggi dari move on itu bukan ketika lo berhasil melupakan, tapi ketika lo bisa memperlakukan dia sama seperti lo memperlakukan orang lain--entah itu as strangers atau as your friend. ya, intinya lo...