dua hari apdet berturut-turut di weekdays itu menantang maut sekali. g jg si y...
happy reading anyway!
***
Mesin ATM di dekat ruang tiga A perpustakaan kampus rusak. Caitlin mengernyit jengkel. Ia terlanjur berjalan jauh dari tempat ia duduk tadi ke deretan tempat penarikan uang ini dan rusak. Pilihan terakhirnya adalah ia harus turun ke lantai dasar perpustakaan besar ini. Hah, rasa malas menyergap kakinya.
Oke. Daripada diteror terus sama Ketua BEM.
Caitlin menggaruk dahinya yang tidak gatal. Menyentuh poninya, ia jadi teringat kata-kata manusia yang terlihat bule itu.
"Poni lo lucu. Gak usah malu,"
Caitlin mengacak poninya pelan. Ia berjalan menuruni tangga spiral sembari memikirkan hal tidak penting itu.
Dasar poni sialan. Bikin jantung deg-degan aja lo, ponii, poniii
Sesampainya Caitlin di ruang berisi deretan mesin ATM, ia segera menyelesaikan urusannya. Sebelum dirinya tenggelam di alam imajinya, pikir Caitlin sebal.
Ketika mesinnya mengeluarkan uangnya, ia cepat-cepat mengambil uang dan kartunya. Caitlin berjalan cepat keluar dari ruangan itu, terkesan buru-buru. Padahal ia hanya ingin membakar semua ingatan bodoh yang membuat pipinya memerah. Derita manusia baperan, rutuk Caitlin dalam hati.
"Cantik-cantik lemot lo,"
"Apasih?!" bentak Caitlin pelan. Beberapa orang menoleh sehingga Caitlin menunduk sedikit meminta maaf. Ah, ia harus segera pergi dari sini.
Malu banget...
***
Waktu Indonesia Barat sudah hampir menemui tengah malam--tepatnya pukul sebelas lebih lima belas, namun Caitlin masih sibuk belajar di ruang sekat perpustakaan. Katakanlah dia manusia rajin, yah, mungkin benar. Tapi karena besok UTS dimulai, persentase rajin belajarnya meningkat tiga ratus persen. Sistem kebut semalam adalah tradisi di sini.
Caitlin agak terdistraksi sedikit ketika harus melihat ke salinan catatan mata kuliah Ekonomi Internasional milik... yah, siapa lagi? Tokoh utama kesedihan Caitlin belakangan ini, mantan pacarnya.
Gadis yang duduk menghadap papan tulis putih itu menggeleng kuat. Cukup kuat hingga jepit rambutnya terlepas dan rambutnya yang terikat asal-asalan beberapa meloloskan diri dari ikatannya.
Ayo Caitlin, fokus. Ini cuma catatan. Ambil positifnya, ambil positifnya.
Ponsel bercasing hitam bergambar bunga aster milik Caitlin berdering nyaring. Untung saja ruang sekat ini bentuknya seperti wartel sehingga entitas-entitas di sampingnya, ia harap, tidak terganggu. Gadis berhoodie hitam itu mengangkatnya cepat-cepat tanpa memperhatikan siapa peneleponnya.
Katy.
Caitlin mendengar suara Katy terisak. Kaki gadis itu mengarahkan dirinya ke teras perpustakaan--berusaha agar tidak membuat kebisingan dengan suaranya bertelepon.
"Cepetan ke sini. Gue diteror sama stalker lo yang dulu. Dia kayaknya udah denger lo putus," Katy bercerita panik. "Plis, Lin. Plis. Pulang. Gue takut dia apa-apain lo lagi kayak tahun lalu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
retreat
Fanfictionft. christopher chandra bayuaji ───── "hierarki tertinggi dari move on itu bukan ketika lo berhasil melupakan, tapi ketika lo bisa memperlakukan dia sama seperti lo memperlakukan orang lain--entah itu as strangers atau as your friend. ya, intinya lo...