"Gue punya ide ...."
Lala menjelaskan semua ide yang ada di kepalanya. Gadis itu berkicau sambil menggerakan tangannya ke sana ke sini. Sedangkan Nada mengorek-ngorek telinganya, mencoba mencerna semua penjelasan dari temannya itu.
Ia menggeleng, tak mau menuruti saran dari Lala yang terdengar absrud. "Ide apaan itu? Nggak ah," tolak Nada.
Lala mendecak sebal. Sarannya kali ini tidak didengar oleh Nada. Padahal, ia yakin sarannya itu akan berhasil.
Namun, jika dipikir-pikir, saran dari Lala lumayan bagus juga. Mungkin ia akan menimbang-nimbangnya terlebih dahulu.
"Serius, lo ngasih saran kayak gitu ke gue?" tanyanya masih tak yakin. "Gak ada yang lain lagi?"
"Nggak ada. Tenang aja, Nad. Gue pasti bantuin lo, kok." Lala mengedipkan sebelah matanya.
Akhirnya ia mengangguk. Pasrah dengan saran yang diberikan Lala. Mungkin, besok ia akan mempraktikkannya langsung.
***
Tidak biasanya ia bangun pagi seperti ini. Matanya yang masih mengantuk dipaksakan melotot. Ia turun dari ranjang, berjalan sambil sempoyongan. Mandi terlebih dahulu, kemudian menjalankan aksinya.
Awalnya ia menyerah, namun setelah satu jam berkutat dengan saran yang diberikan Lala, akhirnya ia melihat hasilnya yang lumayan bagus juga. Ia terkikik geli melihat wajahnya dari cermin. Tinggal satu polesan lagi, dan ... selesai. Ia pun menyambar tasnya untuk segera berangkat ke sekolah.
Baru saja sampai di koridor, semua tatapan mata mengarah padanya. Nada terheran-heran. Ia berlari kecil menghiraukan orang-orang, lalu segera masuk ke kelasnya.
Ruangan kelas yang tadinya bising mendadak sunyi saat gadis itu datang. Nada semakin gugup dibuatnya. Lalu, ia duduk di kursinya. Bertanya-tanya dalam pikirannya, apa yang sedang mereka lihat dari dirinya.
Lala yang ada di sampingnya menganga. Menatap Nada dari ujung kaki sampai ujung rambut. Gadis itu tampil beda hari ini, lucu dan ... menggemaskan.
Nada berbisik pada Lala, "Mereka kenapa, La?"
Lala terhenyak, menjawab pertanyaan Nada dengan gugup. "L-lo ...."
"Nad, lo pake bando?" sela Jane memotong pembicaraan Lala. Gadis itu mencoba menahan tawanya.
Nada mengangguk heran. "Emang kenapa?"
"Ya ampun, Nad. Lo itu gak cocok pake bando." Tawa Jane pecah seketika. Diikuti teman-teman yang lainnya.
Wajah Nada memerah menahan malu. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, lalu berlari pergi dari kelas itu.
Ia menatap bayangannya di cermin. Semua make up yang ia pakai dihapus dengan seketika. Bando yang ia pakai pun dipatahkannya dengan mudah.
Sia-sia ia berpenampilan seperti ini hanya untuk menuruti tantangan dari Jane. Mendekati Reland agar bisa mendapatkan hatinya. Tapi, itu percuma saja. Mulai sekarang, ia akan menyerah. Masa bodoh dengan tantangan itu.
Di luar sana, ia bisa mendengar suara Rean memanggil-manggilnya. Namun, tak ia hiraukan.
Beberapa menit berada di dalam sana, akhirnya ia keluar sambil mengusap air mata yang masih tersisa di pipinya. Rean menghampiri Nada, mengajaknya duduk terlebih dahulu di kursi yang tak jauh dari sana.
"Kamu gak-papa?" tanya Rean pelan.
"Gak-papa, Re." Nada tersenyum kecil.
"Dengerin aku." Rean membelai wajah Nada. "Jangan dengerin kata-kata mereka, ya? Abaikan aja, Na. Karena ... kamu cantik apa adanya."