Nada tertunduk lemas di samping Rean. Cowok itu sedang terbaring lemas, keadaannya masih kritis. Nada senantiasa menjaga Rean setiap hari.
Ia terus memperhatikan Rean yang masih memejamkan matanya. Gadis itu memegang tangan Rean sambil terus berbisik, mengucapkan doa meminta supaya Rean cepat membuka matanya dan kembali sembuh seperti semula.
"Kapan lo sadar, Re? Inget, lo bilang apa sama gue? Lo gak akan ninggalin gue. Ayo, Re. Buka mata lo!" Tangisan putus asa turun di kedua pipinya.
Ia masih membayangkan kenangan-kenangan mereka. Saat duduk di bawah pohon flamboyan, bersepeda, hingga melihat matahari terbenam di rooftof.
Pelukan hangat dari cowok itu masih terasa. Dan, kenangan terakhir bersama Rean adalah ketika cowok itu membisikkan kata 'te amo' di telinganya.
"Udah, Nad." Lala mengusap pundak Nada.
Nada merengkuh tubuh Lala. "Gue takut dia gak selamat, La."
"Lo jangan ngomong gitu, Nad. Rean itu kuat."
Nada mencoba membenarkan perkataan Lala, bahwa Rean itu kuat. Tapi, ketakutannya masih menjalar, ia tak bisa membayangkan Rean pergi meninggalkannya.
Pada akhirnya, jari-jari Rean bergerak. Perlahan-lahan cowok itu membuka matanya. Nada tersentak, ia mengusap air matanya perlahan. Senyum manis terbit di bibirnya.
"Na?" Itulah kata yang pertama kali Rean ucapkan.
***
SMA Cendana dihebohkan dengan kasus pencobaan pembunuhan. Sekolah mereka diliburkan sementara, tidak ada yang boleh yang masuk ke sana selain orang-orang tertentu.
Sementara polisi sedang mencari tersangka dan dalang dibalik semuanya.
"Apa kalian?! Gue bukan pembunuh!" Semua mata tertuju pada Jane. Ia digiring menuju ke mobil polisi. SMS itu menjadi bukti bahwa Jane adalah tersangka pertama. Sejauh itu, polisi akan menyelediki dahulu SMS tersebut.
Media sosial gempar beredar tentang pencobaan pembunuhan yang menimpa Rean. Nama Jane terpampang di setiap foto yang beredar. Mereka menemukan bukti-bukti berupa SMS yang Jane kirimkan sebelum Rean tertusuk.
Kali ini polisi juga sedang memburu Ayah Rean sebagai tersangka kedua. Pasalnya, ada saksi yang melihat pria itu berada di sekitar tempat kejadian.
***
Karena tidak memperhatikan jalan, Nada menabrak seseorang. Kopi yang ia bawa tumpah seketika ke lantai. Sebagian ada yang mengenai pria di hadapannya. Ia mengambil tisu dari saku, kemudian memberikannya pada pria itu.
"Maaf, Om. Saya tidak sengaja."
Pria itu menerima tisu pemberin Nada. "Tidak apa-apa." Ia tersenyum membuat ketakutan yang ada di wajah Nada berkurang.
Nada melihat mata pria itu seperti milik seseorang yang ia kenal. Mata yang menenangkan jika dilihat lekat-lekat. Sifat dan cara berbicaranya pun sama seperti orang yang tidak familiar di kepalanya. Ia menggeleng saat pria itu mengibaskan tangannya.
"Kenapa?" Pria itu menatap heran ke arah Nada.
"Mata milik Om kayak gak asing," sahut Nada.