Angin berembus kencang, menerpa Nada dengan kuat. Ia membenarkan rambutnya yang berantakan. Duduk di samping jendela yang terbuka memang seperti itu.
Ia mendengarkan lagu yang biasa Rean putar saat sedang bersamanya, sambil melihat foto-foto yang terdapat wajah mereka. Jari-jarinya terus menggeser foto-foto itu, mengenang masa-masa manis mereka dulu. Sekarang, ia hanya bisa memandangiya dengan sendu.
Sudah beberapa hari ini mereka tidak bicara. Bahkan, saat berpapasan pun tidak saling bertegur sapa. Terakhir kali Nada berbicara pada cowok itu di hadapannya, bahwa Nada berkata sangat membenci Rean. Sejujurnya, ia berbohong berkata seperti itu. Mungkin, sekarang cowok itu benar-benar menganggap Nada membencinya.
Nada terkejut saat ada orang asing yang mengenakan pakaian serba hitam turut serta dalam foto mereka. Setiap tempat yang mereka datangi, orang itu ada di sana. Lalu, ia memperjelas wajah orang misterius itu. Samar-samar, ia mengenalinya.
"Nad?" Lala menepuknya membuat Nada terkejut.
Gadis itu duduk di samping Nada. Tadi Lala sudah bergosip ria dengan teman-temannya. Pasti sekarang ia akan menyampaikan semua gosip yang ia dengar kepada Nada.
"Lo tau gak? Si Rean dipanggil Bu Riri tadi, gara-gara nunggak beberapa bulan," ujar Lala.
"Loh? Gak biasanya Rean gitu. Dia selalu bayar uang bulanan, kok. Gue tau banget dia." Tidak mungkin Rean seperti itu. Nada tahu betul dia.
"Denger-denger sih, semenjak pacaran, si Fenny sering minta dibeliin ini itu. Mungkin, si Rean pake duitnya buat beliin semua kemauan si Fenny."
Nada terkejut. Ia langsung mematikan handphone-nya yang sedang mendengarkan lagu. "Serius lo? Tega banget si Fenny. Dia kan tau, si Rean kerja banting tulang buat hidupin keluarganya."
"Gak cuman itu, dia juga sering nyuruh si Rean buat ngerjain tugas sama nurutin semua kemauannya."
Nada semakin naik pitam. "Dia udah kebangetan, La. Gak bisa didiemin nih!" Ia beranjak dari duduknya, bergegas untuk mendatangi Fenny.
"Eh, lo mau ke mana, Nad?" Lala menarik ujung kaus gadis itu.
"Gue mau nyamperin si Fenny, La."
Lala menyuruh Nada duduk kembali. "Udah, biarin aja."
***
Ditemani Lala, Nada diam-diam datang menghampiri Bu Riri untuk melunasi semua tunggakan Rean.
Saat keluar dari sana, Nada melihat Fenny sedang menyuapi Rean. Si cewek terlihat bahagia, tapi si cowok hanya berpura-pura bahagia.
"La, kue kayak gitu berapa, ya?" Nada melihat kue yang Fenny suapi ke mulut Rean.
"Kayaknya mahal deh, Nad. Gak mungkin lima ribuan pastinya."
Nada memukul kepala Lala. "Iya, lah!"
Pinggang mereka dicubit dari belakang. Telinga mereka juga dijewer. Beni dan Denis muncul sambil merangkul kedua gadis itu.
"Gak baik ngintip-ngintip, nanti bintitan!" ucap Beni sambil tertawa. Ia tidak bisa membayangkan kedua gadis ini bintitan, mungkin terlihat sangat lucu.
Nada dan Lala mengusap-usap telinganya.
"Kalau penasaran, samperin dong!" cibir Denis.
"Oke." Nada akan menghampiri mereka. Namun, lengan Beni menjewer kerah baju Nada membuat gadis itu berjinjit.
"Ben, lepasin dong!"
Beni melepaskan tangannya di baju Nada. Hari ini ia sudah puas menjahili gadis itu. Seakan-akan, itu adalah hobinya.