Sebuah Tantangan

33 9 8
                                    

"Kenapa? Marah, ya? Gara-gara dibangunin pagi-pagi?"

Nada memutarkan bola matanya. "Gue gak biasa bangun pagi, Re."

Nada kesal pada Rean, pagi-pagi sekali cowok itu sudah ada di depan rumah. Membangunkan gadis itu dari mimpi indahnya.

Ia melipatkan kedua lengannya. Wajahnya sengaja ditekuk, untuk memberitahu pada Rean bahwa gadis itu sedang merajuk.

"Biar kamu terbiasa, Na. Kan sekarang udah dewasa."

Nada tertegun mendengar perkataan Rean. Ya, sekarang dia sudah besar, dewasa. Seharusnya bisa menghilangkan kebiasaan buruknya itu.

"Tapi—"

"Gak ada tapi-tapian, Na."

Rean adalah Rean. Si cowok yang kukuh. Dia tidak pernah lelah untuk memperingati Nada, dan mendampinginya ketika gadis itu mengeluarkan kebiasaan buruknya.

Jika dipikir-pikir, Rean terlihat lebih lucu dan terkesan cool jika sedang serius seperti ini. Bibirnya yang mungil terus mengoceh tak henti, menceramahi Nada sambil menyentil dahi gadis itu jika ia tidak mendengarkan ucapannya.

Saat bersama Nada, cowok itu akan banyak bicara. Namun, berbeda halnya kepada orang lain. Ia cenderung pendiam dan pasti akan menutupi wajahnya dengan novel saat cowok itu berpapasan dengan mereka.

Lala melongo ketika melihat Nada yang sudah ada di hadapannya. Tidak biasanya gadis itu datang pagi-pagi seperti ini.

"Kenapa? Sehat, lo?" Nada memegang dahi Lala.

"Tumben lo udah dateng?" cibir Lala.

Biasanya, gadis itu tiba di kelas tepat bersamaan dengan bel masuk berbunyi.

Nada menunjuk ke arah Rean. Cowok itu sedang membolak-balik halaman buku yang sedang dipegangnya. Lala hanya ber-oh ria.

***

Salah satu pelajaran yang paling tidak ia sukai adalah Olahraga. Malas. Membosankan. Ia tak suka jika harus berkeliling lapangan, menggiring bola, dan melakukan gerakan-gerakan yang sungguh membingungkan.

Di sinilah ia berada. Di bawah pohon flamboyan. Melihat orang-orang yang tengah berebut bermain bola. Sementara di sampingnya ada Rean yang tengah sibuk menulis sesuatu di diarynya.

"Re, lo beneran gak mau gabung sama mereka?"

Rean mengalihkan pandangannya pada Nada. Cowok itu menggeleng, lalu tersenyum. "Nggak, Na. Di sini aja."

Semua cara untuk membujuk Rean supaya bisa ikut bergabung bersama teman-teman sekelasnya sudah dilakukan. Namun, Rean selalu menggeleng sambil berkata "aku lebih suka sendiri".

"Ayo, dicoba dulu. Lo itu harus ikut gabung sama mereka, Re."

"Aku lebih suka di sini, Na. Sama kamu."

Wajah Nada memerah. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, untuk menghilangkan grogi akibat ucapan Rean.

Sebuah bola yang menggelinding berhenti tepat di depan Nada. Lala berlari menghampiri bola itu.

"Nad, Re, yuk gabung!" ajak Lala.

Nada melirik ke arah Rean. Cowok itu mengangguk, menyuruh Nada untuk pergi bersama Lala.

Nada menggeleng. "Gue di sini aja, La. Mau nemenin si Rean."

Namun, Rean mendorong Nada. Menyuruh gadis itu untuk pergi.

"Kamu pergi aja, aku gak-papa di sini sendiri."

"Gue gak mau, Re. Mau di sini, bareng lo." Ia menggigit bibirnya. Malu dengan ucapannya itu.

ReNadaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt