Hari itu Bu Riri—guru Bahasa Indonesia mereka menyusun kelompok untuk memudahkan pembelajaran.
Nada menghela napasnya saat ia tidak sekelompok dengan Lala. Apalagi, teman-teman kelompoknya sangat susah diatur. Membuatnya malas melakukan apa pun. Ia tidak bisa membayangkan kalau nanti hanya dirinya sendiri yang akan repot. Sungguh, itu hal yang paling menyebalkan.
"Yah, Nad. Gue gak bareng lo." Lala terlihat sangat sedih.
"Iya, La." Sebuah desahan panjang terembus dari hidung Nada.
Beni tiba-tiba merangkul Nada. "Tenang aja, Nad. Gue sekelompok, kok sama lo."
"Berat tau!" Nada melepaskan tangan Beni dari pundaknya. "Males gue lihat wajah modelan kayak lo, ngebosenin."
"Enak aja lo, Nad," ucap Beni tak terima.
"Lo kalau ngomong suka bener, Nad." Denis tertawa terpingkal-pingkal.
Sebenarnya, ia sedang risau dengan Rean. Karena cowok itu sekelompok dengan Jane. Untungnya, Reland juga sekelompok dengan Rean sehingga Nada agak sedikit tenang.
"Apa lo lihat-lihat?!" Ia tertangkap basah sedang memperhatikan Jane.
"Siapa yang lihatin lo? Kepedean!" Nada mencoba mengelak.
***
"Fen, maaf, ya? Pulang sekolah, aku mau kerja kelompok bareng temen."
Fenny mengangguk paham. "Iya, gak-papa, kok." Ia menggeser buku yang habis dibacanya ke samping. "Ngomong-ngomong, kamu kebagian kelompok siapa?"
"Jane sama—" Rean melihat wajah Fenny mendadak berubah. "Kenapa?"
Fenny menggeleng. "Nggak, kok."
Rean tertawa. Sedangkan Fenny mengerutkan keningnya.
"Kenapa ketawa?" tanya Fenny.
"Aku kira, kamu cemburu."
Wajah Fenny mendadak merona. "Ng-nggak, kok. Siapa yang cemburu?"
Keempat sahabat itu sedang menguping pembicaraan mereka di balik dinding. Salah satu dari mereka hanya bisa mendengus sebal.
"Cemburu terus!" cibir Lala tepat di telinga Nada.
"Siapa yang cemburu? Gue?" Nada menunjuk dirinya sendiri. "Gue cemburu? Haha!" Ia tertawa membuat orang yang ada di dekatnya menoleh ke arahnya. Menatap gadis itu dengan heran.
"Jujur aja, Nad," sahut Denis.
"Justru gue—" Tangannya ditarik tiba-tiba oleh seorang cowok.
"Semuanya, gue izin buat bawa Nada dulu, ya?" Reland menunjuk Nada dengan dagunya. Lalu, membawa pergi gadis itu dengan terburu-buru.
Mereka melongo di tempat. Apalagi Denis, mulut cowok itu sampai menganga.
"Kayaknya Nada bakal menang, deh. Si Jane pasti malu gara-gara kalah." Lala menyeringai.
"Kemungkinan iya, kemungkinan nggak," ucap Beni.
Lala mengernyit. "Kenapa?"
Beni mengedikan bahunya. Lalu, ia pergi sambil bersiul.
"Den, dia kenapa, sih?" Denis menggeleng. Kemudian cowok itu menyusul Beni.
"Kenapa sih?!" teriak Lala.
***
Ia melepaskan tangannya dari genggaman Reland. Cowok itu menggenggam tangan Nada dengan kencang, hingga menciptakan warna kebiru-biruan di sana.