Rean tidak bersemangat untuk sekolah hari ini. Perkataan ayahnya kemarin masih terngiang-ngiang di pikirannya, membuat ia tak fokus belajar.
Ia sedih dan juga bingung. Tak tahu harus berbuat apa. Jika ibunya bisa diajak komunikasi, mungkin akan mudah untuk Rean segera mengetahui semuanya. Bi Sumi pun sama, tidak bisa diajak bicara. Wanita itu akan mengalihkan pembicaraan saat Rean bertanya tentang ayah kandungnya.
Tiba-tiba, suara pesan masuk berbunyi di handphone-nya. Nomor itu tidak ia kenal sebelumnya. Karena penasaran, Rean langsung membaca pesan itu.
"Hati-hati, Re!" Itulah kata yang ada di pesan tersebut. Rean mengerutkan keningnya tidak mengerti dengan isi pesan itu.
Fenny datang menghampirinya, gadis itu kemudian duduk di samping Rean. "Kenapa?"
Rean langsung memasukan handphone-nya ke dalam saku celana. "Nggak apa-apa kok," ucapnya sambil tersenyum.
Fenny hanya mengangguk. "Katanya mau cerita. Ayo, cerita apa?"
Nada menghentikan langkahnya saat mendengar perbincangan antara Rean dan Fenny. Ia tak sengaja menguping di balik pintu kelas yang terbuka lebar.
"Fen ... orang yang selama ini aku sebut ayah, ternyata bukan ayah kandungku."
Nada menutup mulutnya saat mendengar penjelasan dari Rean. Ia sangat terkejut bukan main. Ternyata, Om Akbar bukan ayah kandung Rean?"
"Dia bilang sendiri di depanku, Fen, kalau aku bukan anaknya. Aku harus gimana?"
Fenny juga sama bingungnya dengan Rean. Ia hanya bisa menepuk kepala Rean dengan lembut, mencoba untuk menenangkan cowok itu.
"Aku gak nyangka banget dengernya, Re. Kamu yang sabar, ya?" Ia menghela napasnya. "Kalau ada apa-apa, bilang ke aku. Jangan sungkan."
Rean bersyukur bisa bertemu dengan gadis seperti Fenny. Ia merasa tenang jika ada di dekat gadis itu.
"Makasih, Fen. Kamu emang gadis baik." Rean tersenyum. Senyum yang beda dari sebelumnya.
Niatnya untuk mengambil buku catatan urung seketika. Nada langsung pergi dari kelasnya. Ia memegang dadanya yang sakit. Hari ini adalah hari yang penuh kejutan.
Biasanya, cowok itu akan bercerita hanya pada dirinya. Sekarang? Rean lebih percaya pada Fenny. Mungkin, dirinya sudah tergantikan.
***
Di sepanjang jalan, Nada mendumel tidak jelas. Orang-orang yang menyapanya pun diabaikan. Sungguh, mood-nya kali ini benar-benar hancur.
Karena kesal, ia meninju sikunya ke belakang. Nada benar-benar jengkel. Tapi, malah terdengar bunyi kesakitan dari belakangnya.
"Aw!"
Nada menutup mulutnya saat melihat Reland sedang memegang perutnya. Cowok itu mengaduh kesakitan.
"Land, lo gak-papa?" Ia membantu Reland untuk berjalan. "Sakit, gak?" Nada merasa, pukulannya tidak terlalu kencang, tapi kenapa cowok itu mengaduh kesakitan?
Sambil memapah Reland, Nada berkata, "Lo boongin gue, ya? Gue ninjunya gak keras-keras banget tau."
"Keras banget loh, Nad." Cowok itu sampai meringis.