Ini adalah minggu kedua menerima tantangan itu. Persiapannya belum seberapa dibandingkan dengan Jane. Semalam gadis itu mengirimkan pesan padanya. Ia menegaskan kepada Nada untuk segera bisa mendapatkan hati Reland, sementara Jane sudah gencar mendekati cowok itu.
Bagaimana bisa ia membuat Reland menyukainya? Itu bukan perihal mudah. Bayangkan saja, ia harus bersanding dengan Jane yang notabenenya adalah gadis populer di sekolah ini. Sedangkan ia? Hanya gadis biasa-biasa saja.
"Gimana nih, La? Apah gue nyerah aja, ya?" Ia terus menatap handphone-nya. Membaca pesan yang dikirim oleh Jane.
"Lo gak boleh nyerah, Nad." Lala menepuk pundaknya. Memberinya semangat.
Bahu Nada melorot. Jika harus memilih, ia lebih baik berlari seratus kali di lapangan daripada harus berurusan dengan hal percintaan. Ini tidak mudah untuknya.
"Lo jangan nyerah, Nad. Buktiin sama si Mak Lampir kalau lo juga bisa!" ucap Beni. Cowok itu mendukung Nada seratus persen. Ia yakin bahwa Nada pasti bisa membuat Reland menyukainya.
"Gue gak bisa cantik, guys." Nada menyandarkan kepalanya ke dinding.
Pada hakikatnya, seorang cowok akan terpikat oleh gadis yang cantik, rapi dan harum. Tidak seperti dirinya yang urakan, pecicilan, kucel dan seperti ini ....
Ia mengendus tubuhnya. Bau matahari langsung menyengat, dan siapa saja yang menciumnya akan langsung mual. Bagaimana bisa Reland menyukainya?
"Dengerin gue ..." Beni memegang bahunya. "Yang cantik belum tentu menarik. Tapi, lo cantik karena lo unik, Nad."
***
Matanya terus memperhatikan seorang gadis berkuncir kuda. Tingkahnya yang misterius itu membuat Reland terus tersenyum ke arahnya. Ia ingat betul saat pertama kali gadis itu merelakan tempat duduknya dengan senang hati padanya.
Ia lebih senang berada di dalam kelas, melihat gadis itu dengan tingkah absrudnya. Suaranya yang tidak bisa kalem itu terus terngiang-ngiang. Apalagi saat ia sedang berdebat dengan Jane.
Reland melirik jam yang ada di dinding. Sebentar lagi pertandingannya akan dimulai, terlalu sering memikirkannya membuat Reland jadi orang yang pelupa. Ia kemudian bangkit dari duduknya.
"Sorry-sorry." Karena terburu-buru, ia menabrak seseorang.
"Gak-papa."
"Nanti gue ganti minumannya," ucapnya. Ia melihat minuman yang gadis itu bawa tumpah mengenai seragamnya.
"Gak-papa, kok. Sebagai gantinya, gimana kalau gue minta nomer lo?" Sambil mengedipkan matanya, gadis itu tersenyum penuh arti pada Reland.
Reland ragu memberikan nomernya. Namun, apa boleh buat?
"O-oke." Ia menyodorkan handphone-nya pada Jane. Dengan senang hati gadis itu menerimanya. Mencatat nomernya sambil menyeringai.
"Thanks, Land!" Sebelum pergi, Jane menepuk-nepuk pundaknya.
Jane melangkahkan kakinya dengan angkuh. Ia sengaja menghampiri Nada, berbisik tepat di telinganya.
"Gue udah berhasil dapet nomernya, tinggal dapetin hatinya." Jane menyeringai. "Ini mudah, Nad. Lo kalah jauh!"
***