I'm sorry for the typo! Ini cuma karangan.
Be smart and Happy reading!❤❤❤
Dibawah dedauan coklat yang berguguran, kedua manusia yang dianugrahi oleh Tuhan paras menawan itu saling menatap dalam diam. Dengan sang gadis yang memegang tali tasnya dengan erat, sedang sang lelaki meremas kuat kedua tangannya menahan dorongan yang membabi buta. Dorongan agar ia melangkah mendekat dan memeluk tubuh seseorang yang sudah sangat lama ia rindui.
Nakamura Hina menelan ludahnya dengan susah payah karena mendadak tenggorokannya menjadi tercekat. Jaemin mati-matian menahan air mata yang menggenang pada pelupuk matanya yang menyorot sayu.
Tidak ada satu kata pun yang terdengar. Bahkan terakhir kali, ah tidak, Jaemin bahkan tidak ingat dengan benar apakah ia dan Hina pernah berbicara lagi setelah Jaemin dan yang lain memulai debutnya tujuh tahun silam.
Gadis yang dulu seperti nadi untuknya mendadak begitu jauh. Gadis yang menghangatkan mendadak menjadi begitu dingin tak tersentuh. Raut muka manis saat tersenyum pun mendadak berubah menjadi raut wajah kaku yang sungguh dibenci oleh Jaemin. Ia tidak suka jika tidak bisa melihat senyum Hinanya lagi.
Lima tahun yang canggungn dan dua tahun yang sepi. Semua bisa dilalui oleh Jaemin meski harus beribu kali mendapat suntikan dukungan dari sahabat-sahabatnya terdekatnya yang tahu betul bahwa tidak mudah untuk terus bertahan. Memang benar jika Hina bersikap acuh tidak hanya pada dirinya, tapi perasaannya pada Hina yang lebih, membuatnya menjadi begitu emosional.
Detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun terus berjalan. Sudut kota banyak berubah, kedai-kedai toko yang dulu sering mereka kunjungi banyak yang memilih tutup. Walau begitu, Jaemin terus berpikir mengapa perasaannya pada gadis jepang bermata kucing itu tak pernah berubah? Satu pertanyaan ini adalah belati untuknya. Sakit dan sesaknya terasa, tapi Jaemin seolah menikmatinya.
Jaemin tidak perlu alasan untuk jatuh cinta karena ia tak ingin punya alasan untuk meninggalkan. Selalu seperti itu jika ada yang bertanya kenapa dirinya tidak membuka hati kembali. Meskipun Hina terlihat acuh, Jaemin yakin jika perasaannya tidaklah perasaan sepihak.
"H-hai?"
Satu kata dengan suara yang serak serta lambaian tangan itu membuat hati seorang Nakamura Hina seperti diremat-remat. Senyuman yang ia lihat tidak pernah berubah. Meski tak sering ia memilih untuk melengos saat lelaki itu tersenyum kepadanya, percayalah, senyum itu yang terlintas selalu saat dirinya ingin mengarungi dunia mimpinya.
Karena mimpi dan Jaemin benar-benar terikat dengan tali yang hingga saat ini tidak bisa ia putuskan dengan mudahnya. Mimpi dan Jaemin adalah dua hal yang ia inginkan, namun tidak mungkin bisa ia miliki.
Lima tahun yang lalu mungkin adalah sikap kekanak-kanakannya. Tapi dua tahun belakangan, Hina mulai yakin jika keputusannya adalah jalan yang terbaik. Meskipun saat memulai ia rasa tak mungkin, Hina bisa berdiri kukuh untuk tidak kembali 'menyentuh' apa yang sudah ia tinggalkan di masa lalu.
Iya. Setidaknya hingga hari ini ia kembali menatap bola mata coklat menenangkan yang membuatnya tenggelam dalam rindu. Semua tembok kokohnya seolah melebur. Kakinya ingin berlari dan menghambur memeluk tubuh lelaki yang kini begitu gagah. Dengan bahunya yang terlihat begitu kuat dan lebar. Ia tak ingat kapan terakhir kali ia bersandar di sana.
"Sudah berapa lama aku tidak benar-benar melihatmu, Na? Kau begitu dewasa."
"Apa kabarmu, Gong?"
Hina terkekeh kecil melihat sapaan kaku dari Jaemin.
"Gong? Gayamu masih sama."
"Sejak kapan Na Hina menjadi begitu cantik saat rambutnya terurai? Kau kemanakan ponimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We? Forever(End)
Ficção AdolescenteDulu, aku pikir kita semua akan bersama selamanya. Setelah kita melewati masa kecil, kita berantakan dalam kehidupan yang sempit dan gila ini. Mimpi yang penuh warna warni, semuanya meluap dalam genggaman kedua tanganmu. Tetaplah genggam impian itu...