"Mark? Kenapa kau di sini?"
Koeun bertanya seraya mendudukkan dirinya di samping Mark yang tadi sempat melamun sebelum tersentak karena kedatangannya.
"Kenapa tidak di dalam? Bagaimana keadaan Jaemin?" Sambung Koeun.
Mark menghela nafas. "Jaemin sedang diperiksa oleh dokter di dalam. Kau bagaimana? Sudah bertemu Hina?"
Koeun mengangguk. "Sudah. Ia sedang di kamar mandi. Memersiapkan diri karena ingin bertemu dengan Jaemin."
Mark mengernyitkan dahi. " Memersiapkan diri?"
Koeun sedikit tersenyum. "Tadi aku melihat keadaannya cukup kacau. Saat aku ingin bertanya, Jeno memberi kode padaku jadi aku urungkan. Sepertinya ada yang terjadi. Kita tunggu saja saat Jeno nanti siap bercerita."
Koeun bicara seperti itu karena ia melihat Mark yang kembali gelisah. Tangannya terulur untuk mengusap punggung Mark pelan.
"Ingin bercerita padaku? Aku akan dengarkan." Ujar Koeun di sela kesunyian mereka berdua.
Lagi dan lagi Mark menghela nafas, namun kali ini sedikit lebih panjang. Ia mengambil tangan Koeun yang berpindah mengusap lengannya. Menggenggamnya erat seolah mencari tempat aman dari perempuan yang sudah sangat lama berada dalam hidupnya itu.
"Aku gelisah, Eun. Aku bimbang."
"Ayo, Mark. Ceritakan semuanya. Sekarang aku beri waktuku untukmu. Aku akan jadi pendengar yang baik. Jangan pendam apapun. Ingat! Ceritakan tanpa kecuali."
"Aku merasa... Aku merasa lelah, Eun. Aku merasa sepertinya sudah cukup. Aku sudah mendapatkan apa yang aku mau. Aku rasa, aku ingin berhenti."
Mata Koeun membelalak. "Apa maksudmu? Mark, aku tak tau apa yang terjadi sampai kau bicara seperti ini. Boleh aku mengetahuinya?"
Meskipun Mark sudah menganggap Koeun segalanya, meskipun ia bilang Koeun berhak mengetahui semuanya karena ia percaya pada Koeun, Koeun tetaplah Koeun. Gadis itu masih menjaga privasi Mark. Koeun merasa, tidak semuanya harus ia tau. Ada saatnya dirinya memberikan kesempatan untuk Mark mengatasi masalahnya sendiri. Bukan Koeun tak peduli, tapi Koeun tau bahwa lelaki bernama asli Lee Minhyung itu adalah sosok yang benar-benar hebat.
"Agensi memintaku debut solo, Eun."
"Lalu??"
"Aku tidak bisa. Aku tidak bisa harus kembali super sibuk dalam keadaan yang seperti ini. Aku tak mau bahagia di atas penderitaan Jaemin. Aku juga tak mau bersenang-senang di atas kekecewaan Haechan. Haechan yang dulu sempat menawarkan diri tapi justru aku yang harus debut solo. Aku tak bisa."
"Lalu kenapa kau ingin berhenti Mark? Ah—kau sudah bicara pada anak-anak?"
Mark menundukkan kepalanya. "Belum. Saat aku bicara pada mereka, pasti semua akan mendukungku. Tak peduli apa yang mereka rasakan, mereka akan mendukungku. Mereka pasti menyingkirkan ego mereka masing-masing."
Koeun menjitak kening Mark. Tak keras, tapi Mark membuatnya seolah-olah begitu keras dengan kelakuannya yang kini meringis seraya mengusap keningnya. "Sakit!!" Kesal Mark.
Koeun berdecak. "Kau itu sudah berpikiran buruk terlebih dahulu. Pikiranmu ini yang buat kau tertutup dengan adik-adikmu sekarang. Kenapa pola pikirmu menjadi semenjengkelkan ini?"
"Entahlah, Eun. Sudah kubilang bukan sebelumnya jika aku sudah lelah?"
Koeun menghela nafasnya gusar. "Dengar, Mark. Perjuanganmu sampai di titik ini tidak sebentar. Tidak mudah juga mengingat banyak hal yang kau korbankan di dalamnya. Kau sudah menjadi trainee selama empat tahun, kau debut di usia muda dan seiring berjalan waktu, kau juga akhirnya debut di banyak unit pula. Aku tau itu tidak mudah, Mark. Jauh dari keluargamu, dari orang-orang yang kau sayang. Kau rela, Mark. Jadi, apa setelah semua itu kau tetap ingin menyerah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We? Forever(End)
Genç KurguDulu, aku pikir kita semua akan bersama selamanya. Setelah kita melewati masa kecil, kita berantakan dalam kehidupan yang sempit dan gila ini. Mimpi yang penuh warna warni, semuanya meluap dalam genggaman kedua tanganmu. Tetaplah genggam impian itu...