Shy

2.2K 267 5
                                    

"Echan, kita tidak pulang bersama dulu ya? Si bodoh ini minta aku untuk membantunya mencari buku"

Haechan mendongakkan kepala melihat wajah Jaemin yang menunjukkan rasa bersalah. Sedangkan disebelahnya, ada Jeno yang seperti enggan untuk berbicara atau menatapnya.

Jeno masih merasa tidak enak hati dengan Haechan atas kejadian di kantin beberapa hari yang lalu.

"Pergilah", Haechan menganggukkan kepalanya dengan santai,"aku tidak marah kok"

"Sungguh?"

Haechan sekali lagi menganggukkan kepala,"Lagipula untuk apa aku marah? Itu kan hak mu, Na"

Jaemin langsung tersenyum senang begitu mendengar perkataan haechan yang sangat pengertian. Secara reflek ia pun memeluk Haechan dengan sangat erat.

"Berhenti memelukku seerat ini", ujar Haechan sambil menepuk pundak Jaemin berkali-kali

Jaemin melepaskan pelukkannya. Lalu menatap Haechan sebelum tangannya beralih mencubit pipi gembul sahabatnya.

"Nanti mau aku bawakan apa? Donat? Kue? Atau apa?"

Haechan mendengus, "Ya! Kau pikir aku anak kecil?"

Jaemin terkekeh

"Pergilah. Habiskan waktu dengan kekasihmu", Haechan menyampirkan tas hitamnya di bahu kanan sebelum menghadap Jeno,"Kau jangan buat Jaemin kesal terus"

Setelah berkata demikian, Haechan langsung pamit meninggalkan Jeno yang bengong sedangkan Jaemin yang tertawa keras.

"Haechanie memang sahabatku", ujar Jaemin disela-sela tertawanya.

**

Hari sudah semakin sore dan langit sudah terlihat lebih oranye ketika Haechan menyusuri ilalang yang tumbuh di pinggir jalan tempat ia melangkahkan kakinya.

Tadi begitu Jaemin bilang kalau ia akan pergi dengan Jeno, Haechan langsung berlari ke halte bus. Ia sangat suka menaiki bus setiap akan atau pulang kuliah, walah kadang berdesakan tapi entah mengapa ia selalu senang karena berada di tempat yang ramai orang.

Itu seperti membuat jiwanya tidak merasa sepi.

Apa yang dibilang bibi Jung memang benar. Jarak halte bus dengan rumah mereka cukup jauh karena buktinya, Haechan baru sampai didepan gerbang rumah setelah 15 menit berjalan kaki.

Ini termasuk jauh karena biasanya ia cuma butuh waktu 5 menit dari halte bus menuju rumahnya.

"Lho? Haechanie kenapa pulang jalan kaki? Kenapa tidak bersama Jaemin?"

"Aku naik bus tadi", ujarnya sambil nyengir,"Kalau Jaemin ada urusan dengan Jeno, makanya kita tidak pulang bersama"

"Kasihan sekali. Kenapa tidak telfon minta jemput?"

Haechan menggeleng, ia lalu menjelaskan kalau lebih suka naik bus daripada diantar jemput oleh supir.

Kemudian bibi Jung dengan tangannya yang sedikit basah karena baru saja selesai menyiram tanaman pun bergerak mengusap puncak kepala Haechan dengan lembut. Tatapan keibuan dan kasih sayangnya sangat jelas dan begitu tersampaikan sampai Haechan tidak menyadari kalau setitik air mata baru saja lolos dari matanya.

Haechan terkekeh malu sambil mengusap air matanya dengan ibu jari,"Ah maaf bi, aku terlalu emosional"

"Tidak apa. Mama Haechan kan sedang menitipkan sentuhannya melalui bibi"

The sun and his happinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang