THREE : THE MOMENT

951 52 5
                                    

Happy reading
Tandai typo yaw.

Hubunganku dan Dion sampai saat ini juga masih sama saja, ia masih tetap dingin dan cuek kepadaku. Dan ini telah menginjak 6 bulan kakakku meninggal, aku pun juga mencoba mengerti perasaan Dion saat ini, mungkin ia juga belum bisa mengikhlaskan kak Seana begitu saja. Jikapun kami tidak jadi menikah, aku juga fine-fine saja tapi kalaupun jadi, itu juga wasiat dari kakakku Seana. Kini aku hanya menunggu keputusan keluarga Dion dan Dion sendiri.

Saat ini aku sedang bersiap diri untuk kebawah, dan tiba-tiba pintu kamarku terbuka, muncul ibu dibalik pintu dan masuk menghampiriku.

"Alena, Papa dan ibu Dion sudah tiba, cepatlah kebawah nak" Ucap ibuku.

"Baik bu sebentar lagi Alena kebawah" Jawabku.

"Jangan lama-lama ya" Ucap ibuku yang ku balas dengan anggukan kepala.

Saat ini aku sungguh bingung, aku merasakan Dion juga tidak menginginkan pernikahan ini terjadi, tapi aku juga tidak ingin mengecewakan almarhum kakakku. Aku hanya pasrah dengan apa yang terjadi nanti.

Aku berjalan kebawah dan disambut senyum manis Ibu dan Papa Dion.

"Wah Alena, lama nggak ketemu tante, makin cantik ya sekarang" ucap Tante Kumala.

"Iya tante, lama juga nggak ketemu tante" jawabku dengan senyum di bibirku.

Aku Pun duduk di sisi kosong sebelah ibuku, berhadapan dengan Dion, aku hanya bisa menunduk dan diam.

"Kita makan malam dulu, dan kita bicarakan nanti setelah selesai makan" Ucap Ayahku.

***

Dan saat ini tiba dimana keluarga Wardoyo dan Wicaksana membicarakan tentang hal ini.

"Pak Dimas, bagaimana tanggapan anda
Tentang pernikahan Dion dan Alena" Ucap Ayahku.

"Kalau saya pribadi, saya setuju saja pak, itupun juga keinginan Seana untuk menikahkan Dion dengan Alena, saya dan istri saya setuju-setuju saja Pak Hendra" Jawab papa Dion.

"Baiklah, kami menyerahkan jawaban kepada Dion dan Alena" Putus Ayahku.

"Saya ingin membicarakan ini dulu dengan Alena dibelakang, kami Permisi dulu" Ucapan Dion yang membuatku mengerutkan dahi. Sementara Dion sudah jalan terlebih dahulu kebelakang, aku pun berdiri dari kursi lalu berpamitan kepada semua yang ada di ruang makan.

Aku sudah melihat Dion duduk di kursi taman belakang, lalu aku pun menyusulnya.

"Em apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanyaku.

"Saya disini akan membuat perjanjian sebelum saya dan kamu menikah." Ucap Dion datar dengan tatapan masih lurus ke depan.

"Saya tidak ingin kamu ikut campur dengan urusan saya, saya dan kamu tidak tidur satu kamar. Kita satu kamar hanya bila salah satu orang tua kita ada yang berkunjung atau menginap di rumah saya. Dan saya tidak akan membeli rumah baru. Rumah yang nanti akan kamu tempati adalah Rumah saya dan seana dulu. Dan ini tidak ada penolakan, satu lagi. Jangan berharap saya bisa mencintai kamu. Karena Seana adalah orang pertama dan terakhir yang saya cintai." Ucap Dion yang entah mengapa membuat mataku memanas.

Hati-hati ya Dion, nanti kemakan omongan sendiri, wkwk -Author

"Walaupun nanti aku tidak kau anggap sama sekali aku tak masalah, karena aku nantinya juga berstatus seorang istri, aku juga akan berkerja layaknya seorang istri" ucapku dengan suara serak.

"Baiklah kalau itu mau mu. Saya juga tidak akan ikut campur dengan urusanmu." Jawab Dion lalu meninggalkanku begitu saja.

***

Wife To My Brother-In-LawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang