Akhir Bahagia?
Satu hari menjelang kepulanganmu.
Sekalipun hingga detik ini aku masih takut dengan takdir yang berlaku pada kita, aku tak pernah berhenti memohon agar kita benar-benar berada di jalan yang tepat. Setiap pagi, ponselku menjadi benda pertama yang kucari, memastikan ada kabar darimu kalau kau dalam keadaan baik. Mungkin, kau hanya akan menertawakanku saat kau melihat bagaimana wajah legaku ketika mendapat kabar darimu. Tapi, aku yakin, kau juga merasakan hal yang sama. Aku baru menyadari bahwa kabar memiliki kekuatan magis yang luar biasa untuk menenangkan hati seseorang semenjak kau pergi beberapa bulan terakhir ini.
Satu semester mungkin terasa cepat bagi para mahasiswa, tapi, tidak bagiku. Tanggal demi tanggal kucoret di kalenderku. Aku menunggu hari kepulanganmu dari negeri orang yang rasanya seperti tak akan pernah tiba. Rasanya benar-benar sangaaattt lama. Aku tak sabar kembali memelukmu, menggenggam tanganmu, menatap lesung pipi di sudut wajahmu dan kedua mata dengan alis tebalmu, berbicara berbagai macam hal hingga lupa waktu, serta semua hal yang sudah tak kujalani bersamamu selama hampir setengah tahun ini.
Tapi, akankah kita bisa bertemu lagi? Akankah keinginanku itu dapat terwujud? Sekalipun aku akhirnya berhasil menghindari maut kala itu, aku tak bisa memastikan apakah maut benar-benar belum ingin menemuiku atau justru dia sedang mengawasiku untuk menjemputku di waktu yang tepat. Kuharap, dugaanku yang kedua salah besar. Kuharap, maut benar-benar belum tertarik menjemputku saat ini.
Suzy menatap deretan kalimat yang ditulisnya di buku catatan buluk milik Seung Gi. Ia tak tahu mengapa ia menulis deretan kalimat yang menyedihkan itu. Suzy merasa kalimat-kalimatnya justru seperti kalimat perpisahan.
Sreett.
Suzy memutuskan untuk merobek lembar yang baru ditulisinya. Gadis itu berdecak. Ia baru sadar jika lembar yang dirobeknya itu lembar terakhir di buku catatan buluk Seung Gi. Suzy menutup buku catatan itu dan melanjutkan menulis di lembar yang telah dirobeknya.
Aku beruntung bisa mencintaimu, kuharap kau juga merasakan hal yang sama, Lee Seung Gi.
Suzy melipat kertas itu dan menyelipkannya di di bagian paling belakang buku catatan Seung Gi. Gadis itu menatap buku catatan yang benar-benar sudah sangat buruk. Seulas senyum terbit di wajahnya.
"Kau bisa menulis di sini kalau kau merindukanku."
Di tengah lalu lalang manusia yang datang dan pergi, Suzy menatap Seung Gi bingung.
"Memangnya kita tidak bisa saling menelepon atau berkirim pesan?"
"Menulis akan lebih meringankan beban pikiranmu. Kita tidak akan bisa berkontak setiap waktu kan? Kalau aku sibuk dan tak bisa membalas pesanmu, kau bisa meluapkan kekecewaanmu atau kekesalanmu di buku ini. Kau boleh menuliskan apapun, memakiku, memarahiku, semuanya. Berikan saat aku kembali dari Singapura 6 bulan mendatang."
Perlahan, Suzy menerima buku catatan yang sudah terisi hampir separuh itu. Seung Gi selalu membawa buku itu ke mana-mana, sehingga kini buku itu terlihat sangat jelek meskipun belum terisi sepenuhnya.
"Bagaimana kalau buku ini sudah penuh sebelum kau pulang?" tanya Suzy. Seung Gi tampak berpikir.
"Kurasa, itu tak akan terjadi," ucap Seung Gi dengan penuh percaya diri. Suzy tertawa kecil. Ia menyimpan buku itu di tas selempangnya.
"Kita bahkan belum sempat berkencan sebelum aku berangkat, tapi, aku tetap bersyukur karena kepulanganku dan keberangkatanmu tidak pada waktu yang sama sehingga kita bisa bertemu walaupun sebentar," ucap Suzy setelah menyimpan buku catatannya. Seung Gi dapat menangkap raut wajah sedih Suzy. Pria itu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
99th Life (Lee Seung Gi x Bae Suzy)
Fanfiction[LENGKAP] Lee Seung Gi tengah menjalani hidupnya yang ke 99. Di kehidupannya ke 99 ini, ia menjadi seorang dosen di Universitas Dongguk. Berbagai hal telah disiapkannya sebelum kematiannya yang ke seratus. Namun, pria itu berhasil membuka matanya ke...