Eveline menatap tak berkedip pada layar USG yang menampilkan janin di dalam perutnya. Bayi berumur tiga bulan itu sudah memiliki bentuk yang lebih jelas sekarang. Eveline bisa melihat kepalanya yang mungil sudah mulai memiliki rupa. Bayi itu juga telah memiliki sepasang tangan dan kaki yang mungil.
Melihat hal itu, mendadak rasa takut, cemas, dan haru menampar Eveline begitu saja. Dadanya sesak oleh perasaan yang tak dimengertinya. Eveline mengalihkan perhatiannya pada Gerald yang sedang duduk di sampingnya. Pria itu menatap layar USG tanpa berkedip sekalipun. Ada kebanggaan disertai kelembutan yang terpancar dari matanya. Kali ini rasa sayang dan protektif mencekik Eveline hingga ia sesak nafas dan terisak begitu saja.
Gerald tersentak kaget, “Ada apa, Eve? Apakah ada yang sakit?” tanyanya dengan panik. Dokter yang sedang menjelaskan tentang bayi mereka ikut menatap Eveline dengan bingung.
Eveline menggeleng, tangannya menggapai lengan kemeja Gerald dan meremasnya masih dengan isakan.
“Sepertinya Ibu Eveline terharu.” Ucap sang dokter dengan senyuman menenangkan. “Saya akan tinggalkan kalian sebentar, Bapak bisa bantu Ibu Eveline untuk menenangkan diri. Hal ini biasa terjadi pada pasien yang mengandung untuk pertama kali.” Ucapnya lagi sambil menyingkir sejenak ke belakang Gerald.
Gerald mengelus rambut Eveline dengan lembut, lengannya melingkari perut gadis itu tak peduli hal itu membuat gel yang dioleskan ke perut Eveline kini menempel pada kemejanya, “Hei semuanya akan baik-baik saja. Jangan menangis, oke?” Bujuknya dengan lembut sambil menatap Eveline yang terbaring masih dengan isakan.
“Aku takut, Gerald.” Bisik Eveline perlahan.
Gerald mengangguk, “Aku juga takut, Eev. Membayangkan kau yang semungil ini harus melahirkan anak yang suatu saat nanti mungkin akan mencapai tinggi 183cm sepertiku benar-benar membuatku frustasi.” Ucapnya pelan dan lirih.
Eveline menggeleng, “Aku takut bayi ini akan membenciku ketika aku meninggalkannya nanti.”
Perkataan itu membuat Gerald terdiam. Ia memejamkan matanya, menelan semua rasa sakit dan kecewa yang kini berkecamuk di dadanya. Jadi setelah perkataannya di mobil tadi, Eveline masih ingin pergi darinya? Masih ingin meninggalkannya? Tidak pantaskah Gerald mendapat kesempatan kedua? Tidakkah Eveline berpikir kalau mereka mungkin saja bahagia?
Gerald melepaskan pelukannya, menatap Eveline dengan tajam, “Tidak ada yang akan meninggalkan dan ditinggalkan, Eveline. Kau dan aku akan menjaga anak ini, berdua. Kita akan membesarkannya dengan baik dan ia akan mencintai kita.”
“Tapi aku…”
“Aku sudah menandaimu sebagai milikku. Dan kau tidak akan bisa lari kecuali aku ingin kau pergi.” Potong Gerald dengan suara lebih terkendali. “Hilangkan pemikiran kalau kau akan pergi setelah melahirkan. Karena itu tidak akan pernah terjadi.” Ucap Gerald lagi. Sekali lagi Eveline terisak, namun tidak membantah. Ia sadar, tidak ada gunanya membantah Gerald pada saat ini.
-
Hara berjengit saat mendengar bunyi bel. Han bergegas membuka pintu dan tidak lama kemudian, Gerald dan Eveline sudah berada di hadapannya. Dalam sekejap Hara sudah melompat ke dalam pelukan Gerald dan tangisnya pecah begitu saja.
Tangan Gerald mengepal di balik punggung Hara. Telepon Han mengenai penguntit tadi membuatnya tidak tenang dan mengendarai mobil dengan kecepatan yang nyaris membuat Eveline muntah.
“Kau sudah aman sekarang, Hara.” Ucap Gerald perlahan.
Hara mengangguk, perlahan ia melepaskan pelukannya dan menghapus airmatanya. Ia menatap Gerald yang memaksakan sebuah senyuman karena di matanya kemarahan tampak begitu jelas. Eveline menggumamkan beberapa kalimat tidak jelas pada Han dan ia menghilang ke dalam dapur. Hara tidak tahu apa yang diperbuat gadis itu, yang ia tahu, ia ketakutan dan panik sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glamorous Mess
RomanceHan. Fotografer seksi yang memiliki banyak teman kencan namun terikat pada seorang gadis hingga tidak bisa berkomitmen. Gerald. Petualang sejati yang tidak bisa menerima penolakan hingga berujung pada kesalahan. Hara. Punya masa lalu rumit yang hany...