Epilog

862 38 8
                                    

Seorang bocah berusia 4tahun berlarian ditengah ladang hijau nan luas, tapi ladang itu sangat hening.  Bocah laki-laki itu terus memperlihatkan senyuman kotaknya.

"BUNA-"

"Hey sayang, jangan berteriak." Potong Hasna pelan sambil mengejar bocah yang sedang berlarian itu.

Bocah itu berhenti berlari sambil menatap lekat-lekat wanita yang dipanggilnya 'buna. "Eh? memangnya tenapa? tidak boyeh ya?" Ah, bocah itu sepetinya sudah berkaca-kaca. Dia fikir orang yang ada dihadapannya akan memarahinya.

"Hey, mereka sedang tidur. Kemari ayah akan menggendong mu"Ricky merentangkan kedua tangannya.

Setelah berjalan cukup jauh akhirny mereka sudah sampai ditempat tujuan. Tujuan mereka adalah datang untuk berziarah ke tempat  peristirahatan Galang yang terakhir.

"Ayah, apatah tak Gayang tampan? cepeltiku?" Tanya Gilang polos. Alwi, Hasna dan Ricky tersenyum hangat. Ya, itu Gilang yang selama ini diharapkan oleh Galang sebelum dia pergi.

Alwi meletakan setangkai bunga Lily didepan batu nisan adik kembarnya. "Tentu saja kakak mu itu tampan. Sama sepertiku, karna kami kembar."

"Kembal?" Gilang bertanya-tanya dalam dialognya. "Kembal itu apa?"

"kembar itu berarti muka kak Alwi dan kak Galang sama, tidak berbeda. kami sama-sama tampan, kau mengerti?" Gilang mengangguk dan menepuk-nepuk kedua tangannya sambil terkikik.

"Oh, tembal itu cepelti itu. Tapi tenapa atu tidak tembal cepeti tak Gayang. Atu mau tembal-tembal cepelti tatak." Ketiganya tertawa dan membuat atensi si bungsu menarik sebelah halisnya.

"Kenapa tawa-tawa?"

"Baiklah-baiklah, kami akan membuatkan kembaran untukmu dari tepung terigu. Kau puas?" Hasna berusaha untuk tidak tertawa saat mengucapkannya.

"Baiklah, ucapkan sesuatu untuk mediang kakak mu." Ucap Ricky dan diangguki Gilang.

Gilang terus mengoceh dengan suara cadelnya. Dia juga bercerita tentang bagaimana dia susahnya dalam belajar menyebutkan R

"Tenapa tak Gayang tidak tidul dilumah taja? talo tak gayang tedininan dimana?"

"Tidak bisa sayang, Kakakmu sudah pulang. Allah terlalu menyayangginya. Jadi Allah menjemput kakakmu lebih cepat." Dengan lembut Ricky menjelaskan kepada  sibungsu.

"Apa kau tau? kakakmu sangat menginginkanmu . Dia sangat menyayangi mu"

"Tapi ketanapa tidat menemuitu caja? tidat bica ya? Apa Allah tidat menyayangiku?" Oh ternyata Gipang sapah faham.

"Hey, Allah menyayanggi semua hamba nya, kenapa kau berbicara seperti itu, sayang?" Gilang menggeleng

"tidat tau"

"ha ha sudahlah, sekarang berdo'a untuk kakak mu. Ayo angkat kedua tanganmu lalu do'a kan Kakamu" Gilang mengangguk.

Setelah mereka puas berada didepan sebuah gundukan tanah yang barusaja ditaburi kelopak bunga mawar dah setangkai bunga lily mereka mulai melangkah meninggalkan tempat itu dengan sibungsu yang berada dipelukan kaka pertamanya. Dia tidak tidur, dia terus berceloteh dan membangga - banggakan ayahnya.

Setelaj mereka sampai didalam mobil kini area pemakaman diguyur hujan deras, gundukan tanah yang berada ditengah ladang itu yang tadinya kering sekarang sudah basah karna air hujan yang turun.



























































'Secepat itukah kau mengambil kembaranku, ya Allah? sebesar itukah rasa sayangmu kepada kembaranku? hamba iklas, tolong jaga dia disisimu. Hamba sangat menyayanginya.' _Alwi



















'Hamba tau, Galang adalah titipan. Maka dari itu, hamba iklas jika kau kembali mengambilnya'_Ricky

















'Kau pasti sendirian didalam sana? semoga kamu bahagia disisi sang pencipta, putraku. Bunda menyayangimu' _Hasnalia













Masih adakah yang nenyimpan story abal-abal ini? Thxs bangwt buat kalian yang udah mau baca story ku yang super acak-acakan.
Sampai jumpa di exstra part selanjutnya.... paipai

Love you

Cinta Sang Ustadz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang