10 : Momen

287 55 8
                                    

Pagi itu, Han Jisung baru saja masuk ke kamar seusai mandi untuk bersiap pergi bekerja. Namun, sebuah pemandangan begitu masuk ke kamar berhasil membuat dahinya mengerut. Pemandangan itu adalah di mana seorang Kim Chaewon memandang kalender berdiri yang ada di kamarnya dengan tatapan yang sulit diartikan oleh Jisung.

Ada apa? Apa ada yang salah dengan kalendernya? Mengapa Chaewon sudah sibuk memandanginya sepagi ini?

“Ada apa, Chaewon-ssi?” suara Jisung memecahkan keheningan di dalam kamar tersebut. Jisung juga mengambil duduk di samping kiri Chaewon yang terduduk di ranjang.

“Seminggu lagi, kakakku akan menikah.” jawab Chaewon yang berhasil membuat Jisung teringat oleh fakta tersebut. “Dan aku berpikir, apakah sampai saat itu juga, Seungwoo oppa takkan pernah muncul kembali. Mungkin kau berpikir aku sudah tidak lagi mempermasalahkan adanya pernikahan ini, tapi aku tidak bisa bohong bahwa setiap saat ada kalanya aku memikirkan kepergian Seungwoo oppa.”

Jisung terdiam, namun dalam hati dia juga mengatakan hal yang sama. Dia masih mempermasalahkan adanya pernikahan ini. Bagaimana pun kondisi keduanya saat ini.

Belum sepenuhnya bisa menerima. Karena pernikahan ini, semuanya terjadi. Ada yang harus diperjuangkan, ada juga yang harus dilepaskan.

Mereka tak bisa berhenti berharap, Han Seungwoo kembali. Setidaknya, mereka ingin tahu apa alasan laki-laki itu pergi. Meskipun, adanya alasan itu takkan mengubah semuanya, setidaknya mereka bisa marah nanti. Mereka ingin melampiaskan amarah mereka pada laki-laki itu jika alasannya benar-benar jahat daripada alasan Kim Seola, yang hamil dengan laki-laki lain.

Iya.. setidaknya dan biarkan amarah itu terus ada sampai di batas yang sudah ditentukan.

Singkat cerita, keduanya sudah di dalam mobil. Seperti biasa, Jisung akan mengantar Chaewon terlebih dahulu. Tak ada percakapan yang terjadi di antara mereka. Apalagi setelah kejadian di kamar tadi, tentang ucapan Chaewon.

Mereka tidak canggung, hanya memang tidak tahu harus berbicara apa. Jadi, keduanya sibuk dengan isi kepala mereka saat ini. Entah secara spesifiknya, memikirkan apa.

“Nanti, kalau sudah pulang, hubungi aku.” ujar Jisung begitu mereka sudah sampai di kafe Chaewon.

“Kenapa? Kau mau menjemput lagi?” tanya Chaewon sembari berusaha melepaskan seatbelt yang menempel di tubuhnya. “Hari ini tidak sibuk memangnya?”

“Eum.. tidak sibuk tapi juga tidak sesenggang itu. Hanya..” Jisung menggantungkan ucapannya saat tahu perempuan di sampingnya masih kesulitan melepaskan seatbelt itu. Jisung pun mencoba untuk membantunya. “Biar kubantu.”

Chaewon yang sudah lelah pun membiarkan Jisung membantunya. Namun, sepertinya Jisung juga tak kalah kesulitannya. “Apa seatbelt ini rusak? Kemarin malam baik-baik saja..”

“Entahlah.. aku juga tidak paham.” Jisung melepaskan seatbelt-nya dan itu mudah. Kenapa yang sisi kanan jadi sulit seperti ini? “Maaf..” ucap Jisung karena dia akan lebih dekat ke Chaewon. Chaewon tak menjawab dan tetap di tempat.

Keduanya benar-benar sibuk pada satu benda itu sampai tak sadar posisi mereka benar-benar dekat. Jika dilihat dari jauh, Jisung terlihat seperti menghimpit Chaewon.

Dan butuh sampai lima menit akhirnya benda itu terlepas dari pengaitnya. Keduanya bergumam syukur karena berhasil melepaskan seatbelt dari tubuh Chaewon.

“Hah.. syukurlah.”

“Akhirnya terlepas juga.”

Jisung pun mendongakkan kepala dan benar-benar tidak sadar bahwa sedari tadi posisi keduanya memang sedekat itu. Sekarang, Jisung bisa melihat wajah Kim Chaewon yang benar-benar cantik itu dalam jarak yang tak sampai sejengkal.

Sederhana | Jisung Chaewon FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang