Epilog

1.5K 97 25
                                    

Surai merah mudaku terbang mengikuti arus angin. Kubiarkan angin menerpa seluruh tubuhku, membawa kenangan juga perasaan rindu mendalam padanya yang hingga kini masih belum jelas keberadaannya.

Seperti seseorang yang menunggu kelopak Sakura mekar di musim semi, aku seolah setia menanti di bawah pohon. Berharap bunga-bunga yang menjadi inspirasi namaku mekar tiap tahun. Keceriaan dan kebahagiaan yang kuharapkan akan muncul lalu pergi dan akan kutunggu kembali tahun depan. Namun, kini kurasakan musim semi datang terasa lama sekali.

Lama. Hingga aku tak tahu kapan dia akan datang untuk membuat bunga Sakura dan bunga-bunga lain mekar. Bahkan, penantian ini nyaris membuatku berpikir bahwa musim semi mungkin tidak akan datang. Tapi, perasaan membuncah dalam hati, kepercayaan juga keteguhan ini mampu membuatku bertahan untuk terus menunggu.

Kendati aku masih tak tahu, kapan dia akan kembali. Mungkin baginya, akulah musim seminya, akulah bunganya, tapi ... bagiku dia segalanya. Termasuk musim semiku, meski lebih pantas disebut sebagai musim dingin atau musim gugur. Sasuke tetaplah musim yang membuat diriku berbunga-bunga.

Aku terpejam sejemang lalu menghirup dalam-dalam aroma musim semi ini. Musim semi tanpanya, lagi.

Memang indah, semua bunga-bunga bermekaran dan berjatuhan di sana-sini. Hanya saja, terasa hampa jika tak ada dirinya di sisiku. Aku merindukannya. Kusentuh bahu seraya mengingat bagaimana rasanya pelukan Sasuke saat itu. Mengusap bahuku sendiri hingga membuat diriku malah terlihat nyaris seperti orang kedinginan di siang yang cerah ini. Terkesan bodoh ya. Ya, biarlah. Aku hanya ingin bernostalgia.

Helaan napas kuembuskan perlahan. Terdengar sekali bahwa aku tengah kelelahan. Ya, memang benar. Sejak kemarin aku menghabiskan waktu nyaris sebulan tanpa libur juga ditambah pekerjaan rumah. Bukannya Sarada tak membantu, justru putriku itu sangat bisa diandalkan hingga aku sendiri malu pada diriku yang dulu sulit sekali untuk disuruh-suruh oleh ibu.

Aku tersenyum membayangkannya. Bersyukur sifat malasku tidak menurun atau karmaku tidak benar-benar terjadi. Barangkali sifat Sasuke yang rajin menurun 100% pada diri Sarada dan jadilah aku terbantu tanpa harus merasakan hal yang sama seperti ibuku dulu-karena ulahku yang malas.

Memikirkan Sarada membuatku teringat pertanyaannya kemarin. Masih sama. Masih menanyakan papanya. Ya, Sasuke lagi. Aku bosan. Aku ingin sekali berteriak dan berkata pada dunia bahwa aku pun menderita. Tapi, itu tak mungkin karena hal itu terlalu bodoh dan kekanakan. Aku berpikir untuk terus menjawab hal yang sama pada Sarada. Tak peduli putriku itu akan frustrasi atau benci padaku. Itu demi kebaikannya juga, bukan?

Ah, aku memang seorang ibu yang kurang baik. Setidaknya dalam hal ini. Dan, kuakui Sasuke juga salah, meski aku lebih menyalahkan diriku yang bodoh dalam menjawab pertanyaan kecil-namun berdampak besar-dari putri kami itu.

"Sarada. Maafkan Mama."

Aku bergumam kecil. Nyaris tak bersuara, sebab angin terlalu kencang hingga membuat gorden di dalam rumah berkibar menciptakan bunyi sambitan keras.

Aku terdiam kembali. Rasanya sangat menyebalkan dalam situasi seperti ini. Di mana orang-orang tengah berjalan-jalan menikmati indahnya musim semi, aku malah duduk termenung di teras sendirian. Sarada bahkan tengah bersama teman-temannya. Ah iya, baru kemarin ia berulang tahun. Hari ulang tahunnya tak jauh berbeda dariku, dan semuanya masih sama. Berjalan tanpa Sasuke.

Sasuke. Sasuke. Sasuke. Setiap hari, setiap malam, setiap detik, setiap waktu. Hanya nama itu yang berputar indah dalam pikiranku. Dia mungkin tak selalu memikirkan kami, aku tahu tugasnya lebih berat bahkan dibandingkan tugasku di rumah sakit. Hei, ia bertanggung jawab atas dunia shinobi! Aku bangga pada suamiku. Segaris senyum terhias di bibirku yang pucat ini.

"Hah."

Menghela napas lagi. Sepertinya aku tak bosan melakukan ini tiap liburan. Biasanya ada Sarada yang menemani, hanya saja untuk kali ini tak bisa, katanya ia sibuk. Baiklah, aku mengerti. Ia anak remaja muda dan aku pernah merasakannya, setidaknya barangkali Sarada juga akan merasakan bagaimana jatuh cinta sepertiku. Dan, aku ingin kisahnya lebih indah dari kisah kami.

Itulah doaku, untuknya. Untuk putri kami. Kehidupan yang lebih baik dan cerah tentunya.

"Mungkin memang benar. Zaman sudah berubah dan kami masih begini."

"Anak kita sudah besar, Sasuke-kun." Monologku, seolah berbicara pada Sasuke lewat angin yang kuharap akan membawa pesan kecil ini.

"Apa kau tak ingin melihatnya? Kau sudah melewatkan masa kecilnya. Kini, ia sudah remaja. Dan terus menanyakan keberadaanmu yang bahkan tak kuketahui. Kau sering mengirim pesan namun selalu membuat kami rindu lebih dalam." kataku, mulai terdengar lirih.

"Kapan kau kembali, Sasuke-kun? Aku rindu."

"Sarada ingin bertemu denganmu. Dan, apa kau juga merindukan kami? Perasaan kita terhubung tapi aku benar-benar ingin bertemu langsung denganmu."

Aku memejamkan mata. Aku berusaha berbicara pada Sasuke lewat telepati. Ah, tidak bisa. Aku bukan dari keluarga Yamanaka. Dan, tak mungkin juga terjadi. Tapi, setidaknya perasaan yang menghubungkan kami bertiga sudah cukup untuk mengantar pesan ini.

Mungkin untuk kali ini, aku harus terus menunggu. Entah sampai kapan. Sebab, aku yakin sepenuh hati, Sasuke pasti kembali.

Aku akan terus menunggumu, Sasuke-kun.

~o0O0o~

Selesai





Halooo, guys.... Apa kabar? Semoga baik ya^^

Gimana? Gaje? Biasa aja? Gak terkesan? Bagus tapi kurang? Atau bikin kesel? Ah, semua bakal terjawab nanti di "Honeymoon" :v

Maaf, klo selama perjalanan "I'm waiting for you" versi perombakan ini banyak kesalahan, typo, gaje, EBI ngasal, Eyd ga jelas, dll. Dan maaf juga klo endingnya kurang berkesan. Mohon dimaafkan ya, maklum lah, aku masih kecil qaqa😂

Dan, gimana pendapat kalian tentang cerita ini? Komen ya :v

Aku bnr2 ngubah byk versi asli canonnya ya kan... Ah bodo amat lah, ini versi aku wkwk. Niatnya mau bkin lagi nnti stlh umur aku 18 :v dan mau bkin yg mirip sama cerita aslinya. Tapi ga janji yaa😂✌

Terima kasih buat yang udah setia nunggu dan baca—dengan sabar. Dan terima kasih juga yang udh bersedia vote+comment. Yg sider juga makasih ya... udh mau baca walau ga terlihat :) semoga kalian yang sider diberi pencerahan. Aamiin.

Ok, aku gabisa berkata banyak wkwk. Takut ganggu. Klo gitu, sampai jumpa di Honeymoon versi revisi (yg akan publish thn depan) dan atau sampai bertemu di ceritaku yg lain hehe^^

Klo mau dpt notifnya, silakan follow aku ya guys :v dan yg udh pernah masukin ke perpusnya, pasti bakal dpt notif lgi eaaa :v. Semoga kalian seneng kayak dpt notif dari doi :'3

Btw, mungkin kita ketemu di ceritaku yg lain itu thn depan ya guys :v soalnya kan bentar lagi 2021. Yassalam cepet amat ini tahun😭 Mana garing bgt lgi gara2 corona.

*Tetep jaga kesehatan ya guys. Inget! Pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak! Intinya jaga diri masing-masing deh, demi keluarga dan semua orang juga.

Yaudah, segini aja lah ya... niatnya mau curhat ttg nasib aku dan semua yang seangkatan sama aku. Kasian ya kita, yang pgn bgt jdi kakak kelas buat semua kelas malah di rumah aja :) Mana berapa bulan lagi bakal lulus. Garing eh. Ingin menangis namun apa daya, semua merasakan juga.

Ok, dadah semuanya. Thank you so much and I love you guys😘❤

Tanggal kali pertama publikasi dan tamatnya:
6, Juli 2017 - 21, Oktober 2017

Tanggal Publikasi awal perombakan ulang alur cerita dan tamat sekarang:
5, Agustus 2020 - 30, Desember 2020


Rabu, 30 Desember 2020 {23.03 WIB}

I Am Waiting For You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang