Di depan meja rias, Ryu melihat Rin memasuki ruang makeupnya. Kyoto sedang mengambil tas makeup yang tertinggal di mobil tadi. Studio pemotretan Clai're ada di tengah Shibuya. Hilir mudik keramaian rasanya memadati dinding-dinding kota. Dari antara jendela kaca yang terbuka, langit kota nampak cerah, tapi tak secerah Ryu hari ini. Rin menympan senyum sambil berdiri di sebelahnya.
"Apa kau menyesali kejadian semalam?"
Cih, desah Ryu. Bagaimana ada perempuan dewasa seperti ini? Apa ternyata dia yang terlalu kecil karena ini awal karirnya sendiri? Ia mengangkat wajah dan melirik Rin. Crop tee nya di padu blazer hijau mint yang sepasang dengan celana bahan Ryu sekarang. Tema pemotretan hari ini retro. Rambut pendek Rin di keriting dengan aksen tipis. Ia memakai topi baret putih dan wajahnya sudah di rias.
"Rin-san nampaknya sangat menikmati itu. Tapi sayang, aku tidak tertarik dengan permainanmu."
Ryu melepas scarf rekat di lehernya. Ia baru mengenakan kaos tipis yang nanti dipadu jas pastel. Retro modern kata designernya, tapi nampaknya, kembaran dengan Rin hanya membuatnya mual. Sorot mata Rin seakan siap melahapnya kapan saja. Dan itu berbanding terbalik dengan kesan pertamanya.
"Hey, bukankah kau datang ke dunia ini untuk menjadi populer dan mendapatkan semua yang kau mau?"
Ryu menatap Rin dengan ekor mata, tak mengatakan apa-apa selang beberapa detik. "Kau tidak perlu mencampuri urusanku, Rin." Dari tempatnya berdiri, dengan panggul bersandar ke meja rias, Rin terkekeh pelan.
"Ryu, betapa naifnya dirimu. Itulah sebabnya aku tidak suka bekerja sama dengan artis baru. Dia belum tahu apa-apa. Sama sepertiku dulu. Tapi tenang saja," dia melangkah mendekat, seraya berjinjit supaya mencapai telinga Ryu, ia berbisik, "aku akan memberimu tips berharga."
Tangan Rin menepuk pundak Ryu, bersamaan dengan itu Kyoto berhambur masuk. Terdengar Kyoto yang menyapa dan Rin menyahut sopan. Tenggorokan Ryu tersekat, ia tak membayangkan apa-apa lagi selain Chelsea. Ia ingin Chelsea tahu kejadian malam waktu ia tak bisa menjemputnya, ia ingin Chelsea tahu semua keraguan yang suka membludak saat menghadapi Rin, tapi ia tidak bisa. Tidak di saat dia masih belum bisa mengendalikan wanita itu.
**
Chelsea dan Kato berderap ke belakang gedung kafetaria yang sampingnya diapit dinding tinggi pemisah gedung kampus dan jalan raya. Chelsea tidak tahu ia punya kekuatan apa untuk melakukan ini, tapi ia tidak merasakan hal lain selain jantungnya yang meletup-letup marah. Dia mau membicarakan Ryu di depan semua orang dan mendapatinya masalah lebih besar lagi? Tidak akan. Lebih baik ia mencegahnya sekarang.
"Apa maksudmu!?" Chelsea menyentak genggamannya hingga Kato hampir tersungkur. Di koridor buntu itu, suaranya menggema kosong. Ia menatap Kato yang berbalik dan poni rambutnya awut-awutan terkena angin sepanjang mereka berlari. Chelsea terengah sesekali sementara Kato terlihat santai. Sembari mendekat, ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Apa maksudmu yang mana?"
Chelsea menatapnya tajam. "Untuk apa kau membantuku semalam? Kau pasti melakukan sesuatu kemarin, iya kan?! Apa yang kau lakukan di rumahku? Katakan!"
Napas Chelsea sesak tanpa sadar. Dadanya naik turun karena emosi yang kian memuncak saat membayangkan orang ini berjalan jalan di ruang tamu, duduk di sofa atau mungkin menyelinap ke kasurnya. Astaga, itu cukup mengerikan.
Kato menggeleng sambil tertawa. Hari ini rambutnya di kuncir setengah, mata tajamnya menyipit seiring mendekat. "Hey, kau benar-benar tidak takut ya membawaku ke tempat sepi begini?"
Kaki Chelsea bergerak mundur tanpa sadar.
"Aku sudah bertemu pacarmu itu. Dan dia siap menyumbang wajahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tokyo Kiss 2
RomanceCompleted. Sekuel dari Tokyo Kiss "Kau pikir dunia ini masih soal cinta masa SMA, hah?" Rin menggeleng kecil sambil tersenyum mengejek, "kau sangat naif, Ryu." --- Setelah International School, kini kisah Ryu dan Chelsea harus dihadapakan pada keny...