Dari ujung lorong, Kyoto yang berjalan lebih dulu seketika terhenti. Ia menoleh ke arah Ryu yang melangkah lambat di belakangnya seakan menghitung jarak dari pintu studio ke lobi lift.
"Jadi kau berani jika hal itu muncul ke publik?"
Suara Kyoto menghentikan langkahnya. Seketika ia mengangkat wajah, seperti baru menyadari kalau ia sudah sampai di lobi lift. Pukul lima sore, langit masih terang dari luar jendela. Matahari sudah hampir tenggelam di antara gedung-gedung tinggi kota. Ryu tak menatapi pemandangan itu seperti kali pertama ia merasa tenang. Hal-hal yang dulu tak pernah terbayangkan, kini rasanya bisa saja terjadi kapan saja. Semakin menuju malam, Ryu semakin takut apa yang akan terjadi di esok hari. Apakah ia akan semakin meninggalkan jejak dan membuat jarak semakin jauh dengan Chelsea?
Ia masih ada pertemuan dengan Manager Clai're untuk membahas tema selanjutnya. Waktu mereka tidak banyak. Tim redaksi Clai're akan menerbitkan majalah itu Desember mendatang. Dan jika hari baik, Ryu bisa muncul di televisi nasional untuk penutupan event Natal sebagai bintang utama. Dan ironisnya, sekarang ia semakin tidak peduli akan karir apa yang akan ia jalani. Yang sekarang memenuhi otaknya hanya perasaan untuk melepaskan diri dari jerat Gilbert dan artis senior seluruh Tokyo.
"Bukankah sudah kukatakan aku tak akan menyembunyikan apapun? Kyoto, sebentar lagi aku akan hancur."
Kyoto menghadap Ryu bingung. Lift masih bergulir naik.
"Apa maksudmu?"
"Kau ingat artis senior itu? Aku mendapat ancaman."
Mata sipit Kyoto membulat. Ia melirik sejenak ke lorong studio, tapi hari ini beberapa staff sudah turun duluan, studio pun sepi, tinggal beberapa staff utama dan fotografer. "Kenapa kau tidak memberitahu agensi?"
Ryu menatap datar, menghela napas tak peduli. "Oh, agensi peduli terhadap hal ini? Bukankah agensi yang mengajak kerja sama dengan Rin?"
Kali ini kening Kyoto mengerut tak mengerti, dan Ryu ingin tertawa di atasnya. "Bagaimana bisa kau tak mengetahui kalau Rin adalah artis dari Gilbert?"
"Ryu, apa maksudmu? Rin bukan dari agensi Gilbert, dia--"
Tanpa sadar, keluguan Kyoto membuatnya tak tahan untuk mendorong pria bertopi bundar itu ke sisi tembok samping lift. Ia melampiaskannya di sana, di lorong sepi dan napas membara yang tak bisa dipadamkan lagi.
"Kau tak tahu? Apa sebenarnya kau hanya pura-pura tak tahu?" geram Ryu.
Sekarang, Kyoto berbalik terancam. Ia berusaha melempaskan diri, tapi Ryu kian mengencangkan ancamannya. Pundak kecil Kyoto terlalu mudah untuk dipaku di dinding, dan itu terasa ringan ketika Ryu tahu kenyataan kalau Kyoto memang menyembunyikan ini semua.
"Ryu, agensi tidak bermaksud itu, kami hanya--"
"Kalian hanya sengaja memasukkan aku supaya kalian mengambil keuntungan dan membiarkan artisnya di telan oleh Gilbert bersama masa depan dan mimpi-mimpinya? Begitu maksudmu?" Nada suara Ryu kian bergulat pada kenyataan pahit. Semakin ia berusaha menerka, semakin sesak dadanya menarik napas. Bagaimana bisa ia sendiri menerjunkan dirinya pada jurang yang sampai sekarang tak pernah ia tahu dasarnya apa?
Ia bukan hanya membahayakan dirinya sendiri, tapi juga orang lain.
"Apa kau tidak jauh berbeda seperti Gilbert? Kau menjual kami. Kau menjual para artis, iya?"
Pintu lift berdenting terbuka. Sekarang Ryu tidak mendengar apapun lagi selain rasa napasnya yang terbakar marah. Kalau ia dipersilakan menyimpulkan ini semua sejak awal, beginilah yang terjadi.
"Ryu Otosaka, dengarkan aku dulu!" Tiba-tiba Kyoto mendorongnya dengan kekuatan penuh hingga melepas cengkraman Ryu. Ryu hampir terjatuh dan Kyoto yang melesak bebas, menarik napas panjang-panjang. Ia membenarkan kerah bajunya dan berusaha menegapkan posisi berdiri.
"Kau... kau tak pernah tahu alasan kami memperkerjakanmu. Kau lolos dari Yakuza dengan permasalahan besar waktu 17 tahun yang lalu, apa kami tidak tahu itu?"
Mata Ryu memicing kesal, "kau menggeledah informasiku?"
"Masa lalu itu adalah senjata untukmu. Kami mempersiapkanmu untuk siap melawan Gilbert. Itu sebabnya agensi menarik masuk Rin ke dalam lingkaran ini supaya kami bisa memancing satu singa keluar dan membawa masuk ke dalam sana untuk menggeledah dan menyelesaikan apa yang ditunggu semua artis di masa depan."
Mendengar penjelasan itu, Ryu terkunci di sisi lain. Hal yang tak pernah ia pikirkan, hal yang tak pernah ia bayangkan.
"Kau merencanakanku untuk hal ini? Kalian--"
"Apa kau pernah terpikirkan untuk masa depan semua orang di Tokyo yang murni memiliki bakat dan inovasi secara bebas? Ryu, negara ini sudah terlalu lama terikat oleh peraturan Gilbert, dan kami ingin mengujimu apakah mampu melintasi ini semua."
Mampu melintasi ini semua? Sedangkan mereka sudah tahu rencananya dan Ryu dibiarkan tak tahu apa-apa tanpa rencana mendatang dan membiarkannya diterjang rasa ketakutan dan kehilangan atas orang yang ia sayang? Apakah orang-orang ini punya jiwa manusiawi sedikitnya 1 persen saja? Ryu menatap Kyoto tak percaya, tanpa sadar pandangannya buram. Dadanya sakit, ia tak percaya kalau ia bisa sakit hati hanya mendengar pertanyaan itu.
"Kau menyuruhku memutuskan hubungan dengan Asuka sementara kau melemparkan kami berdua ke jurang hanya berbekal tali untuk menarikku kembali? Kau pikir itu berhasil? Kalian sama saja seperti monster!"
"Ryu! Itu memang kesalahan kami, kami tidak pernah memberitahumu kenyataannya. Tapi apa kau pernah membayangkan jika kami mengatakannya lebih dulu kau ingin menaruh mimpimu pada kami? Agensi tidak pernah mengatur angka untuk membuatmu berdiri di puncak classement. Dan tak ada yang merencakan itu. Kau sendiri yang mengalahkan angka Gilbert. Kau yang mematahkan target Gilbert di Tokyo ini!"
Target? Apa maksudnya penyogokkan agar artis Gilbert bisa ada di top classement tanpa usaha?
Kali ini Ryu mengernyit bingung. Amarahnya tertahan dan ia bisa merasakan tatapan getir di sorot mata Kyoto. "Aku sebagai perwakilan agensi, ingin meminta maaf padamu." Kyoto berlutut, ia menunduk seakan selama ini ia juga menyembunyikan beban yang tertahan.
"Kau tidak pernah tahu bagaimana semua orang patuh terhadap Gilbert, bagaimana semua agensi besar bahkan Clai're, tak bisa ikut campur akan masa depanmu. Mereka tulus seperti kami, tapi mereka tak bisa melakukan apapun selain diam-diam membenci. Tak ada yang bisa dilawan atau mereka semua akan kehilangan jerih payah mereka. Apakah kau tega melihat itu semua terjadi sepuluh abad lagi?"
"Lalu apa begini caramu menyelamatkan masa depan Tokyo? Kau berpangku padaku dan percaya padaku begitu saja? Bagaimana bisa? Bagaimana kau seyakin itu aku mampu membunuh Gilbert di dalam kandangnya?" Getir yang tadi terasa membara seketika menyulutkan emosinya lagi. Ia tidak tahu mana yang membuatnya marah karena segala hal yang terjadi sekarang semakin membutakannya pada apapun. Namun, jika apa yang Kyoto katakan benar, apakah ia memang bisa menyelamatkan semua orang termasuk Chelsea?
"Kau bisa menyelamatkan dirimu dan pacarmu, Ryu. Kau memiliki satu kekuatan yang tak kami miliki. Kau punya kebaikan yang tak orang sadari, bisa membunuh mereka tanpa kau menyentuhnya."
"Hentikan," tandas Ryu, ia menatap Kyoto tajam, "kalau cara memujiku hanya semakin membakar rasa lelahku untuk bebas dari ini semua..." Ryu merasa seluruh kenyataaan menyesakkan paru-parunya. "Kalau keyakinan itu yang membuat kalian melemparkan kail, maka aku, akan menarik kalian juga masuk ke dalamnya. Kalian akan tahu seberapa menakutkannya berjalan sendiri dan melewati itu semua. Kalian akan tahu, kalau Gilbert, bukan hanya sekedar orang jahat, tapi mereka juga cerminan dari diri kalian. Tapi tak masalah..."
Pintu lift berdenting sekali. Kali ini dengan sekali tepis, Ryu membenarkan posisi mantelnya. Ia beranjak pergi seraya berkata pelan, "akan kutunjukkan kalau kalian tak salah memilih umpan."
***
Apakah Ryu benar-benar bisa jadi pahlawan? aaa nasib Ryu kenapa selalu begini sih dari Tokyo Kiss pertama? :( intinya, kalian harus tetap saksiin perjuangan Ryu yah!
Jangan lupa votes dan follow penulis juga^^ silakan berkunjung ke instagramku juga @nicemcqueen aku sering posting beberapa hal tentang Tokyo Kiss juga di sana lohh ehehe. Ja matane!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tokyo Kiss 2
RomanceCompleted. Sekuel dari Tokyo Kiss "Kau pikir dunia ini masih soal cinta masa SMA, hah?" Rin menggeleng kecil sambil tersenyum mengejek, "kau sangat naif, Ryu." --- Setelah International School, kini kisah Ryu dan Chelsea harus dihadapakan pada keny...