Pembaca yang baik hati, jangan lupa votes cerita dan bab sebelumnya yaa. Yuk saling support supaya penulis jadi semangat update setiap hari. Terima kasih^^
-Ryu Otosaka-*
Degup jantung Chelsea bergemuruh tak reda. Di sela-sela suara dosen tengah kelas, ruangan yang membentuk panggung dengan kursi mahasiswa setengah melingkari ruangan, Chelsea mengetik di ponselnya dengan cepat. Ia mengganti nama Ryu di ponselnya menjadi emoticon hati. Jaga-jaga kalau Kato--orang yang kini menjadi alarm baginya--bisa saja menggeledah atau menyerangnya. Karena Chelsea sampai sekarang tak melupakan rasa takut dan kekuatan besar yang masih terasa di pergelangan tangannya.
Ia tak peduli Kato akan melakukan apa padanya, tapi jika hal itu menyangkut Ryu, Chelsea tidak bisa diam saja. Di tambah, dia akan membawa para artis senior untuk membungkamnya. Apa maksudnya? Apa jangan-jangan Ryu punya masalah dengan artis senior? Ia ingin sekali bertanya lebih jauh, tapi waktu ia ingin menuliskan kalimat itu, seseorang yang baru datang dari belakang mencoleknya.
Itu Honomi. Dengan poni yang berantakan terlihat sehabis lari sepanjang lorong dan napas terengah-engah.
"Asuka-san, apa yang terjadi dengan Kato tadi pagi? Orang-orang bilang kau meludahinya?!" bisikannya terdengar agak tertahan.
Chelsea hendak balik menghadap ke depan, tapi Honomi dengan tangkas menahannya. Ekspresinya prihatin campur takut. "Apa kau terluka?"
"Aku baik-baik saja. Ia hanya..."
Ia hanya mengancam Ryu untuk mundur dari semua kepopulerannya jika mau hidup aman. Ironis. Ini adalah kali pertama ia melihat pacarnya menjadi idola seluruh Tokyo, tapi ini juga adalah pertama kali ia merasa terbunuh pada sesuatu.
"Apa ia mengancammu pergi ke suatu tempat?" sergah Honomi lagi. Mata khawatirnya membulat penasaran. Layar materi di depan terus bergulir. Semua orang hening dan fokus mendengarkan dosen yang bersuara lantang. Pelajaran utama hari ini sebenarnya masih mudah ia serap, tapi entah kenapa, yang ada di otak Chelsea sekarang hanya ingin melihat Ryu baik-baik saja.
"Aku baik-baik saja. Hanya sedang tidak ingin membicarakan itu," keluh Chelsea muram.
"Semua orang membicarakanmu di lorong tadi. Siapapun yang berhubungan dengan Kato di ruang privasi saja bisa jadi topik hangat, sedangkan kau di taman--" Honomi bergerak gusar, "aku punya ide bagus. Bagaimana kalau nanti malam kita Nabepa?" ekspresi Honomi langsung berubah cerah.
Chelsea mengeryit. "Nabepa? Tapi aku--"
"Kau harus menceritakannya padaku! Kato itu tidak bisa kau hadapi sendirian. Tenang saja, temanku pernah diancam hal aneh-aneh. Dan kurasa kau memang butuh cerita baru untuk menjernihkan otakmu. Bagaimana?"
Diam-diam, Chelsea melirik ponselnya, layar chatting Ryu yang ia tinggal beberapa menit lalu terasa hening. Ia tidak ingin membuat Ryu khawatir di tengah project besarnya. Di tambah urusan artis senior yang bisa membahayakan teman-teman Ryu, cukup kecelakaan itu terjadi di masa lalu. Ia menatap Honomi yang tersenyum kecil. Senyum gadis itu nampak menenangkan hingga membuat saraf-saraf yang tadi menegang di sekitar kepalanya agak mengendur.
Membayangkan makanan hotpot di tengah cuaca dingin mungkin bisa membuat perasannya membaik. Lalu tanpa suara, ia mengangguk ke arah Honomi.
***
Seusai kelas, Honomi langsung menggiring Chelsea keluar paling pertama. Untuk menghindari keramaian di lorong juga di taman. Biasanya, berita antar Kato dan anak mahasiswa baru atau mahasiswa yang telat membayar hutangnya, atau mahasiswa yang berani melawan Kato suka menjadi topik utama. Siapa pula yang tidak tertarik dengan putra dari artis senior yang seluruh orang tua di Tokyo tahu?
Hanya beberapa menit Honomi dan teman prianya--Atsuki--yang ia kenal dari club menari ikut menemaninya. Berhubung cuaca sore hari ini dingin dan mereka kelaparan, donabe hangat yang mendidihkan kuah soyu atau asam manis dari kaldu terasa memggiurkan di ujung lidah. Hangat di kepala mereka hingga menjeritkan perutnya. Honomi dan Atsuki nampaknya sering makan di sini.
Keduanya menggiring Chelsea ke warung Sukiyaki yang letaknya 10 menit dari kampus. Terletak di himpitan gang Shinjuku yang ramai, warung itu agak temaram. Dindingnya dilapisi kayu, cahaya lampunya bewarna putih kekuningan. Chelsea melahap pemandangan warung kecil itu begitu duduk di meja bundar seperti shokudo.
Tiap meja dipisahkan satu papan tipis. Di pojok ruangan, Honomi mengambil posisi di sebelah Atsuki. Pria tinggi memakai kacamata dan suara rendah menarik. Chelsea sempat mengira itu pacar Honomi, tapi gadis itu menggeleng keras. Karena duduk beralas bantal kempis, Honomi merentangkan kakinya di bawah meja sambil mengulet.
"Padahal baru beberapa hari masuk tahun ajaran baru, tapi rasanya berat sekali. Ditambah Kato."
Begitu Honomi memulai pembicaraan, seorang pelayan datang dengan celemek bertuliskan nama kios hotpot ini. Chelsea menyerahkan semua pesanannya pada Honomi dan Atsuki, jadi mereka memesan dua paket Sukiyaki dan Oden. Honomi bilang dia ingin telur rebus hangat, dan di warung ini terkenal odennya yang enak.
Atsuki berdecak, "tidak seru sekali. Ayo pesan beberapa bir dan sake."
Tampang Honomi menolak. "Sake terlalu berat untuk kami berdua. Beri dua botol soju saja," ujar gadis itu sambil mengangkat alis.
"Teman-teman, aku tidak--" Honomi berdalih memotong ucapan Chelsea, "kau hanya perlu mencobanya. Satu gelas kecil saja. Bagaimana?"
"Oh! Oh! Setelah makan kita harus bermain untuk menentukan siapa yang minum!" Atsuki bersemangat begitu pelayan meletakkan botol soju.
"Teman-teman, aku benar-benar tidak ingin minum.."
Honomi menoleh pelan seraya menghentikan pertengkarannya dengan Atsuki. Sembari menyentuh tangan Chelsea, ia merujuk mendekat. "Asuka-san, apa yang Kato lakukan padamu hingga membuatmu meludah sebenarnya?"
Ada ketegangan yang menyisir bulu kuduk Chelsea waktu mendengar pertanyaan itu. Ia takut pada Kato jika pemuda itu terus mengincar Ryu dan membawa senior artis yang ia sebut-sebut. Tapi jika ia mengatakan yang sebenarnya pada Honomi, ... ia tidak tahu apakah gadis ini bisa ia percaya. Dalam hati ia mengeluh dan berharap bisa memikirkan alasan lain untuk melindungi Ryu.
"Dia... mencekal tanganku keras sekali tadi pagi," membayangkan genggaman tanga keras pemuda itu membuat Chelsea sadar kalau bekas itu masih di sana.
"Kenapa dia bisa begitu?"
"Aku.." kata-kata itu hampir meluncur dari tenggorokannya. Honomi dan Kato pernah ada di satu sekolah yang sama. Seharusnya gadis itu lebih tahu tingkat mana ia bisa berlindung atau menjaga diri. Kato yang berbahaya tapi sulit di sentuh itu bagai bom tanpa waktu. Semua warna kabelnya merah dan ia tidak bisa menebak bagaimana Kato bereaksi. Apa yang terjadi jika Kato terus mengancamnya untuk menekan Ryu? Mungkin ia bisa menangani Honomi fansgirl Ryu, tapi Kato?
Atsuki memberi tempat pada panci tanah liat yang baru saja diturunkan pelayan. Di dalamnya diisi kuah soyu dan beberapa piring isi daging iris tipis, sayur-sayur, tahu, telur rebus dan bakso ikan memenuhi meja. Honomi semakin mendekat untuk mendengar bisikan Chelsea yang tanpa sadar kian menunduk ke dekat telinga gadis itu. Rasa gelisah yang menuntunnya berakhir pada Honomi.
"Dia mengancam Ryu Otosaka yang sedang populer untuk menjauhi itu. Dia bilang, ayah dan para artis senior bisa saja mendepaknya sendiri."
Gadis itu menoleh dengan kerut keras di hidungnya. Ia mengerjap bingung. "Apa hubungannya dengan Ryu-kun?"
Ada jeda dua detik sebelum Chelsea ikut bersitatap dengan Atsuki di sebrang meja.
"Karena aku pacarnya."
***
Pernah terbayang punya temen yg ternyata pacarnya artis terkenal nggak? Kalau punya, reaksi kalian bakal kayak apa nih?
Terima kasih buat yang masih baca sampai bab ini. Jangan lupa dukung aku dengan votes atau klik bintang di bawah itu. Hehe biar aku makin semangat update siapa tau Sabtu Minggu jadi up juga kan hwhwhw.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tokyo Kiss 2
RomanceCompleted. Sekuel dari Tokyo Kiss "Kau pikir dunia ini masih soal cinta masa SMA, hah?" Rin menggeleng kecil sambil tersenyum mengejek, "kau sangat naif, Ryu." --- Setelah International School, kini kisah Ryu dan Chelsea harus dihadapakan pada keny...