Chapter 7 Part 4

27 5 0
                                    

"Apa kau sudah menerima paspormu?"

"Sudah."

"Bagaimana dengan jadwal untuk lusa? Sudah dapat?"

"Sudah."

"Bagus." Takamura Genji mengangkat wajahnya dari balik meja besar tempat singgahsananya berada. Ruang pribadi yang besarnya hampir seperti ruang meeting 20 orang itu berlapis cat merah gelap dan lantai kayu yang dipoles licin. Di setiap dua meter, ada tonjolan pilar putih yang setiap pilarnya digantungi lukisan-lukisan antik. Semua jendela ditutup rapat dan hanya menyisakan satu jendela kecil menghadap taman rumah dekat Gilbert berada yang terbuka, membuat semburat sinar matahari sore memasuki ruangan. Lantainya dilapisi karpet tebal di berbagai sudut, misalnya di bawah sofa dekat perapian ujung ruangan, dan di sudut lemari-lemari besar tempat membaca buku. 

Dengan cerutu terselip di bibirnya, Gilbert mengembuskan asap biru ke atas lalu menenggak anggur dari gelas tinggi di atas meja. Sementara itu, di sebrang meja, duduk Ryu dengan kemeja putih dan jas hitam menatap resah ke arahnya.

"Nampaknya aku senang bekerja sama denganmu. Mudah sekali, bukan? Selama kau ada di puncak tangga, aku dengan mudahnya mengambil semua pundi-pundi dari bawah kakimu, seperti itu saja," ujar Gilbert seraya tertawa serak. Ryu tak berniat mengatakan apapun, kemudian sebelah tangan Gilbert terangkat, seorang pengawal datang dan memberi dokumen padanya yang kemudian diserahkan lagi pada Ryu.

Ryu agak ragu untuk membaca isi dokumen tersebut, tapi Gibert membiarkannya menebak sendiri. Selembar surat pernyataan perjanjian lagi. Ryu mengerutkan kening ketika membacanya satu per satu hingga ia menemukan kalimat "untuk segera menukarkan karirmu dengan keberadaanmu." Ia langsung tersentak mengangkat wajah, menatap Gilbert dengan kerut tajam.

"Jadi ini yang kau bilang memungut pundi-pundi?"

Gilbert menyumbatkan senyum tipis itu lagi. Senyum penuh misteri yang memuakkan. "Kau banyak belajar juga, ya, Otosaka. Aku tak salah menyuruh Kato untuk menghabisimu dengan pacarmu supaya aku bisa dengan bebas memerahmu di sini."

Kepala Ryu panas jika nama Chelsea terlintas di bibir kotor itu. Dengan santai Ryu melempar dokumen itu ke atas meja.

"Apa yang akan terjadi jika aku melepas karirku dan mendapatkan keberadaanku?"

Gilbert menyesap anggurnya sambil melirik arah Ryu, "aku akan membebaskan dan tidak membuatmu menderita dengan kulitmu."

Sejenak, Ryu terdiam. "Apa maksudmu?"

Samar-samar Gilbert tertawa. "Kau belum paham juga atau pura-pura polos? Kau tentu tahu aku menyimpan banyak artis, kan? Karir mereka masih berjalan di Tokyo, tapi aku hanya menggunakan mereka ketika saatnya saja. Sisanya, kalau mereka sudah habis kuperah, mereka akan kukuliti. Sama nasibnya dengan sapi, bukan begitu?" Ia tertawa bersama pengawal di sampingnya yang ikut mengangguk menyetujui hal itu.

Demi Chelsea, semua ini sudah masuk ke dalam kegilaan yang tak ada batas. Kato benar, mungkin Gilbert dulu bukanlah monster, tapi orang yang ada di depannya sekarang ini bukan sepenuhnya Gilbert lagi. Sosoknya sudah lenyap ditelan keserakahan duniawi. Inilah yang kau maksud dengan mimpi yang mewujud nyata namun menenggelamkanmu pada dunia. Inilah yang kau lakukan jika membiarkan dunia memujimu terlalu lama tanpa berdasarkan perasaan yang sesungguhnya. 

Ryu berusaha menjaga mimik wajahnya. "Kenapa kau bisa memberikanku pilihan ini sementara kau tidak melakukannya dengan yang lain?"

Pertanyaan itu membuat Gilbert terdiam sejenak. Tak menarik ekspresi apapun tak bersuara beberapa detik. 

"Karena kau spesial."

Ryu menyipitkan mata dari balik poninya, diam-diam ia melirik ke arah pengawal yang berdiri di sebelah Gilbert. Kecurigaan mulai meluap. Hari ini ia akan bersiap untuk ke Amerika besok, tapi ia tidak tahu kapan rencana akan pulang dan kapan ia bisa melancarkan rencana dengan Kato secepat mungkin. Tapi sebisa mungkin malam ini ia berencana untuk mengendap masuk ke dalam kamar Gilbert yang kata Kato punya pintu rahasia menuju ruang bawah tanah. Hanya saja, sore ini, keadaan seperti berubah. Atmosfer kelam yang selama ini Ryu rasakan seketika membuatnya semakin sulit bernapas bebas. Ia melirik Gilbert yang sudah menatapnya lebih dulu.

Tokyo Kiss 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang