Selama perjalanan pulang, tak ada satupun dari kami bicara. Aku sibuk menahan sakit sambil melihat rembesan air hujan di jendela kaca mobil. Iya, sewaktu keluar dari kampus, hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya, padahal tadi waktu keluar dari uks, aku rasa langitnya masih baik-baik aja.Langitnya nangisin gue kali, ya?
Suasana hening ini sama sekali ga membuat aku senang. Kecanggungan membuktikan bahwa terciptanya jarak diantara aku dan kak Jaehyuk memang benar adanya. Tentang keadaan ini, aku ga menyalahkan kak Jaehyuk sama sekali, karena aku jauh lebih tau siapa yang memutuskan untuk menyerah.
Iya, aku. Dan ini semua rasanya impas untuk apa yang aku lakukan pada kak Jaehyuk.
Tapi tetap aja, efek sakit yang aku rasakan luar biasa rasanya.
“Saya gatau rumah kamu.” kak Jaehyuk memecah hening diantara kami, aku segera menengok ke arah dia dan ternyata dia juga lagi liat ke arahku. Sekilas aku balik liat jalanan, “Di pertigaan situ belok, kak.”
Aku jelasin alamat rumah aku dan kak Jaehyuk langsung mengangguk. Sepertinya kak Jaehyuk tau daerah situ karena dia ga nanya-nanya lagi ke aku.
“Rumah yang pager abu, kak.”
“Kamu nge-kos?”
Aku menggeleng, “Ngga. Keluarga pindah kesini.”
“Ah... Jadi itu yang bikin kamu akhirnya kuliah di Bandung.”
“Ngg, iya.” jawabku canggung.
Akhirnya kami sampai. Aku langsung ngucapin terimakasih sama kak Jaehyuk lalu keluar dari mobilnya.
“Sekali lagi makasih, kak.”
Kak Jaehyuk nurunin kaca mobilnya, dia kaya mau ngomong sesuatu gitu, jadi aku ngedeket ke dia.
“Kenapa, kak?” tanyaku. Dia menggeleng, “Gapapa. Jangan sakit lagi, Han.”
Aku rindu kak Jaehyuk manggil nama aku.
“Iya, kak. Makasih atas bantuan kakak.”
“Sama-sama. Saya pulang dulu.”
Dan setelah itu, mobilnya mulai menjauh dari pandanganku. Aku gatau harus senang atau sedih sekarang karena semuanya terasa bercampur jadi satu. Tentang jarak yang tercipta diantara kami dan tentang kak Jaehyuk yang masih sama pedulinya dengan kak Jaehyuk yang dulu.
“Kak? Kok pulang?”
“Hampir pingsan tadi di kampus soalnya perut aku sakit banget, Ma.” aku meletakkan tote bag diatas meja sambil sesekali memijit pinggangku yang rasanya mau copot.
“Dibilangin jangan ngampus dulu, jadi gimana?”
“Kuisnya dibatalin, huhu. Dosennya ga masuk, kan. Terus tadi juga aku dibujuk sama Nara buat jangan masuk kelas aja abis ini, yaudah deh pulang.”
“Kamu pucet banget ga bohong.”
“Iya, perut aku sakit banget, Ma.”
“Kamu pake apa tadi?”
“Go-car.”
Setelah itu mama cuma ngangguk lalu mengambilkan botol kaca berisi air hangat buat aku pake di perut untuk ngilangin rasa sakit.
Soal go-car, aku hanya gamau mama kepikiran tentang aku dan kak Jaehyuk lagi. Gapapa bohong karena aku tau kalau jujur, mama pasti bakal banyak tanya dan sekarang bukan waktu yang tepat buat bahas itu.
Fisikku capek, perut aku sakit dan mental aku juga lagi ga baik-baik aja akhir ini. Kalau mama tanya aneh-aneh, yang ada nambah beban aku aja.
“Kak, soal tawaran mama waktu itu, gimana?”
Aku mikir sejenak, karena aku juga lupa mama nawarin apa?
“Apa ya, Ma?”
“Ketemu anak temen mama. Dua tahun diatas kamu, beda kampus juga tapi anaknya baik. Mama pernah ketemu secara langsung.”
Ternyata ini, toh. Mama memang pernah bicarain ini sama aku tempo hari. Katanya ga ada salahnya memulai dengan yang baru, dan mama bilang anak temennya itu kayanya cocok sama aku.
Kenapa ga dicoba dulu? Gitu kata mama.
She did know it's not as easy as she thinks but she keep telling me that she want me to meet him either.
“Mama pengen banget ya aku ketemu dia?” mama langsung ngangguk semangat yang bikin aku agaknya sedikit terperanjat. “Kenapa, kok, pengen banget?”
“Kan ga ada salahnya?”
“Ga ada, Ma. Hanna hanya ga siap aja.”
“Kapanpun kamu siap, kasih tau mama.”
Aku menatap mama dengan tatapan menyelidik, “Jangan bilang mama mau jodohin aku sama dia?”
“Ngga, Han. Ga boleh berburuk sangka, tau.” elak mama. Padahal tanpa mama bilang gitu, aku juga tau mama bukan tipikal orang tua yang begitu. Pun kalau mama berujung menjodohkan aku dengan 'dia' aku belum tentu akan menerima karena mana bisa aku nerima orang baru sementara aku saja masih merangkak membereskan retakan masa lalu yang kemarin sudah aku susun dan kembali berantakan itu.
“Minggu aku free, kalau gitu Minggu aja.”
“Beneran?”
Aku mengangguk pasrah, “Iya. Demi mama, aku ga main dulu deh sama temen aku.”
“Oke kalau gitu mama kabarin ke temen mama, ya!”
Aku angguk-angguk saja sambil terus menggulir botol kaca di perut, ga memperdulikan mama yang sekarang sedang fokus dengan ponselnya.
Mungkin sedang mengabari temannya itu.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
fix you ─jaehyuk
Fanfiction☁ミ✲ jaehyuk ─wise people said, nothing last forever. time will heal the pain. so now I am, pretending to be fine until the time give me the answer why. "Walau pada akhirnya kita berjalan di jalan yang berbeda, kamu akan selalu menjadi 'pernah' yang...