keduapuluhdua : tentang pulang dan usai

584 113 29
                                    

Ey yow, double update check!
Cannot effort any typos revision so please if you see any of them, just comment and I'll do the revision soon :)






Terhitung sudah menit ke tiga belas kami berdiam diri sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada kak Jaehyuk di depanku sekarang yang masih belum mau angkat bicara bahkan setelah minuman yang dia pesan mulai mencair dan menampakkan bulir-bulir air dibagian luarnya.

Begitupula aku. Aku bukannya suka berada dalam keadaan seperti ini tapi jujur, aku sendiri bahkan ga bisa menyampaikan sepatah kata pun saat ini. Bingung, kesal, dan sedih bercampur jadi satu seolah turut membantuku untuk bungkam di depan kak Jaehyuk.

Menit menyesakkan ini terus berjalan hingga hampir memasuki menit ke dua puluh jika saja kak Jaehyuk tidak berucap.

“Maaf membawa kamu kesini dan malah membuat kamu terjebak dalam waktu menyesakkan seperti sekarang ini.”

Kata-kata yang tak lantas mampu kusanggah maupun kutanggapi karena se-benar itu. Faktanya memang begitu.

“Kakak mau tanya apa? Tanyakan sekarang jika ga mau waktu kakak dan saya jadi terbuang sia-sia hanya untuk menit menyesakkan yang kakak maksud.”

Kak Jaehyuk menghela napas kemudian melanjutkan, “Zella cerita tentang pertemuan kalian minggu lalu.”

“Oh ya? Saya ga bicara banyak dengan Zella, saya yakin Zella menyampaikan sesuai fakta yang ada.”

Dia mengangguk, “Zella bilang kamu mau berhenti.”

Kupegang erat ponsel dalam genggaman berusaha mengusir rasa aneh yang menjalar di hati begitu bertatapan dengan mata teduh nan sendu milik kak Jaehyuk.

“Iya. Saya tau mengejar kakak hanya perbuatan sia-sia. Saya ga mungkin melanjutkan acara kejar sendirian ini apalagi dengan orang yang sudah terikat.”

Ingin tahu rasanya saat aku bilang begitu? Rasanya seperti ditampar berkali-kali oleh kenyataan yang sama. Tapi jujur, disaat bersamaan ada kelegaan yang aku rasakan karena telah berani mengutarakan itu pada kak Jaehyuk, orang yang masuk dalam kenyataan pahit itu—atau boleh kusebut dia pemeran utamanya, wah hebat sekali.

“Saya ga pernah minta kamu kejar saya—

Dia kembali menghela napasnya,

—apalagi sendirian.”

“Faktanya begitu.”

“Saya ga minta karena itu jauh nyakitin kamu, Han. Kamu ingat saya harap ga bertemu kamu dalam keadaan sedih? Itu masih berlaku hingga saat ini.”

“Tapi gimana bisa sedangkan kakak—

“Sedangkan saya adalah penyebabnya. Saya tahu dan saya minta maaf. Saya tahu ini ga cukup.”

“Kakak mau saya jujur?”

Kak Jaehyuk ga menjawab. Diamnya dia kembali mengingatkanku kepada saat dimana kami berada di kafe dua tahun lalu. Saat kami mengambil jalan menyudahi semuanya.

“Kak, dari awal... Dari awal sekali, diberikan kesempatan untuk menjaga kakak sudah menjadi bentuk syukur aku.
Katakan aja lebay, gapapa, tapi punya kakak mengajarkan aku banyak hal. Sampai kemudian kereta kita berada di akhir perjalanan dan kita memutuskan lanjut di rute yang berbeda aku tetap bersyukur. Dan skenarionya malah bikin kita ketemu lagi gini, kan? Lucu, tapi sedih, ga semudah itu buat saya lupa. Saya masih remaja labil, kak, merasakan hal kaya gini sudah menyakitkan bagi saya. Tapi hingga detik ini pun saya masih dan akan tetap bersyukur, karena apa? Karena itu kakak. Saya bersyukur semua ini bukan karena orang lain tapi karena kakak. Kalau kakak mau ukur tulusnya saya ke kakak, ini bentuk tulus yang bisa saya perlihatkan selebihnya ga bisa, karena yang tau persis cuma saya.”

fix you ─jaehyukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang