Siap untuk ramaikan komentar setiap paragraf di chapter ini?
Maaf baru sempet update jam segini. Di sana jam berapa? Di sini udah jam 9 malam.
Absen pakai nama tokoh kesayangan kalian masing-masing yuk. Selamat membaca ❤️
Kalau sayang itu bilang, nggak usah justru pura-pura nggak sayang, nanti malah diambil orang.
***
MOTOR milik Regan melaju. Hingga sesampainya di depan pintu gerbang SMA Dandelion, motor Regan berhenti. Seorang lelaki sudah berdiri di sana dengan membawa satu tas besar. Sosok itu adalah Haris, wakil ketua organisasi renang di SMA Dandelion.
Haris dan Regan saling bertatapan. Selanjutnya, Regan justru menatap Vanya yang ada di belakangnya.
Vanya mengerutkan dahinya karena bingung. “Kenapa? Kok liat-liat gue?”
Tiba-tiba, Haris memberikan tas besar tersebut kepada Vanya. Vanya mendengus kesal. “Eh, kok jadi gue yang bawa? Berat tahu!”
Haris hanya terkekeh kecil mendengar celotehan Vanya. “Enggak tahu, Nya, coba tanya sama yang di depan lo. Gue, kan, cuma jalanin perintah dia.”
“Kenapa lo malah nyuruh gue bawa tas ini sih? Berat nih!” dumel Vanya. Bukannya menjawab pertanyaan Vanya, Regan justru segera mengegas motornya.
Vanya segera menepuk pundak Regan karena terkaget. “Heh, gila lo ya!”
“Lo yang gila! Nggak punya kaca ya?” sentak Regan sambil terus mengendarai motornya.
“Punya lah! Regan, lo itu nggak boleh ngeraguin bakat cewek untuk ngaca. Apalagi gue, gue itu selebgram, Regan! Kaca itu hal penting buat gue!” sahut Vanya. Regan menatap Vanya datar dari kaca spionnya.
“Gue nggak peduli.”
Vanya memutar kedua bola matanya malas. “Kalau sayang itu bilang, nggak usah justru pura-pura nggak sayang, nanti malah diambil orang.”
“Bagus, jadi nggak ada lagi cewek gila kayak lo.”
Vanya merasa kesal dengan perkataan Regan. Mengapa sih lelaki itu selalu saja mengatakan bahwa dirinya cewek gila? Memangnya dirinya segila itu?
“Kadang, gue tuh bertanya-tanya tentang lo. Lo tuh sebenernya normal nggak sih? Lo suka nggak, sih, sama cewek? Atau jangan-jangan lo punya kelainan ya?” tanya Vanya bertubi-tubi. Regan yang ada di depan Vanya tidak menjawab.
“Tuh, kan, lo nggak jawab apa-apa. Tandanya, lo beneran punya kelainan ya?” Vanya mengulang pertanyaannya, membuat Regan semakin geram pada dirinya.
“Sembarangan lo! Gue masih suka sama cewek,” jelas Regan. Vanya tertawa mendengarnya.
“Oh ya? Siapa?”
“Yang jelas ceweknya bukan lo!” ketus Regan sambil mempercepat laju motornya. Semilir angin sore berhembus dan dapat dirasakan oleh kedua insan yang tengah berada di atas motor itu.
“Sombong banget sih lo! Awas aja kalo lo sampe suka sama gue!” ancam Vanya, tetapi ucapannya tidak digubris oleh Regan. Regan terus mengendarai motornya sampai ia berhenti di suatu SMA, SMA Cendana namanya. SMA ini juga terkenal sebagai SMA yang cukup bagus dan berprestasi dalam organisasi renang. Vanya dan Regan turun dari motor. Regan mengambil tas besar yang semula dipegang Vanya lalu menatap gadis itu dengan tatapan datarnya. “Diem lo di sini, jangan kemana-mana.”

KAMU SEDANG MEMBACA
UWUPHOBIA
Teen Fiction"Emangnya bisa disebut sayang kalau cuma satu orang yang berjuang?" Vanya muak sama semua cewek yang seakan rela diperbudak oleh cinta. Seakan rela disakiti atas nama cinta. Padahal, menurut Vanya itu bukan cinta, tapi bodoh. Menurut Vanya, semua co...