Makan siang bersama di dalam kamar sudah selesai sejak 4 jam lalu dan Jennie serta Joohyun baru saja keluar dari kamarnya karena diusir oleh Jungkook (melalui penjaga tentu saja, karena pria itu masih berada diantah berantah). Dan kini Yerim sedang berbaring malas diatas ranjangnya. Jam masih menunjukkan pukul 5 sore, jam yang biasa digunakan Yerim untuk mandi adalah pukul 5.30 sore. Masih ada 30 menit sebelum dirinya harus membersihkan tubuhnya.
Tubuhnya sudah lebih baik, suhunya kembali normal setelah 2 kali meminum vitamin seperti yang diperintahkan Jungkook.
Mata Yerim terus memandangi lampu yang dibiarkan mati tepat di atasnya, Yerim memang terbiasa mematikan lampu yang ada dikamar saat gorden terbuka, jadi Yerim membiarkan cahaya matahari yang memenuhi seluruh kamarnya. Masih bergeming, Yerim memikirkan kembali obrolannya dengan Jennie sebelum Joohyun datang. Rasa mengganjal masih amat terasa dihati Yerim, dirinya masih berpikir bahwa kehadirannya disini bukan suatu hal yang benar. Berputar maju, Yerim mengganti topik rapat dikepalanya dengan perbincangan yang dilakukannya dengan Jennie dan Joohyun saat makan siang tadi.
"Percayalah, awalnya aku menolak dengan keras. Well kita sama. Aku tak mungkin mau menumbalkan hidupku yang baik-baik saja untuk gagasan hidup terkurung bersama Taehyung selamanya. Tapi segala penolakanku nyatanya masih diterima Taehyung. Tae tak menyerah meyakinkanku dan puncaknya saat dia 'meyakinkanku' dengan bantuan teman-temannya. Aku benci mengakui, tapi saat itu. Saat Jimin menghubungiku tentang kecelakaan main-main yang diatur Jungkook. Aku ketakutan setengah mati. Bayangkan Rim, aku berhasil menjauh, hidup damai selama 2 minggu. Lalu tiba-tiba aku mendapat telpon bahwa dia, yang ternyata tanpa sadar sudah aku cintai dengan sangat. Sedang bertarung dengan nyawanya. Aku ketakutan setengah mati, menyesali pelarian semuku yang hanya berumur 2 minggu. Aku selalu menyangkal aku mencintainya, dan aku sedikit menyesal saat itu. Walaupun akhirnya aku tau itu hanya kejahilan suamimu. Tapi aku tetap menyesal pernah memilih pergi."
"Cara Taehyung mungkin lebih 'manusiawi' dibanding Bossku. Tiap orang punya caranya sendirikan?"
"Sshh!!" Desis Yerim kesal. Tangannya mengusak kasar rambut yang sudah digerainya. "Apa yang harus kulakukan?"
"Kalaupun kau belum mencintainya, kau bisa memegang kendali agar apa yang kau inginkan bisa tercapai. Bukan kabur yang aku maksud Yerim." Kalimat Jennie berputar di kepala mungil Yerim, "Bagaimana bisa aku memegang kendali tapi tak memasukkan rencanaku untuk kabur dari sini? Lalu apa gunanya aku memegang kendali!" Gerutu Yerim. Tubuhnya berguling ke kanan dan ke kiri.
Ketukan pintu menghentikan kegiatan berguling Yerim, Karina masuk dan menunduk hormat padanya.
"Saya akan menyiapkan air hangat untuk Nyonya." Yerim melirik jam yang ada diatas nakas. Sudah lewat 20 menit sejak dirinya kembali memikirkan obrolan dengan Jennie dan Joohyun.
"Aku berharap kau bisa datang ke acara pernikahanku dan Kai, masih 3 hari lagi tepatnya hari Kamis. Semoga Bossku mengizinkanmu ikut datang." Yerim mengaminkan dalam hati saat Jennie menyampaikan undangan bahagia itu, membuat Yerim melihat gerbang untuk kebebasannya. "Aku akan mengucap janji di gereja dan melanjutkan pestanya di salah satu hotel milik suamimu." Saat itu Yerim merutuk, hotel milik Jungkook, keamanan disana pasti terlalu ketat untuk Yerim. "Aku juga berdoa semoga Seulgi bisa hadir, beruang manisku itu belum juga muncul ke permukaan."
"Seulgi sedang disembunyikan Jimin, aku baru sadar, sepertinya memang ada keadaan urgent ya? Aku baru menyadarinya. Joo yang pindah kesini, Sooyoung terkurung di rumah orang tua Namjoon dan Seulgi yang menghilang dari peredaran." Yerim menyergit kaget. "Urgent?" Tanyanya. "Ya, kediaman Tae diserang. Karena itu kami tinggal disini sementara. Menurut Tae rumah Jungkook menjadi yang paling aman saat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
end | Play the Game
Fanfiction"Let's play the game my ass! Aku yang akan memegang kendali." Jeon Yerim, si istri Jeon Jungkook.