Sembilan belas

2.5K 332 30
                                    

Yerim yang baru saja memasukkan satu suap ke dalam mulutnya menyerngit heran melihat seorang perempuan duduk di seberangnya.

"Kau pasti Kim Yerim." Yerim tak menghentikan kunyahannya. "Kau persis seperti bayanganku. Lemah dan tak berdaya."

"Maaf?"

"Kau hanya wanita lemah yang tak bisa memuakan Tuan Jeon." Wanita itu melemparkan senyum sinis pada Yerim yang menatapnya tak suka.

"Kau salah satu wanitanya." Yerim meletakkan sendoknya. Melipat kedua tangannya di atas meja dan memberikan atensi miliknya secara keseluruhan pada si perempuan.

"Apa yang kau punya? Apa kau bisa memuaskan Tuan Jeon dengan layak?" Yerim menatap marah mendengar apa yang baru saja masuk ke telinganya.

"Kau juga persis seperti bayanganku." Yerim menekan suaranya menjadi datar. "Jalang tak tau diri yang merasa telah mampu untuk memiliki segalanya."

"Siapa kau berani menanyakan tentang betapa puasnya kah Tuan Jeon saat aku melayaninya?" Sarkas Yerim, emosinya menjadi tersulut karena kembali mengingat fakta bahwa dia bukan yang pertama dan mungkin bukan satu-satunya.

Saat apa yang Yerim jaga seumur hidupnya, direnggut begitu saja tanpa persetujuannya seratus persen. Pria itu jelas berbeda, dia lebih dari pro. Bisa memanipulasi dengan cara paling halus sampai kau tak sadar sudah berbaring pasrah di bawahnya.

"Jika kau mampu, ambil saja. Aku tak akan bersusah payah menahanmu." Yerim melanjutkan lagi makannya, menghabiskan seluruh nasi di mangkuknya tapi tidak dengan semua dish pendampingnya. Mengisi ulang air mineral, Yerim beranjak dengan membawa serta gelas penuh miliknya. Mengabaikan tatapan tajam yang diberikan wanita di sebarang meja sana.

Langkahnya di bawa cepat menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya. Yerim memilih duduk pada sofa panjang yang menghadap ranjangnya. Bersandar dan berusaha meredam debaran tak nyaman di dalam dadanya.

"Muncul satu wanita, apa ini permulaan? Semua wanita miliknya nanti akan menunjukkan batang hidungnya di hadapanku?" Yerim meraih gelas yang tadi diletakkannya di meja. Menghabiskan setengah dari air di gelas.

"Kenapa seolah-olah aku yang merebut tempatnya? Jika wanita itu meminta dengan baik, tanpa merendahkan. Aku akan memberikan tempat ini dengan suka rela." Ujar Yerim mengisi sepinya kamar, hanya suara deru halus penghangat ruangan yang terdengar.

Matanya lalu berpindah pada cincin permata yang menarik atensinya. "Secepatnya kau akan berpindah tangan sayang. Terima kasih telah repot-repot menahanku disini."

Bangkit dari sofa, Yerim berpindah ke atas ranjangnya. Meletakkan gelas di atas nakas dan menukarnya dengan remot tv. Ibu jarinya menekan power on dan menekan-nekan tombol remot memilih channel apa yang akan di tontonnya kali ini. Dan ibu jadinya berhenti menekan saat layar tv di hadapannya menunjukan serial pertunjukan lakorn yang belakang ini digandrungi masyarakat korea.

Terhanyut dalam alur cerita yang disajikan, Yerim sesekali menyerngit saat melihat scene-scene dimana salah satu pemain utama wanita itu memergoki aksi pasangannya yang memiliki kehidupan lain. Lewat 40 menit tanpa terasa, pintu kamarnya terbuka lebar dan masuklah Jungkook tetapi diabaikan oleh Yerim yang masih memfokuskan matanya pada layar besar tv.

"Sayang.." memutari ranjang dan berhenti tepat di samping Yerim, Jungkook menunduk dan memberikan ciuman panjang di kening dan kecupan singkat pada bibir istrinya. Yerim tak berusaha menghindar karena akan sia-sia, Jungkook malah akan memaksa dan melakukan hal-hal yang lebih berani lagi jika Yerim menunjukkan penolakan yang kentara. Itu yang dipelajarinya selama 2 pekan ini.

end | Play the GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang