Entah sudah keberapa kalinya Yerim memuntahkan makanan atau minuman yang masuk ke dalam tubuhnya. Wanita itu kini duduk lemas bersandar pada pinggiran closet. Kepalanya dibiarkan terkulai dengan tangan yang menahan beban tubuhnya. Untuk bangkit rasanya tak mampu lagi Yerim lakukan, kakinya berubah seperti jelly. Perutnya masih terasa amat kembung dan kerongkongan yang terus terasa penuh padahal seluruh makan pagi dan makan siangnya sudah habis dikeluarkan kembali.
"Nyonya, anda baik-baik saja?" Yerim hanya mampu menggeleng menjawab pertanyaan yang dilontarkan dari luar sana, tak mampu mengeluarkan suaranya karena takut sesuatu yang tertahan dikerongkongannya kembali keluar.
"Nyonya.." ketukan pintu kali ini terdengar. "Tolong buat suara apapun Nyonya." Yerim tak mengindahkan apa yang diucapkan pelayannya.
"Nyonya, tolong maafkan saya. Tapi saya harus membuka pintu ini." Tepat setelah kalimat itu selesai, pintu bathroom terbuka dengan lebar. Lalu pelayan setianya masuk dengan tergesa menghampiri Yerim yang kepayahan.
"Nyonya bisa berdiri?" Yerim menggeleng pelan, dengan cekatan Karina meraih lembut lengan Yerim dan mengangkatnya perlahan. Membawanya keluar dari bathroom, dan berjalan dengan langkah satu-satu mengimbangi Nyonyanya.
Yerim berhenti tepat di samping sisi ranjang, berniat berbalik untuk kembali masuk ke bathroom tapi terlambat. Dirinya lebih dulu mengeluarkan cairannya tepat di samping ranjang, kotorannya juga terciprat mengenai pinggiran ranjang.
"Nyonya.." Karina dengan sigap menopang tubuh Yerim yang hampir luruh kelantai. "Bolehkah saya menghubungi Tuan?" Yerim menggeleng pelan tanpa mengeluarkan suara, dirinya lalu melepas topangan tubuhnya dari Karina dan menjatuhkan dirinya keatas ranjang. Bersingkut seperti bayi, berusaha menahan gejolak tak nyaman di perutnya.
Ini sudah hari ke 4, dan menjadi yang terburuk diantara hari lainnya. Tiga hari kebelakang Yerim hanya muntah setelah memakan sarapannya, dan hanya satu kali. Tapi hari ini Yerim terus memuntahkannya, padahal jam makan siang sudah terlewat 1 jam lalu.
Jangan heran mengapa Jungkook tak langsung pulang di detik setelah Yerim memuntahkan makan paginya. Karena seluruh cctv di kamar dan bathroom sudah dilepaskan atas desakan Jeon Yerim, jadi seorang Jeon Jungkook tak lagi mengetahui apa-apa yang terjadi dikamar maupun bathroomnya saat dirinya tak ada di rumah.
"Karina, tolong buatkan aku teh hijau."
"Baik Nyonya, mohon tunggu sebentar." Karina menunduk hormat dan keluar dengan tergesa.
Berlarian turun dari tangga, dirinya berpapasan dengan salah satu pelayan yang sibuk membersihkan figuran di lemari kaca.
"Hey, tolong bersihkan kamar Nyonya. Muntahannya mengenai selimut dan sprei. Ganti saja dengan yang baru." Pelayan itu mengangguk patuh pada apa yang diucapkan Karina. Keduanya berjalan dengan arah yang berbeda, Karina ke arah dapur dan pelayan tadi mengarah ke ruang laundry.
Karina mengerjakan tugasnya dengan cepat, kakinya juga melangkah dengan tergesa tapi tetap berhati-hati dengan nampan yang di bawanya. Penjaga di depan pintu kamar Tuannya membukakan pintu untuknya.
"Nyonya, teh anda." Karina membantu Yerim bangkit dari posisi ringkuknya. Membawa serta cangkir kedepan bibir Yerim.
Pintu yang diketuk membuat Karina mendongak, dan pelayan yang berpapasannya dibawah masuk dengan selimut dan seprei baru dikedua tangannya.
"Sudah, terima kasih Karina.." Yerim berniat merebahkan kembali tubuhnya, tapi terhenti karena Karina menahannya. "Kami harus mengganti selimut dan sprei Nyonya." Tanpa menjawab Yerim bangkit dan menyingkir dari ranjangnya. Memilih sofa panjang untuk merebahkan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
end | Play the Game
Fanfiction"Let's play the game my ass! Aku yang akan memegang kendali." Jeon Yerim, si istri Jeon Jungkook.