Devan merasa heran dengan tingkah putrinya yang tersenyum-senyum sendiri. Seperti tengah dimabuk asmara. Saat ini ia dan Faresta sedang diperjalanan menuju SMA Marcapada.
"Apa yang buat kamu bahagia?"
Faresta menoleh cepat. "Maksud daddy? Kok nanya gitu?"
"Dari tadi daddy lihat kamu senyum-senyum sendiri."
Refleks Faresta menutup bibirnya. Seolah tak sadar jika sedari tadi ia begitu.
Devan menggeleng melihat tingkah Faresta yang salting. Ia baru tersadar juga kalau tadi pagi anaknya itu bangun pagi dan sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan. Meskipun hanya nasi goreng tapi rasanya sangat enak seperti duplikat masakan almarhum ibunya.
"Jadi, kamu bawa bekal buat Bian kan dan pasti tadi kamu lagi bayangin gimana reaksi dia."
Faresta menggeleng seraya mencubit lengan Devan. "Enggak tuh. Aku bawa bekal ya buat aku sendiri lah."
"Are you sure?"
"Yes. I'm sure."
Faresta menyengir karena berbohong. Ia memang menyiapkan bekal nasi goreng buatannya untuk Gasendra. Dan dugaan Devan tadi juga benar. Kalau ia tengah membayangkan bagaimana reaksi Gasendra mencicipi masakannya. Walaupun sudah biasa tetapi tetap menimbulkan hal luar biasa di hati Faresta.
"Kamu kok sekarang jarang berangkat atau pulang sama Bian?"
"Jadi, daddy nggak suka ya kalau aku di sini?"
"Bukan seperti itu, sayang. Nanya doang loh padahal."
Faresta terkekeh sambil mengibaskan tangan ke udara. Memang biasanya Gasendra akan menjemput dan mengantar. Namun, mengingat sekarang situasi dan kondisi yang berbeda. Pernah Gasendra menawari untuk berangkat atau pulang bareng tapi Faresta menolak.
"Nggak selamanya aku harus ngrepotin Gasendra, dad," jawab Faresta. "Makanya beliin dan ajarin aku naik mobil dong."
Devan menoleh menatap putrinya. Bukan hanya sekali Faresta minta diajarkan menggunakan mobil dan minta dibelikan juga. Bukannya tak mampu, mau beli 10 jenis mobil pun Devan sangat mampu. Namun, ia memang tidak setuju jika melepas Faresta menggunakan kendaraan sendiri. Ia masih trauma dengan kejadian belasan tahun yang mengakibatkan istrinya merenggang nyawa dan Faresta yang harus lahir di usia kandungan yang belum matang.
"Canda, dad." Faresta mengecup pipi Devan. Faresta sudah tahu kok alasan kenapa Devan melarang.
"Maaf ya!"
"Nggak apa-apa. Aku ngerti kok, dad."
Mobil jenis Mercedes Benz e-class berwarna hitam itu telah sampai di depan gedung SMA Marcapada. Sebelum turun Faresta tak lupa untuk mencium punggung tangan Devan dan Devan membalas dengan mencium kening Faresta.
"Belajar yang rajin! Jangan bolos!"
"Siap! Daddy hati-hati ya di jalan! Kabarin kalau udah sampai di kantor!"
Setelah itu barulah Faresta keluar. Ia melambaikan tangan dan masih berada di posisi yang sama sampai mobil Devan keluar dari gerbang Marcapada.
![](https://img.wattpad.com/cover/238697325-288-k581266.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SABIANCA
Teen Fiction"Katanya dalam persahabatan antara cewek dan cowok itu tidak murni bersahabat. Karena pasti salah satu di antara mereka ada yang memiliki perasaan lebih." Bertahun-tahun lamanya bersahabat dengan Gasendra Sabian Abimana (Gasendra), diam-diam Faresta...