Bayangan Gasendra yang menampar terus saja menghantui Faresta. Sembari berjalan tak tahu arah, ia terus menyentuh pipinya yang masih terasa kebas.
Gasendra Sabian Abimana. Pemilik dari nama itu adalah seseorang yang Faresta cintai. Orang yang dulunya berjanji untuk selalu melindungi dan menyayanginya. Namun, kini dia berani menamparnya hanya karena masalah yang menurutnya sepele.
Nasib sial kembali menimpa Faresta. Sudah ditampar sekarang ponselnya raib diambil orang pada saat ia hendak menghubungi Devan.
Faresta memang sengaja pergi. Lebih tepatnya pergi dari sekolah. Tas saja masih tertinggal di kelas. Hanya ponsel saja yang ia bawa. Namun, sekarang ponsel itu sudah hilang karena dijambret.
Raganya sudah sangat lemah untuk berteriak atau mengejar. Tak kuat berdiri, ia pun langsung terduduk di pinggiran jalan. Faresta memandang sekelilingnya. Jalanan itu sangat sepi.
"Dad---" ucapnya lirih sembari menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan.
Untuk saat ini Faresta sangat membutuhkan kehadiran Devan. Hubungan keduanya memang sudah membaik. Untuk soal apa yang dialaminya hari ini, Faresta takut memberi tahu Devan. Walaupun itu, Faresta sangat yakin jika Devan sudah pasti akan lebih tahu dulu. Hal yang Faresta takutkan adalah jika Devan membalas dendam kepada Gasendra.
Faresta tidak mau itu terjadi.
Beberapa detik kemudian samar-samar telinganya mendengar sebuah mobil yang kemudian berhenti di dekatnya.
"Faresta!"
Suara itu. Perlahan Faresta membuka wajahnya dan ternyata benar dugaannya.
"Al!" Tangan Faresta bergerak untuk memeluk tubuh cowok yang menghampirinya itu.
"Cowok kayak Gasendra nggak pantas lo cintai, Ta," balasnya seraya mengusap punggung Faresta.
Faresta mengurai pelukan tersebut. Ia menatap dalam cowok berjaket merah itu. Dari ucapan serta mimik wajah, Faresta mengerti jika cowok itu sudah tahu apa yang terjadi dalam hidupnya tadi.
"Cepat banget udah sampai di Nabastala," ujar Faresta lirih. Nabastala adalah nama SMA tempat di mana cowok itu menimba ilmu.
Terlihat cowok itu memutar bola mata sambil menunjukkan layar ponselnya. "Bukan di sekolah gue aja. Emang udah kesebar aja. Berengsek banget tuh cowok."
"Brengsek-brengsek gitu dia orang yang gue cinta."
"Goblok!"
"Mau pulang nggak?" tawar cowok itu kemudian.
"Bisa antar gue ke rumah mama?" tanya Faresta. Selain Devan, ia sangat membutuhkan Hanna.
"Oke yuk. By the way ponsel lo ke mana? Gue telponin lo, nggak diangkat-angkat."
"Dicopet."
"Astaga Faresta!" Cowok berjaket merah itu lantas membantu Faresta untuk berdiri. "Lo nggak apa-apa kan tapi? Tas lo juga?"
"Gue nggak apa-apa kok. Tas gue di kelas, Al."
"Oke. Lo tenang aja ya! Gue pastiin besok ponsel lo balik," ucapnya sembari membukakan pintu mobil untuk Faresta.
Selama di perjalanan, Faresta hanya diam. Punggungnya bersandar nyaman di jok mobil. Pandangannya terarah ke jalanan. Ia ingin memejamkan mata tetapi bayangan Gasendra yang menampar terus menghantui.
Gue benci sama lo, batin Faresta seraya tersenyum miris. Tapi gue masih tetep cinta. Gimana dong, lanjutnya.
10 menit kemudian, mobil Civic berwarna putih itu sampai di sebuah TPU. Si pengemudi mobil itu menoleh tuk menatap seorang gadis yang ia temukan mengenaskan di pinggir jalan tengah menangis. Setelah mendapat kabar jika Faresta kabur dari sekolah, ia buru-buru pergi meninggalkan sekolah untuk mencari Faresta.
![](https://img.wattpad.com/cover/238697325-288-k581266.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SABIANCA
Teen Fiction"Katanya dalam persahabatan antara cewek dan cowok itu tidak murni bersahabat. Karena pasti salah satu di antara mereka ada yang memiliki perasaan lebih." Bertahun-tahun lamanya bersahabat dengan Gasendra Sabian Abimana (Gasendra), diam-diam Faresta...