Gasendra menarik knop pintu dan melangkah masuk ke dalam kamar Alesia. Keningnya mengerut karena suasana kamar itu sunyi. Cowok itu baru saja menunaikan shalat Maghrib dan setelah selesai ia langsung pergi ke kamar bundanya. Ada sesuatu yang ingin ia bicarakan kepada Alesia.
"Bunda belum pulang kayaknya."
Gasendra mengecek ponsel tapi tidak ada satu notifikasi pun dari Alesia. Akhirnya, Gasendra memutuskan untuk keluar tetapi ada sesuatu yang menghentikannya.
Di nakas samping ranjang ada sebuah bingkai foto. Raut wajah Gasendra berubah datar seraya meraih foto itu. Di foto tersebut ada dirinya di tengah-tengah antara Samuel dan Alesia. Gasendra ingat betul foto itu diambil seminggu sebelum orangtuanya memutuskan untuk bercerai.
Gasendra tak tahu kenapa bundanya masih menyimpan foto yang jelas-jelas ada orang yang sudah membuat hatinya terluka.
Gasendra tidak tahu kenapa bundanya bisa tahan bertahun-tahun diselingkuhi.
Gasendra tidak tahu kenapa bundanya masih bisa baik dengan orang-orang yang sudah jahat padanya.
Ya. Gasendra tidak tahu mengapa bundanya masih bisa kuat dan bertahan walau ujian dalam hidup bertubi-tubi.
Setelah pisah dengan Samuel, Alesia justru menjadi workaholic. Meskipun itu Alesia tetap membagi waktu dengan Gasendra.
Di sisi lain Gasendra ingin kebahagiaan Alesia kembali. Walaupun wanita itu sering menunjukkan senyum bahagia yang menandakan bahwa hidupnya baik-baik saja, Gasendra mengerti bahwa itu semua hanya palsu.
Apa Gasendra juga salah kalau menginginkan kebahagiaan Alesia kembali sekalipun ia harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri?
Cowok berkaos hitam itu menyugar rambutnya ke belakang. Lalu melangkah keluar dari kamar Alesia dan turun ke bawah. Di family room sudah ada Harsa dan Thea yang duduk berdampingan.
"Kakek, bunda kok belum pulang ya?" tanya Gasendra duduk di single sofa.
"Mungkin ada kerjaan yang belum selesai," jawab Harsa.
"Enggak mungkin deh." Biasanya kalau ada pekerjaan yang belum selesai di kantor biasanya Alesia akan memberi kabar. "Aku telpon kok nggak diangkat ya. Chat juga nggak dibalas."
"Mungkin lagi diperjalanan pulang," sahut Thea meraih toples di meja berisi keripik.
Gasendra memandang Thea dan jam besar di dinding secara bergantian. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh.
"Tumben lo udah ada di rumah. Biasanya keliaran di luar sana," cecar Gasendra yang dibalas putaran bola mata oleh Thea.
"Di rumah salah nggak di rumah salah."
Mengabaikan Thea, Gasendra menggeser pandangannya dan berhenti pada pria tua di samping Thea. Ada beberapa pertanyaan yang ingin Gasendra lontarkan kepada Harsa.
"Kakek!"
"Iya?"
"Misal ya kalau bunda nikah lagi, kakek bakal kasih restu?"
Tidak hanya Harsa, Thea juga refleks menatap Gasendra.
"Kalau pria itu baik dan mau menerima Alesia ya silahkan."
Gasendra manggut-manggut dan bibirnya menerbitkan senyum lebar.
Thea mengunyah keripik seraya menatap Gasendra intens. Ia masih memikirkan ucapan Gasendra barusan.
"Emang bunda mau nikah lagi?"
"Kepo."
"Kalau nikah emang sama siapa? Gue lihat-lihat bunda cuman dekat sama bokapnya Faresta aja." Seolah tersadar dengan ucapannya sekarang tatapan Thea berubah menjadi syok. "Jangan bilang kalau bunda mau nikah sama om Devan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SABIANCA
Roman pour Adolescents"Katanya dalam persahabatan antara cewek dan cowok itu tidak murni bersahabat. Karena pasti salah satu di antara mereka ada yang memiliki perasaan lebih." Bertahun-tahun lamanya bersahabat dengan Gasendra Sabian Abimana (Gasendra), diam-diam Faresta...