Mengikuti tujuan Theo yang begitu serius, vibe latihan kami juga ikut makin serius. Jimmy membeli seperangkat drum dan menambah lapisan peredam suara di basecamp. Durasi latihan juga makin lama. Yang awalnya hanya satu jam perhari menjadi dua jam.
Sejujurnya selama seminggu ini akua gak tersiksa. Genre band ini masih belum tahu jelas jadi kami berlatih dengan memainkan berbagai jenis musik. Kadang pop, rock, R&b dan pernah juga hip hop. Saat menyanyikan hip hop, untuk pertama kalinya aku melakukan rap.
Aku yang awalnya ikut untuk bersenang-senang lama-lama jadi ikut merasa terbebani. Biasanya setelah latihan band aku tetap tinggal untuk menambah latihan menyanyi selagi Theo sibuk di depan computer. Si pemilik ruangan selalu pergi lebih dulu karena jadwal lesnya sangat padat. Awalnya aku ragu untuk tetap tinggal karena rasanya aneh berada di ruangan tapi pemiliknya tak ada, tapi Theo meyakinkanku.
"Nggak papa. Santai aja. Ara malah sering disini sendirian."
"Orang tua Jimmy?"
"Ada di ibu kota. Jarang banget balik."Theo nyengir lebar.
Dari Theo, akhirnya tau sedikit latar belakang keluarga Jimmy. Dia anak tengah dari keluarga paling kaya di kota ini. Kakak pertamanya sudah menikah dan adiknya ikut dengan orang tua mereka di kota lain. Karena itulah Jimmy harus tinggal sendirian. Pantas saja untuk sekarang, dia bebas melakukan apapun yang dia mau.
*
Aku sampai di rumah Jimmy lebih awal dari yang lain. Mobil Jimmy dan motor Theo tak terlihat di halaman parkir padahal mereka berdua yang pertama keluar dari sekolah. Apalagi tadi aku sempat pulang dulu ke rumah berganti seragam.
Satpam yang menjaga rumah Jimmy sempat memberitahu kalau aku bisa langsung masuk ke basecamp. Meski begitu aku tetap menghubungi Jimmy karena ini pertama kalinya aku masuk basecamp seorang diri.
"Gue lagi beli makan dulu. Lo masuk duluan aja."
Aku memasukkan ponsel ke dalam skau hodie lalu berjalan seorang diri menyusuri sisi rumah menuju basecamp yang kami jadikan ruang latihan.
Saat menambah peredam suara, Jimmy juga sedikit merenovasi tempat ini. Sekarang lubang kunci diganti dengan kunci mekanis agar siapapun bisa masuk kapanpun.
Aku membuka penutup kunci lalu menengetikkan kode masuk.
Saat mendorong pintu, gerakanku terhenti. Melalui celah pintu yang tak sepenuhnya terbuka aku mendengar suara dari dalam. Suara piano yang mengalun lembut. Tanpa menimbulkan suara aku melewati celah pintu dan menutup pintu dibelakangku perlahan.
Ara sedang duduk di depan piano membelakangiku. Entah lagu apa yang dia mainkan, tapi itu sangat indah. Aku masih tak mengerti kenapa Ara tak mau bermain music lagi di panggung. Dengan bakatnya itu dia bisa menjadi pianis yang terkenal.
Aku tetap berdiri di depan pintu hingga lagu berakhir.
Ara membungkuk, merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah buku. Dia terlihat menciret-coret sesuatu sementara aku masih berdiri didepan pintu dengan bingung. Haruskah aku menyapanya sekarang? Bagaimana kalau dia kaget lalu menganggapku aneh karena diam saja dari tadi?
"Duduk aja kak nggak usah peduliin gue."
"Kok tahu?"
Ara menoleh, tersenyum tipis lalu kembali fokus pada bukunya. "Kedengeran kok ada orang yang buka pintu."
Aku meneguk ludah lalu duduk di sofa. "Tadi main lagu apa?"
"Belum ada judulnya."
Ara menutup bukunya lalu ikut duduk di sofa seberangku. "Kakak kesini mau latihan?"dia bertanya dengan nada santai.
![](https://img.wattpad.com/cover/230042160-288-k645109.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAGIO
Подростковая литератураAwalnya Khafa tak percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Segala hal, apalagi cinta, butuh waktu untuk tumbuh dan dirasakan. Ibarat musik semuanya harus mengalun dengan tempo yang tak terlalu cepat dan mengalun lembut (adagio). Khafa percaya...