Sedari kurang lebih lima belas menit dirinya berdiri di tepian lapangan, ekor matanya tidak sengaja menagkap adanya dua orang gadis yang tengah berbisik seraya menunjuk ke arahnya.Bukannya sok percaya diri dan yakin jika yang dibicarakan gadis itu adalah dirinya, namun Sabang mengetahui hal tersebut setelah dua gadis tersebut mendongak sembari menatapnya.
Aina dan juga Fina.
Siapa yang tidak tahu mereka berdua? Bahkan mereka pernah bertemu dengan Sabang sebelumnya.
Dan jelas saja, saat Sabang mencoba menatap gadis itu, tiba-tiba saja Aina langsung menghindari tatapannya.
"Harusnya gue yang malu, bukan lo," batinnya.
Sabang mendengus pelan, ia memilih untuk fokus mengamati jalannya pertandingan setelah Bondan meminta botol minum padanya. "Hari ini lo jadi asisten gue, kan?" tanya pemuda yang kini sudah berdiri di samping Sabang seraya mengusap peluhnya.
"Mulus banget tuh, mulut ngomongnya."
Bondan terkekeh, "gue kan, cuma nanya Bang, apa salahnya?"
"Dan gue jawab, enggak! Klaim orang lain, jangan gue!"
"Ngegas amat lo."
Bondan berdecih, ia memilih untuk duduk lesahan di pinggir lapangan sembari beristirahat lantaran perannya digantikan sementara.
Sabang mulai tidak nyaman, sedari tadi kedua gadis itu sudah berbisik tidak jelas sembari mengarahkan telunjuknya dan mendorong bahu satu sama lain.
Entah apa maksudnya, tapi yang jelas di sana tidak ada Dion yang mungkin akan menjadi alasan keduanya untuk mendekat.
Setelah Sabang merasa jika Aina akan merealisasikan langkahnya, cowok itu segera mengambil tindakan dengan beranjak meninggalkan lapangan. Bahkan saking fokusnya, ia tidak lagi menggubris teriakan dari Bondan.
Sabang berjalan di sepanjang koridor kelas sebelas, lumayan ramai karena tempatnya begitu strategis. Dekat dengan lapangan.
"Buruan, Na."
Pemuda itu mendengar, bahkan ia sadar jika Aina dan juga Fina mulai mengikuti langkahnya. "Oh shit, ngapain ikutin gue, sih?" gerutunya pelan, masih dengan berjalan lurus.
Niat awal Sabang memang ingin menghindari gadis itu, entah berjalan ke perpustakaan, toilet, kantin, belakang sekolah, atau kembali ke kelas dan mulai menelungkup kan kepalanya. Tidur.
Sabang tidak tahu, yang terpenting saat ini ia menjauh.
"Astaga, lo ngapain ikutin gue segala, sih. Mau bahas apa lagi?" batinnya.
Sabang menoleh ke belakang, ia sedikit celingukan kala kedua gadis itu sudah tertinggal jauh. Dan sekarang waktunya dia mempercepat langkahnya.
"Buruan, Na." Mendengar kalimat itu lagi, Sabang lantas berbelok ke arah anak tangga yang menghubungkan dengan lantai dua. Cowok itu berdiri sembari bersandar di dinding pembatas.
Sejenak, ia mencoba untuk menetralkan napasnya. Mendongak, sesekali melirik ke belakang. Apakah kedua gadis itu masih mengikutinya, atau tidak.
"Kemana tuh, orang perginya? Cepat banget."
"Besok aja deh, Fin, capek banget nih, gue."
"Ini bukan saatnya menunda lagi, Na."
"Ah bodo amat lah, gue---"
"Jangan banyak omong, kita cari Kak Sabang sampai ketemu!"
Sabang langsung melototkan matanya saat ucapan Fina terlontar begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sticky Note [TERBIT]✅
Teen Fiction[TELAH TERBIT] Gara-gara satu sticky note yang tertempel di motornya pada hari Senin, membuat Sabang beranggapan jika dirinya memiliki seorang pengagum rahasia. Bukannya ingin menyombongkan diri atau apalah itu ... tapi sudah sangat jelas jika di...