21. Tatapan

296 44 0
                                    


Sampai saat ini Aina merasa sikap Dion yang ramah serta mau menerima minumannya kemarin siang, merupakan pertanda baik jika cowok itu memberikan lampu hijau agar dirinya mendekat.

Konyol memang pikiran gadis itu, begitu dangkal hingga beranggapan jika Dion dengan senang hati mempersilakan Aina untuk masuk lebih jauh lagi di kehidupannya.

Maklum, efek dari senyuman Dion yang masih terbayang hingga sekarang.

"Lo yakin kalau dia beneran udah bersikap ramah?"

"Seratus persen yakin, Fin. Buktinya aja waktu kemarin gue ngasih minuman ke dia, langsung diterima."

"Siapa tahu doi cuma kasihan sama lo," gumam Fina seraya membuang mukanya ke arah gerbang utama BM.

Jika Fina berpikir Aina tidak mendengar gumamannya barusan, dia salah besar.

Telinga Aina masih normal untuk sekadar mendengar apa yang gadis di sampingnya katakan. "Gue denger apa yang lo ucapin barusan," ucap Aina sinis sembari mengambil duduk di bangku yang berada di depan pos satpam. Ia menunggu jemputan.

"Gue masih kurang yakin kalau Kak Dion beneran ramah."

"Nething mulu pikiran lo."

"Bukannya gitu Na, tapi gue sendiri pernah dengar dari anak-anak lain kalau barang ataupun makanan pemberian dari fans---" Fina sengaja menekan kata fans, serta tidak lupa jarinya membentuk tanda kutip yang ia angkat sejajar dengan wajahnya.

"Selalu berakhir di tangan temannya Kak Dion. Dia selalu ngasih barang itu ke orang lain. Dan lebih parahnya, ada yang berakhir di tong sampah," lanjut Fina.

Aina masih mendengarkan, ia mencoba percaya ucapan Fina dengan mengangguk-anggukkan kepalanya seraya mencebik.

"Oh, gitu, ya?" tanya Aina sembari kini sibuk melihat kuku-kuku jarinya.

"Lo nggak percaya sama gue, Na?"

Aina tidak percaya kalau belum melihatnya secara langsung. Gadis itu pun juga tidak akan pernah percaya dengan gosip yang selalu diperdebatkan orang lain.

Menurut Aina, Dion adalah orang yang menghargai pemberian orang lain. Dan ia yakin jika minuman serta sticky note pemberiannya kemarin berakhir mulus di tangan cowok itu.

Tunggu, sticky note. Mengingat dua kata itu ... tiba-tiba saja ada bayangan seseorang dalam benak Aina.

Gadis itu memejamkan matanya, tiba-tiba pikirannya mencelos pada Sabang.

Entah karena apa, namun saat ia mengeluarkan satu sticky note berwarna kuning dari saku kemejanya, ia mengingat satu nama. Sabang.

Satu sapaan yang dulu pernah nyasar ke cowok itu, sekarang apa kabar? Apakah kertas tersebut masih disimpan baik-baik? Atau.. Sabang sudah membuangnya karena ucapan Aina kemarin?

"Kenapa jadi mikirin itu, sih," gerutu Aina.

Hanya karena satu kertas berukuran kecil, ternyata bisa mengubah pikirannya dengan sekejab. Aina tidak tahu lagi, mengapa wajah Sabang masih terlintas di pikirannya.

Padahal, sudah sangat keras dia berusaha untuk tidak mengingat nama dan wajah datar itu.

"Sial, gara-gara direct message yang lo kirim waktu itu, gue jadi kepikiran sampe sekarang!" Fina mengernyit bingung saat Aina menatapnya berkilat.

Gadis yang duduk bersebelahan dengannya mulai mengeluarkan tanduk amarah?

Jika iya, Fina akan bersiap pergi.

Sticky Note [TERBIT]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang