Part 9 (Think)

498 38 1
                                    

Kring, kring, kring, kring

Suara bel terdengar jelas di telinga Ara, tapi gadis itu masih sibuk menata perutnya yang sejak tadi memberontak. Bagaimana bisa mengerjakan soal ujian kenaikan kelas kalau perutnya saja tidak mau diajak kompromi.

Setelah merasa baikan, Ara membasuh muka. Dia tau wajahnya pasti sudah pucat seperti mayat hidup, tapi mau gimana lagi Ara masih harus berjuang.

"Semua gara-gara lo." ucap Ara sembari menatap dirinya di depan cermin kamar mandi.

Tangannya mengepal, ingin melampiaskan kemarahan yang sudah memuncak sejak beberapa hari ini.

Ara kembali bercermin, menata rambutnya yang berantakan. Mengelap mukanya yang basah kemudian memaksakan untuk tersenyum agar mereka yang melihatnya tidak curiga kalau dia sedang tidak baik.

Gadis itu berlari melewati koridor sebelas IPA. Doa tetap harus ia panjatkan agar mendapat soal sama tentang materi yang sudah dia baca semalam.

Sampai di depan kelas ipa 3, Ara mengetuk pintu yang sudah tertutup rapat itu.

Ara tau kalau dia akan duduk bersebelahan dengan Alan, itu tidak terlalu buruk justru dia akan mudah mengkomunikasikan masalahnya pada Alan.

Ketika pintu di buka, Ara refleks tersenyum pada dua guru pengawas di depan sana.

"Masuk." karena belum telat lima menit, Ara langsung diperbolehkan masuk.

Ketika berjalan menuju kursi, langkah Ara tak luput dari penglihatan mereka yang lebih dulu duduk menunggu dibagikan soal ujian.

Begitu juga dengan Ondi, dia tak menyangka akan sekelas dengan Ara, dan lebih terkejut lagi ternyata Ara duduk di samping Alan.

Alan menggeser kursi, memberikan jalan untuk Ara. Saat ini Ara berada di sebelah kiri Alan dan sebelah kirinya Ara tembok kelas. Pokoknya intinya tu Ara berada di tengah-tengah tembok dan Alan.

Ondi duduk di paling belakang, cowok itu malah heboh sendiri melihat Alan dan Ara duduk bersebelahan.

"Piwit." Ondi bersiul kemudian ingin mengeluarkan kata-kata andalannya untuk Alan dan Ara. Tetapi tatapan tajam dari salah satu guru pengawas membuat nyali Ondi ciut.

Ondi meringis "Ampun mbok sum." lirihnya.

Soal ujian kenaikan kelas sudah dibagikan kepada seluruh murid. Waktu pengerjaan 150 menit.

Soal Bahasa Indonesia sudah didepan mata dan Ara akan menyelesaikan soal isay terlebih dahulu untuk berjaga-jaga kalau soal pilihan ganda tidak bisa dia isi. Ya karena perut Ara lagi-lagi berontak seperti marah kepadanya.

Ketika Ara berusaha menahan agar tidak muntah di dalam kelas, Alan malah menganggu konsentrasinya, "Pendek, gue nanya soal yang ini dong." ucapnya sambil menunjuk soal Bahasa Inggris nomor 2.

Jangan heran ya, memang mapel antar kelas pasti akan dibuat beda. Kalau sama percuma dong, mereka masih bisa kerjasama dengan murid sebelah.

Ara tidak menggubris.

"Sombong kali jadi orang. Gue doain yaa, semoga jawaban lo salah semua." sembari melihat lembar jawab Ara.

Ara sontak menoleh ke kanan. Enak aja salah semua, orang dia udah berusaha keras.

Ketika ingin mengeluarkan umpatan kasar, tapi tiba-tiba muncul rasa tenang dan nyaman ketika Ara melihat wajah Alan. Mual yang dia rasakan juga berkurang. Apa ini yang dinamakan ngidam? Ah entahlah, terserah lo deh Ra.

"Ngapain liat liat?. Ntar suka awas ya."

Ara berpaling, sialan harga dirinya sudah diinjak-injak Alan.

BAD ALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang