Part 11 (Jadi istri?)

509 39 3
                                    

"Gue gak bakal biarin lo nanggung ini sendirian Ra." kata Alan menguatkan cewek didepannya, "Gue bakal ada buat lo."

Ara menatap kedua manik cowok itu, "Lo tau kan, orang hamil pasti nanti perutnya makin besar?"

Alan mengangguk, jelas dia tau. Dia bukan anak kecil polos yang tidak tau apa-apa.

"Apa nanti lo bisa sembunyiin perut besar gue?" tanya Ara.

Alan memejamkan mata sesaat. Memberi kekuatan dirinya untuk menjawab pertanyaan Ara.

Alan juga heran, kenapa dia malah jadi sok dewasa seperti ini. Apa benar dia sedang dirasuki makhluk tak kasat mata?.

Alan menarik napas perlahan, "Itu bisa kita pikirkan sambil jalan."

"Lo yakin lo bisa?" Tanyanya ingin meyakinkan.

Alan mengangguk mantap, "Tentu. Percaya sama gue."

Lagi-lagi Ara tersenyum sinis, "Ya lo yakin lo bisa." katanya sambil mengangguk-angguk,

"Karena gue yang hamil. Coba kalo lo yang hamil. Lo pasti kebingungan, takut, capek, pusing, mar__"

"Akh" Alan mengacak rambut frustasi. "Plis diem Ra. Gue udah capek dengerin lo ngomong." Cewek satu ini memang susah sekali dikasih tau.

Alan bisa saja masuk rumah sakit jiwa gara-gara Ara. Kenapa dia harus menghamili anak pinter bin rajin yang ambisius soal pendidikan ini.

Coba waktu itu bukan Ara, melainkan cewek lain. Pasti saat ini dia akan mengikuti apa kata Alan. Eh, atagfirullah. Kenapa malah mikir kaya gitu. Harusnya Alan mikir, coba dia tidak terjebak di situasi itu pasti sekarang dia tidak sedang disini dan pusing memikirkan soal solusi.

Dret, dret, dret, dret, dret.

Ponsel Ara bergetar. Kemudian dia ambil ponselnya dari dalam tas kecil yang dia pakai.

Cih, baru kali ini Alan melihat Ara memegang hp. Ponselnya tidak terlalu buruk untuk dilihat, tapi kenapa Ara tidak pernah mau membawanya ke sekolah?. Oh iya, Alan lupa. Dia kan cewek sok rajin.

"Kamu dimana nak?" tanya Rena dari sebrang telpon.

Ara tampak kebingungan, dia menoleh ke kanan kiri, "Emmm, Ara lagi di dalem mob_. Eh maksudnya Ara lagi belajar kelompok sama temen-temen."

Cowok di samping Ara tak henti menatap gadis itu.

"Gak sama Jihan ya? Soalnya buda tadi telpon Jihan dulu. Dikira kamu gak bawa hp. Setelah bunda coba telpon kamu, ternyata nyambung."

Ara meringis, "Hehe, iya. Ini kelompoknya beda gak kaya biasanya bun. Jadi Ara gak bareng sama Jihan"

"Tumben gak pamit?"

Alan yang dari tadi menjadi pendengar setia, mendengus. Segitu perhatian kah mama Ara kepada cewek keras kepala ini.

"Itu, tadi buru-buru."

"Ya udah. Jangan malem2 pulangnya."

"Iya, iya. Ara tutup ya."

"Eh bentar, kamu pulang naik apa?"

Hanya ditanya pulang saja Ara harus berpikir keras, "Di, itu iya dianterin sama temen nanti." jawabnya terbata-bata.

"Ya udah. Bunda tutup ya."

"Iyaa."

Sambungan terputus. Ara langsung menyandarkan dirinya di kursi mobil, "Gue takut bunda bakal kecewa sama gue." katanya sambil menatap lurus ke depan. Suasana yang berubah gelap, membuat pikiran Ara juga makin gelap.

BAD ALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang