Part 21 (Berganti Status)

540 35 14
                                    

Satu Minggu semenjak kedatangan keluarga Alan. Dan ya, hari ini merupakan hari dimana gadis berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku pendidikan akan segera berganti status menjadi istri sekaligus calon ibu.

Dadanya sesak, akibat tangis yang sedari tadi ia tahan. Tetapi gadis itu mati-matian menjaga agar make up di wajahnya tidak luntur karena air mata.

Cowok yang sebelumnya tidak pernah terbayang akan menjadi pendamping hidupnya saat ini sudah menjabat tangan penghulu. Dan tidak lama lagi akan mengucapkan kalimat sakral dalam sebuah pernikahan.

"Bagaimana saksi?" ucap penghulu sembari menoleh ke kanan kiri. "Sah?"

Sahh

"Alhamdulillah."

Lantunan ayat suci satu persatu di dirapalkan, meminta doa kepada sang pencipta agar pernikahan ini menjadi pernikahan sekali seumur hidup untuk mereka berdua.

Tidak banyak yang hadir, hanya sebagian keluar dan tetangga yang diminta untuk menjadi saksi pernikahan mereka. Tentu, para tetangga tahu kenapa pernikahan mendadak ini dilangsungkan.

Terkejut, itulah ekspresi ketika mendengar penjelasan keluarga Ara. Setau mereka Ara adalah anak baik-baik dan jauh dari pergaulan bebas. Mereka sangat menyayangkan nasib Ara.

"Kasian ya Ara. Nasibnya tidak seberuntung anak-anak yang lain."

"Ah itu mah dianya yang nakal. Jadi gak usah di kasihani."

"Hus. Jangan bahas di sini. Gak enak sama mbak Rena."

Begitulah kira-kira obrolan nyinyir tetangga Ara. Ada yang menyalahkan Ara sepenuhnya tetapi ada juga yang berfikir Ara adalah korban.

Serangkaian acara telah usai, saatnya mereka di persilahkan pulang.

Helaan napas lega terdengar jelas ketika tetangga Ara pulang. Gadis itu tak perlu menunduk dalam menyembunyikan wajah malunya.

"Jadi mbak, biarkan hari ini Ara ikut dengan kami." kata Tiwi sambil menggenggam tangan Ara.

Sepertinya Tiwi akan lebih menyayangi Ara dari pada anak kandungnya sendiri. Alan tersenyum sinis ketika menyaksikan perlakuan Tiwi terhadap Ara. "Dasar orang tua." maki Alan dalam hati.

Rena menggeleng. "Tidak. Saya akan tetap merawat anak saya. Kalian boleh pergi tanpa harus membawa Ara."

Ara melotot. Ternyata sampai saat ini bundanya masih saja keras kepala.

"Tapi sekarang Ara tanggung jawab kami juga." Tiwi berusaha membujuk Rena.

"Dari segi materi, kalian tidak perlu repot-repot membantu kami. Status anak dalam perut Ara jelas saja itu sudah cukup buat kami."

"Mbak. Saya minta jangan egois dan keras kepala."

"Bukankah yang egois dan keras kepala itu anda?"

Dari kejauhan terlihat Tomy berjalan mendekati mereka berempat. Awalnya Tomy masih berbincang-bincang dengan pak RT di luar, tetapi menyadari ada keributan di dalam, Tomy segera masuk.

"Ada apa ini?. Kenapa Ara belum beres-beres?" tanya Tomy setelah dekat.

Rena menatap Tomy. "Anak saya tidak akan ikut dengan kalian. Sampai kapanpun juga Ara akan tetap di sini."

Tomy mengangguk sebanyak dua kali. Paham dengan maksud Rena. "Baiklah, untuk saat ini biarkan Ara tinggal di sini." ucap Tomy. "Sebaiknya kita pulang dulu ma." lanjutnya berbicara dengan Tiwi.

"Tapi gimana dengan Alan pa?"

Tomy meneliti anaknya. "Biarkan Alan berfikir." Kata Tomy yang berhasil membuat ekspresi Alan berubah jadi bingung.

BAD ALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang