Part 16 (Apartemen)

355 26 0
                                    

Hai.

Vote komen kritik saran jangan lupa.

Happy Reading

Kakinya melangkah kesana-kemari guna menyalurkan rasa takut yang melanda dirinya. Akan jadi seperti apa Ara setelah dia jujur dengan bunda?

Apa iya, Ara akan jadi remahan peyek yang tak layak dikonsumsi kemudian dibuang ke tong sampah gitu aja? Atau justru tetap di simpan walupun sudah tak berguna?

Ketika membayangkan wajah kecewa bunda, itu berarti dia berhasil melukai Rena. Belum lagi kalau ayah tau tentang permasalahan ini, pasti sakit yang diderita Tama makin bertambah. Akh, kenapa masalnya jadi serumit ini?

Ara tidak punya pilihan lain, berat hati dia harus menerima takdir ini. Seberapa besar dia mengelak namun sepertinya itu tidak akan mudah.

Dalam lubuk hati paling dalam, Ara juga tidak tega membunuh nyawa tak bersalah di dalam perutnya. Tapi balik lagi, kalau dia di tanya takut putus sekolah atau tidak tega, Ara tetap akan menjawab Takut Putus Sekolah.

Ketukan pintu utama berhasil menyadarkan lamunan Ara. Dia langsung menghentikan langkah unfaedahnya. Perlahan tangan Ara membuka pintu kamar, meneliti keadaan luar. Apa benar suara itu berasal bunda.

Dan ya, Ara melihat Rena berjalan ke arah ruang makan. Sudah berada di sana, Rena terlihat sibuk menata sesuatu dia atas meja makan.

Perlahan tapi pasti, Ara berjalan mendekati Rena.

"Bunda, kok malem pulangnya?" tanya Ara ketika sudah dekat dengan Rena.

Rena langsung menoleh, "Eh Ara. Iya ni bunda nyampe malem. Tadi ada bahan yang kudu di selesein."

Ara duduk di depan Rena. Tubuhnya makin gemetar ketika melihat raut lelah terpancar dari wajah bunda. Sungguh Ara tidak tega melukai hati bunda.

"Buda masih di bagian jahit?"

Rena mengangguk. "Iya. Kayaknya tahun ini emang gak ada ploting buat tukar bagian."

"Yaah kok gitu. Kn jadi kasihan bunda lembur terus."

Rena menggeleng. "Kenapa harus kasian? Kalo lembur gajinya juga bakal tambah kok."

"Kecuali kalo bunda yang punya pabrik, udah pasti bunda gak ngebolehin karyawan buat lembur."

"Besok kita bangun pabrik sendiri aja deh."

"Aminnn. Makannya kamu sekolah yang pinter. Biar bisa sukses." sembari terkekeh.

Ara tersenyum miris, sepertinya ia benar-benar akan membuat Rena kecewa.

"Bunda bawa apa?" melihat kantong plastik di atas meja membuat Ara penasaran.

"Biasa, kesukaan kamu. Tadi sebelum pulang bunda mampir ke angkringan dulu." Ara mengangguk-angguk.

"Oya. Tadi di sana bunda ketemu sama temen-temen kamu loh."

Ara terlihat bingung. Temen? Sepertinya temen-temennya jarang ada yang ke angkringan nyampe malem. "Siapa?"

"Itu loh cowok-cowok lucu." jawab Rena, membuat Ara makin bingung. "Dulu yang pernah ketemu pas bareng sama kamu itu."

Ara ingat. Pasti mereka adalah teman-teman Alan, "Ohh."

Kalau situasinya seperti ini terus, kapan dia mau ngomong masalahnya.

Setelah merasa siap, Ara menarik napas dalam-dalam. "Bun, Ara mau ngomong sesuatu."

Rena menoleh. "Mau ngomong apa?"

BAD ALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang