Mata Zac membulat mendengar pertanyaan yang tidak pernah ia bayangkan akan keluar dari mulut putrinya.
Alice terlihat sedih dan bersalah dengan pertanyaan itu, ia merenung menunduk. Zac menaikan alis, kemudian mundur dan bertanya, "Apaan nih lu mau bunuh Ace?!"
"Ngga! Aku cuma-penasaran...", Alice langsung menggeleng dan menatap ayahnya, kemudian menunduk, "Papa bisa tau Ace kenapa-napa pas aku sedih sama merasa kosong. Tapi...Papa kan udah bunuh kembaran sendiri..."
Zac diam mendengarkan.
"Kalo Ace yang sekarat bikin aku sehancur itu, gimana Papa yang bener-bener...bunuh sendiri?", tanya Alice perlahan. Berbincang tentang keluarga Zac ataupun masa kecilnya adalah tabu di keluarga itu. Namun Alice tidak bisa tahan untuk bertanya.Tapi kadang rasanya...Zac tidak bisa terus menyembunyikan kebenaran dari anak-anaknya.
Mata ayah dan anak itu bertemu, angin berhembus agak kencang dan langit mulai jadi abu-abu. Alice terlihat penasaran, bahkan menahan nafasnya.
Disitu Zac tersenyum tipis sambil menggenggam pembatas kaca, "Papa...Papa ga pernah bener-bener mikirin dia sebelum...Papa bunuh..."
Zac menarik nafas,
"Papa bunuh kembaran Papa...di kebakaran. Waktu itu om dan opa kamu...pengen bikin Ray jadi pembunuh juga-""-juga?", potong Alice berharap salah dengar. Namun anggukan Zac membuat rahang Alice turun.
"Ya. Papa pembunuh. Bukan cuma om sama opa kamu aja. Kakek nenek kamu juga...secara ga langsung Papa yang bunuh"
Mendengar itu bulu kuduk Alice naik, bibirnya bergetar. Padahal dia selama ini punya firasat kalo bapaknya membunuh, tapi dia tidak pernah menduga bahwa yang dibunuh adalah orang tua, mertua,
Bahkan kembarannya sendiri
Zac melanjutkan, "Papa punya hubungan love-hate sama om kamu itu. Cuman, kita pernah hilang kontak dan anehnya Papa ga ngerasain apa yang dia rasain. Tapi pas Papa bunuh..."
Mata Zac menjadi kosong, sudut bibirnya turun sembari berkata,
"Mendadak Papa ngerasain...kosong, terror, Papa berasa hilang, anxious yang luarrr biasa. Pokoknya perasaan negatif semua yang ga pernah Papa alamin", ucap Zac penuh duka, ekspresi yang tidak pernah ia tunjukan ke anak-anaknya, apalagi si kembar.
Zac kemudian menatap Alice dengan serius, "Makanya Papa tau ada kenapa-napa sama Ace. Alice kan selalu happy sama riang, kalo sedihpun pasti langsung tau kenapa. Tapi kalo nangis, takut, sedih tanpa alasan gitu...Papa yakin itu ada hubungan sama kembaran kamu"
Alice belom bisa berkata, baru saja dia mau membalas tiba-tiba kedua tangan Zac mencengkram bahu Alice.
"Jangan pernah kamu berpikir buat bunuh Ace. JANGAN PERNAH sekalipun kamu mikir buat bunuh orang! Kalo kamu bunuh orang berarti kamu sama kaya Papa dan kamu ikut jadi pembunuh! Janji sama Papa kamu gabakal bunuh siapapun Alice. JANJI SAMA PAPA!", bentak Zac ketakutan sembari menatap Alice.
Alice takut-takut mengangguk, dia tidak pernah dibentak juga oleh Zac. Semua percakapan ini mengandung banyak informasi baru yang harus dicerna.
"Aku janji...", ucap Alice lirih. Mendengar janji anaknya, Zac menghela nafas lega dan melepas cengkramannya. Ia mengusap air mata yang sejak tadi bertengger di pelupuknya,
"Ketakutan terbesar Papa adalah kalo anak-anak Papa ikut ngebunuh orang...kaya Papa, Opa, atau om kamu"
Alice paham betul dengan itu. Walaupun dia kadang ingin sekali tau dan kenal dengan keluarga ayahnya, sekarang dia jadi paham mengapa Zac enggan membahas mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
WE ARE TWINS : ACE & ALICE
HumorSepasang kembar cewe cowo yang terlahir ke keluarga Vane, keluarga tajir melintir kepelintir. Cantik, ganteng, pinter, penyayang. Sempurna ya? Ohoho tidak... Keluarga ini gesrek bin aneh. Mulai dari pura-pura jadi cewek, makan sambel es krim, jatoh...